Kompensasi Yudisial di Indonesia: Analisis Kelayakan Gaji Hakim Pratama Tahun 2025
1. Ringkasan Eksekutif
Laporan ini menyajikan
analisis mendalam mengenai kelayakan remunerasi hakim tingkat pertama (Hakim Pratama) di Indonesia untuk tahun
2025, dengan fokus pada angka pendapatan sebesar 15 juta Rupiah per bulan.
Kenaikan remunerasi hakim yang diumumkan pemerintah pada tahun 2025 merupakan
langkah korektif yang signifikan dan telah lama tertunda. Namun, analisis
komprehensif menunjukkan bahwa angka pendapatan spesifik sebesar 15 juta
Rupiah, yang merupakan tunjangan untuk hakim dengan pangkat dan penempatan tertentu,
secara kritis tidak layak jika
dievaluasi berdasarkan biaya hidup riil di pusat-pusat yudisial utama. Kondisi
ini menciptakan "kesenjangan integritas" (integrity gap) yang berisiko, di mana pendapatan resmi tidak
mencukupi untuk menopang standar hidup yang bermartabat dan aman secara
finansial.
Analisis komparatif
menunjukkan bahwa meskipun remunerasi hakim kini lebih kompetitif dibandingkan
profesi setara di sektor publik seperti jaksa, pendapatan tersebut masih
tertinggal jauh dari potensi penghasilan di sektor swasta, sehingga berisiko
menghambat minat talenta hukum terbaik untuk memasuki profesi yudisial. Di sisi
lain, evaluasi terhadap kapasitas fiskal negara menunjukkan bahwa peningkatan
gaji hakim yang lebih substansial sangat mungkin dilakukan, mengingat alokasi
anggaran Mahkamah Agung hanya merupakan sebagian kecil dari total belanja
pegawai nasional.
Berdasarkan
temuan-temuan ini, laporan menyimpulkan bahwa pendapatan saat ini gagal
mencerminkan beban tanggung jawab yang sangat besar, mengisolasi hakim dari
kerentanan finansial, dan menjaga integritas institusi peradilan. Laporan ini
merekomendasikan penetapan standar pendapatan bawa pulang (take-home pay) yang layak pada rentang Rp 25 juta hingga Rp 35 juta per bulan untuk Hakim Pratama, yang
didukung oleh paket kesejahteraan holistik. Langkah ini esensial untuk
melindungi independensi yudisial, menarik sumber daya manusia hukum berkualitas
tinggi, dan pada akhirnya memperkuat supremasi hukum di Indonesia.
2. Anatomi Remunerasi Hakim Tahun 2025
Untuk mengevaluasi
kelayakan pendapatan seorang hakim, penting untuk terlebih dahulu membedah
struktur kompensasinya secara akurat. Angka 15 juta Rupiah yang menjadi fokus
pertanyaan bukanlah total gaji, melainkan komponen tunjangan spesifik dalam
sebuah paket remunerasi yang lebih kompleks.
2.1 Sebuah Koreksi, Bukan Keuntungan Luar Biasa:
Kontekstualisasi Kenaikan 2025
Kenaikan gaji hakim yang
dilaporkan mencapai 280% pada tahun 2025 harus dipahami bukan sebagai kemurahan
hati yang luar biasa, melainkan sebagai sebuah koreksi pasar yang mendesak.1 Presiden Prabowo Subianto sendiri menyoroti fakta bahwa para
hakim tidak menerima kenaikan gaji selama 18 tahun, padahal mereka menangani
perkara-perkara bernilai triliunan Rupiah.2 Konteks historis ini
krusial, karena struktur remunerasi sebelumnya yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 telah menyebabkan erosi daya beli yang
parah akibat inflasi kumulatif selama lebih dari satu dekade.3 Dengan demikian, kenaikan persentase yang besar dimulai dari
basis yang sangat rendah, sehingga angka nominal yang baru mungkin masih belum
memadai.
2.2 Membedah Paket Gaji: Gaji Pokok vs. Tunjangan
Pendapatan hakim terdiri
dari dua komponen utama yang berbeda:
1.
Gaji
Pokok:
Komponen ini mengikuti standar skala gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
relatif rendah, berdasarkan golongan dan masa kerja. Sesuai PP Nomor 44 Tahun
2024, seorang Hakim Pratama yang
umumnya berada di Golongan IIIc atau IIId akan menerima gaji pokok di kisaran
Rp 3.026.400 hingga Rp 5.180.700 per bulan.2
2.
Tunjangan
Jabatan: Ini
adalah komponen yang membentuk sebagian besar pendapatan bawa pulang hakim dan
merupakan komponen yang mengalami kenaikan signifikan. Angka 15 juta Rupiah
yang menjadi acuan adalah besaran tunjangan untuk jabatan Hakim Pratama Muda yang bertugas di Pengadilan Negeri Kelas IB.2 Spesifikasi ini sangat
penting, karena menunjukkan bahwa tunjangan bukanlah angka tunggal yang berlaku
untuk semua hakim tingkat pertama.
2.3 Hirarki Tunjangan: Struktur yang Terdiferensiasi
Struktur tunjangan hakim
bersifat berjenjang, bergantung pada pangkat hakim dan klasifikasi pengadilan
tempat mereka bertugas. Berdasarkan data rinci dari PP Nomor 44 Tahun 2024,
seorang Hakim Pratama (pangkat
terendah) di Pengadilan Kelas II menerima tunjangan sebesar Rp 11.900.000,
sedangkan hakim dengan pangkat yang sama di Pengadilan Kelas IA menerima Rp
16.500.000.2 Angka Rp 15.000.000
berada di tingkat menengah untuk pangkat yang sedikit lebih tinggi (Pratama Muda) di pengadilan kelas
menengah (IB). Hal ini menegaskan bahwa kelayakan pendapatan seorang hakim
tidak dapat dinilai secara seragam, melainkan harus dilihat berdasarkan konteks
penempatan dan jenjang kariernya.
2.4 Pendapatan Tambahan: Tunjangan Kemahalan
Selain gaji pokok dan
tunjangan jabatan, terdapat komponen tunjangan
kemahalan yang diberikan berdasarkan zona penugasan.3 Tunjangan ini dirancang untuk mengkompensasi biaya hidup yang
lebih tinggi di daerah-daerah tertentu. Hakim yang bertugas di Pulau Jawa (Zona
1) tidak menerima tunjangan ini. Sebaliknya, mereka yang ditempatkan di wilayah
seperti Sumatera atau Kalimantan (Zona 2) menerima tambahan Rp 1,35 juta, dan
mereka yang bertugas di daerah terpencil dengan biaya hidup sangat tinggi
seperti Wamena (Zona 4) dapat menerima tambahan hingga Rp 10 juta per bulan.3 Faktor ini secara signifikan mengubah kalkulasi kelayakan total
pendapatan bagi hakim yang bertugas di luar Jawa.
Pangkat |
Kelas Pengadilan |
Kisaran Gaji Pokok
(Gol. IIIc/d) |
Tunjangan Jabatan |
Estimasi Total
Pendapatan Bulanan (Non-Zona 1) |
Hakim Pratama |
Kelas II |
Rp 3.026.400 – Rp
5.180.700 |
Rp 11.900.000 |
Rp 14.926.400 – Rp
17.080.700 |
Hakim Pratama Muda |
Kelas II |
Rp 3.026.400 – Rp
5.180.700 |
Rp 12.700.000 |
Rp 15.726.400 – Rp
17.880.700 |
Hakim Pratama |
Kelas IB |
Rp 3.026.400 – Rp
5.180.700 |
Rp 14.000.000 |
Rp 17.026.400 – Rp
19.180.700 |
Hakim Pratama Muda |
Kelas IB |
Rp 3.026.400 – Rp 5.180.700 |
Rp 15.000.000 |
Rp 18.026.400 – Rp 20.180.700 |
Hakim Pratama |
Kelas IA |
Rp 3.026.400 – Rp
5.180.700 |
Rp 16.500.000 |
Rp 19.526.400 – Rp
21.680.700 |
Hakim Pratama Muda |
Kelas IA |
Rp 3.026.400 – Rp
5.180.700 |
Rp 17.800.000 |
Rp 20.826.400 – Rp
22.980.700 |
Tabel 2.1: Struktur
Kompensasi untuk Hakim Pratama, 2025 (berdasarkan Kelas Pengadilan dan
Pangkat). Sumber: Diolah dari.2 Catatan: Estimasi
Total Pendapatan tidak termasuk Tunjangan Kemahalan. |
|
|
|
|
3. Beban Tanggung Jawab: Kuantifikasi Beban Kerja dan Risiko Yudisial
Kompensasi seorang hakim
harus merefleksikan secara proporsional beban tanggung jawab, volume pekerjaan,
dan risiko inheren yang melekat pada jabatannya. Analisis terhadap tugas dan
fungsi hakim menunjukkan bahwa peran mereka jauh melampaui sekadar memutus
perkara di ruang sidang.
3.1 Melampaui Palu Hakim: Peran Multifaset
Uraian tugas resmi dari
berbagai pengadilan negeri menunjukkan bahwa seorang hakim memiliki peran
manajerial, administratif, dan pengawasan yang signifikan.6 Tugas-tugas ini mencakup:
●
Memimpin dan bertanggung jawab atas
kelancaran penyelenggaraan tugas pengadilan.6
●
Melaksanakan mediasi antar pihak yang
bersengketa.7
●
Melakukan pengawasan internal terhadap
administrasi keuangan dan kinerja staf pengadilan.6
●
Membina dan mengawasi bidang-bidang tertentu
yang ditugaskan oleh ketua pengadilan.8
●
Menyusun data hukum dan berkontribusi pada
pengembangan program kerja pengadilan.6
3.2 Tekanan Volume: Analisis Beban Perkara
Beban kerja yudisial di
Indonesia sangat tinggi. Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) Tahun 2024
mencatat terdapat 7.378 hakim yang bertugas di pengadilan tingkat pertama dan
banding di seluruh Indonesia.10 Pada tahun yang sama,
tercatat 410.754 perkara perdata, agama, dan tata usaha negara yang didaftarkan
melalui sistem e-Court di pengadilan
tingkat pertama.10 Perhitungan sederhana
(410.754 perkara dibagi sekitar 7.000 hakim tingkat pertama) menunjukkan beban
kerja rata-rata lebih dari 58 perkara per hakim per tahun hanya dari sistem e-Court, belum termasuk perkara pidana,
permohonan, dan tugas-tugas non-yudisial lainnya. MA melaporkan rasio
produktivitas penyelesaian perkara yang sangat tinggi, mencapai 99,26% pada
tahun 2024, yang menggarisbawahi tekanan intens untuk memproses perkara secara
efisien.10
3.3 Beban Integritas: Menavigasi Medan Etis
Profesi hakim menuntut
standar integritas dan imparsialitas absolut, yang diatur secara ketat dalam
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).12 Standar ini berada di bawah ancaman konstan dari tekanan
eksternal dan potensi intervensi. Realitas korupsi yudisial, sebagaimana
tercermin dalam berbagai kasus suap, merupakan risiko tertinggi dari sistem
peradilan yang hakimnya tidak mendapatkan kompensasi yang layak.13
Gaji seorang hakim
bukanlah sekadar kompensasi atas pekerjaan, melainkan sebuah investasi publik
yang fundamental untuk menjamin independensi peradilan. Kekuasaan seorang hakim
yang sangat besar dalam menentukan nasib, kebebasan, dan harta benda seseorang
menjadikan mereka target utama bagi pihak-pihak yang ingin memengaruhi putusan
secara tidak sah. Kerawanan finansial pribadi adalah salah satu pendorong utama
korupsi. Oleh karena itu, gaji yang tidak memadai untuk menopang standar hidup
yang layak dan aman secara finansial menciptakan kerentanan sistemik. Hal ini
mengubah perdebatan tentang gaji dari sekadar isu ketenagakerjaan menjadi
masalah tata kelola negara dan supremasi hukum. Gaji yang "tidak
layak" bukan hanya tidak adil bagi hakim, tetapi juga merupakan ancaman
bagi negara.
4. Tolok Ukur Komparatif: Mengukur Remunerasi Terhadap Profesi Setara
Untuk memberikan konteks
yang lebih luas, remunerasi hakim perlu dibandingkan dengan profesi sepadan di
sektor publik dan swasta. Perbandingan ini penting untuk menilai daya saing
profesi hakim dalam menarik talenta hukum terbaik di Indonesia.
4.1 Mitra Sektor Publik: Jaksa Penuntut Umum
Perbandingan langsung
menunjukkan bahwa setelah kenaikan tahun 2025, remunerasi hakim menjadi lebih
unggul dibandingkan jaksa dengan pangkat setara. Seorang Hakim Pratama Muda (Golongan IIId) memiliki estimasi total pendapatan
sekitar Rp 18,1 juta (gaji pokok ~Rp 3,1 juta + tunjangan Rp 15 juta).2 Sementara itu, seorang Jaksa
Muda (Golongan IIId, Kelas Jabatan 10) memiliki total pendapatan berkisar
antara Rp 9,1 juta hingga Rp 11,1 juta (gaji pokok ~Rp 3,1 juta + tunjangan kinerja
Rp 5,97 juta).14 Temuan ini
mengindikasikan bahwa pemerintah telah secara sadar memprioritaskan peningkatan
kesejahteraan hakim di atas penegak hukum lainnya.
4.2 Cerminan Sektor Swasta: Pengacara Korporat
Data dari berbagai
panduan gaji menunjukkan kontras yang tajam dengan sektor swasta. Seorang Legal Counsel di perusahaan dengan
pengalaman awal (1-4 tahun) dapat memperoleh gaji rata-rata tahunan Rp 66 juta
(sekitar Rp 5,5 juta/bulan). Namun, pendapatannya melonjak signifikan pada
tingkat pengalaman menengah (5-9 tahun) menjadi rata-rata Rp 220 juta per tahun
(sekitar Rp 18,4 juta/bulan).16 Posisi puncak seperti Legal Director bahkan dapat memperoleh
pendapatan hingga Rp 150 juta per bulan.17 Gaji awal seorang hakim
memang kompetitif jika dibandingkan dengan pengacara korporat level pemula,
tetapi potensi pertumbuhannya menjadi stagnan jika dibandingkan dengan
pertumbuhan eksponensial di sektor swasta.
4.3 Tolok Ukur Potensi Tinggi: Officer Development Program (ODP) BUMN
Program rekrutmen jalur
cepat di BUMN terkemuka seperti Bank Mandiri dan Telkom menawarkan gaji awal
bagi lulusan baru di kisaran Rp 6 juta hingga Rp 10 juta per bulan.18 Meskipun pendapatan awal hakim lebih tinggi, perbandingan ini
relevan dalam konteks persaingan untuk mendapatkan talenta-talenta terbaik
lulusan perguruan tinggi. Lembaga yudikatif harus mampu menawarkan paket
kompensasi dan jalur karier yang menarik agar tidak kalah saing dengan sektor
korporasi dalam merekrut individu-individu berprestasi.
Kesenjangan pendapatan
yang signifikan dan semakin melebar antara profesi yudisial dan sektor hukum
swasta menciptakan disinsentif yang kuat bagi para praktisi hukum paling
terampil dan berpengalaman untuk beralih menjadi hakim. Hal ini memunculkan
risiko "judicial brain drain", di mana lembaga peradilan kehilangan
kesempatan untuk merekrut talenta terbaik, yang dalam jangka panjang dapat
berdampak negatif pada kualitas yurisprudensi dan putusan pengadilan. Kualitas
sistem hukum pada dasarnya ditentukan oleh kualitas para hakimnya. Untuk
menarik kandidat berkualitas, negara harus bersaing di pasar talenta hukum.
Seorang pengacara di pertengahan kariernya akan menghadapi "biaya
peluang" (opportunity cost) yang
sangat besar jika memilih menjadi hakim, karena harus merelakan potensi
pendapatan yang jauh lebih tinggi di sektor swasta. Meskipun pengabdian publik
adalah sebuah panggilan, mengandalkan altruisme semata bukanlah strategi
akuisisi talenta yang berkelanjutan.
Profesi / Jabatan |
Pangkat / Pengalaman Setara |
Estimasi Pendapatan
Total Bulanan (2025) |
Hakim Pratama Muda |
Golongan IIId |
~ Rp 18.000.000 |
Jaksa Muda |
Golongan IIId / Kelas
Jabatan 10 |
~ Rp 10.000.000 |
Corporate Counsel (Swasta) |
5-9 tahun pengalaman |
~ Rp 18.400.000 |
Lulusan ODP BUMN |
Entry-level |
~ Rp 8.000.000 |
Tabel 4.1:
Perbandingan Gaji Bulanan: Hakim Pratama vs. Profesi Setara (Estimasi 2025).
Sumber: Diolah dari.2 |
|
|
5. Konteks Nasional: Kapasitas Fiskal dan Realitas Sosio-Ekonomi
Penilaian kelayakan gaji
hakim juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara untuk membayarnya
serta kesesuaiannya dengan kondisi ekonomi masyarakat secara umum.
5.1 Kemampuan Negara Membayar: Analisis Kapasitas Fiskal
Analisis terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan bahwa peningkatan
remunerasi hakim yang lebih layak sangat terjangkau bagi negara. Total alokasi belanja pegawai dalam APBN 2025
ditetapkan sebesar Rp 521,4 triliun.21 Sementara itu, pagu
indikatif anggaran untuk Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya untuk
tahun 2025 adalah sebesar Rp 12,15 triliun.22 Ini berarti anggaran MA
hanya sekitar 2,3% dari total
belanja pegawai nasional. Sebagai perbandingan, anggaran Kepolisian Negara RI
dapat mencapai lebih dari Rp 126 triliun dan Kejaksaan Agung lebih dari Rp 24
triliun.23 Angka-angka ini menunjukkan bahwa peningkatan signifikan pada
gaji 7.378 hakim tidak akan memberikan tekanan berarti pada APBN dan secara
fiskal sangat memungkinkan.
5.2 Keseimbangan Sosial: Perbandingan dengan Indikator Nasional
Untuk memastikan gaji
hakim tidak menciptakan kesenjangan yang terlalu jauh dengan masyarakat, perlu
dilakukan perbandingan dengan indikator ekonomi nasional.
●
Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita
Indonesia pada tahun 2024 adalah Rp 78,62 juta per tahun, atau sekitar Rp 6,55 juta per bulan.24 Estimasi total pendapatan hakim sebesar ~Rp 18 juta adalah
sekitar 2,75 kali lipat dari
rata-rata pendapatan per kapita nasional.
●
Rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP)
nasional untuk tahun 2025 adalah sekitar Rp
3,31 juta per bulan.26 Gaji hakim sekitar 5,4 kali lipat dari rata-rata upah
minimum.
Analisis ini menunjukkan
bahwa remunerasi hakim menempatkan mereka pada kelompok masyarakat kelas
menengah-atas, namun tidak menciptakan jurang pendapatan yang ekstrem atau
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
5.3 Ujian Lakmus: Biaya Hidup vs. Pendapatan
Ini adalah faktor
penentu paling krusial dalam analisis kelayakan. Data Survei Biaya Hidup (SBH)
2022 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyediakan tolok ukur
paling andal mengenai biaya riil untuk menopang sebuah rumah tangga di
kota-kota besar Indonesia, yang merupakan pusat-pusat peradilan.
●
DKI
Jakarta:
Biaya hidup rata-rata per rumah tangga adalah Rp 14,88 juta per bulan.27
●
Surabaya: Biaya hidup rata-rata
per rumah tangga adalah Rp 13,36 juta
per bulan.29
●
Makassar: Biaya hidup rata-rata
per rumah tangga adalah Rp 11,5 juta per
bulan.31
Seorang hakim di Jakarta
dengan total pendapatan sekitar Rp 18 juta hanya akan memiliki sisa sekitar Rp
3,12 juta setelah menutupi biaya hidup dasar menurut standar BPS. Sisa pendapatan
ini sangat tidak memadai untuk tabungan, investasi, biaya pendidikan anak yang
berkualitas, dana darurat, atau pengeluaran tak terduga lainnya. Kondisi ini
menempatkan hakim dalam posisi kerentanan finansial (financial precarity).
Selisih antara total pendapatan
seorang hakim dengan biaya hidup resmi di kota tempatnya bertugas dapat
didefinisikan sebagai "Kesenjangan Integritas" (Integrity Gap). Kesenjangan yang kecil atau bahkan negatif
merepresentasikan sebuah lingkungan berisiko tinggi terhadap korupsi yang dapat
diukur. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang hakim tidak dapat mempertahankan
standar hidup yang bermartabat sesuai dengan jabatannya hanya dengan
mengandalkan pendapatan resminya. Dengan menggunakan data BPS sebagai tolok
ukur objektif, analisis ini bergerak melampaui argumen subjektif tentang
"cukup" atau "tidak cukup". Di Jakarta, kesenjangan
integritas yang hanya sekitar Rp 3 juta sangatlah berbahaya. Setiap peristiwa
besar dalam kehidupan, seperti biaya pengobatan atau uang sekolah, dapat dengan
mudah mendorong seorang hakim ke dalam kesulitan finansial, yang pada
gilirannya menciptakan kerentanan langsung terhadap godaan korupsi. Oleh karena
itu, kesenjangan ini bukan hanya metrik keuangan, tetapi juga indikator risiko
tata kelola dan keamanan nasional.
Indikator Ekonomi
(Bulanan) |
Nilai (Rupiah) |
Perbandingan dengan
Gaji Hakim (~Rp 18 Juta) |
PDB per Kapita
Nasional |
Rp 6.550.000 |
Gaji Hakim = 2,75x PDB
per Kapita |
Rata-rata UMP Nasional |
Rp 3.315.000 |
Gaji Hakim = 5,4x
Rata-rata UMP |
Biaya Hidup BPS - Jakarta |
Rp 14.880.000 |
Sisa Pendapatan Hakim: + Rp 3.120.000 |
Biaya Hidup BPS - Surabaya |
Rp 13.360.000 |
Sisa Pendapatan Hakim: + Rp 4.640.000 |
Biaya Hidup BPS - Makassar |
Rp 11.500.000 |
Sisa Pendapatan Hakim: + Rp 6.500.000 |
Tabel 5.1: Gaji Hakim
Pratama vs. Indikator Ekonomi Utama (2025). Sumber: Diolah dari.24 |
|
|
6. Sintesis dan Putusan: Apakah Gaji Rp 15 Juta Sudah Layak?
Dengan mengintegrasikan
seluruh temuan analisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan yang berdasar dan
bernuansa.
●
Sintesis
Temuan:
○
Kenaikan remunerasi tahun 2025 adalah koreksi
vital setelah 18 tahun stagnasi, namun dimulai dari basis yang sangat rendah.
○
Jabatan yudisial memikul beban tanggung jawab
yang luar biasa, volume kerja yang tinggi, dan tekanan etis yang signifikan,
yang menuntut adanya isolasi finansial.
○
Gaji baru ini kompetitif terhadap mitra di
sektor publik (jaksa) tetapi gagal bersaing untuk menarik talenta berpengalaman
dari sektor swasta.
○
Anggaran negara memiliki kapasitas yang lebih
dari cukup untuk memberikan peningkatan yang lebih substansial, mengingat porsi
anggaran MA yang sangat kecil dalam total belanja pegawai.
○
Faktor
Penentu:
Struktur remunerasi saat ini gagal dalam uji kelayakan biaya hidup di
pusat-pusat yudisial utama. Hal ini menciptakan "Kesenjangan Integritas"
yang dapat diukur, yang menempatkan hakim pada posisi rentan secara finansial
dan meningkatkan risiko korupsi.
●
Putusan:
Berdasarkan
analisis komprehensif, pendapatan bawa pulang yang berasal dari tunjangan
sebesar 15 juta Rupiah adalah TIDAK LAYAK bagi seorang Hakim Pratama pada tahun
2025, terutama bagi mereka yang bertugas di pusat kota dengan biaya hidup
tinggi. Remunerasi tersebut gagal untuk:
1.
Merefleksikan secara memadai bobot tanggung
jawab jabatannya.
2.
Menjamin kemandirian finansial untuk melindungi
mereka dari pengaruh eksternal.
3.
Menjaga martabat dan integritas institusi
peradilan secara keseluruhan.
7. Rekomendasi: Mendefinisikan Standar Kompensasi yang "Layak" untuk Integritas Yudisial
Sebagai tindak lanjut
dari putusan di atas, laporan ini mengajukan rekomendasi kebijakan yang dapat
ditindaklanjuti dan berbasis data untuk para pembuat kebijakan.
7.1 Rentang Gaji yang Diusulkan: Rp 25 Juta – Rp 35 Juta (Total Pendapatan Bawa Pulang)
Direkomendasikan
penetapan standar pendapatan bersih (net
take-home pay) yang lebih layak untuk seorang Hakim Pratama berada pada rentang Rp 25 juta hingga Rp 35 juta per bulan.
●
Justifikasi: Rentang ini ditetapkan
berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, angka ini cukup kompetitif untuk
bersaing dengan jaksa tingkat menengah-senior dan pengacara berpengalaman di
sektor swasta. Kedua, dan yang terpenting, rentang ini menciptakan
"Kesenjangan Integritas" yang positif dan substansial, sekitar Rp 10
juta hingga Rp 20 juta di atas biaya hidup di Jakarta, yang akan menjamin
keamanan finansial dan martabat hakim. Ketiga, jumlah ini masih merupakan
kelipatan yang wajar dari PDB per kapita, sehingga tidak menciptakan disparitas
sosial yang berlebihan.
7.2 Paket Kesejahteraan Holistik: Melampaui Gaji
Kompensasi bukan hanya
tentang uang tunai. Untuk lebih mengisolasi hakim dari tekanan eksternal dan
memungkinkan mereka fokus sepenuhnya pada tugas yudisial, direkomendasikan
sebuah paket tunjangan non-moneter yang komprehensif, mencakup:
●
Perumahan: Penyediaan rumah dinas
yang aman dan representatif, atau tunjangan perumahan yang besarannya diindeks
pada harga pasar properti lokal.
●
Kesehatan: Asuransi kesehatan
premium yang komprehensif untuk hakim dan keluarga inti.
●
Keamanan: Jaminan keamanan
pribadi dan keluarga yang memadai, terutama bagi hakim yang menangani
perkara-perkara sensitif atau berisiko tinggi.
7.3 Reformasi Struktural Jangka Panjang: Mekanisme Berkelanjutan
Untuk mencegah
terulangnya stagnasi gaji selama 18 tahun, sangat direkomendasikan pembentukan
sebuah komisi independen atau mekanisme peninjauan gaji yudisial yang
transparan dan teratur (misalnya, setiap 3 hingga 5 tahun). Mekanisme ini harus
terhubung dengan indikator-indikator objektif seperti tingkat inflasi tahunan,
pertumbuhan gaji di sektor swasta, dan kesehatan ekonomi nasional secara umum.
Hal ini akan memastikan bahwa remunerasi hakim tetap relevan, kompetitif, dan
mampu menjalankan fungsinya sebagai pilar penjaga integritas peradilan.
Works
cited
1.
Presiden Prabowo Umumkan Kenaikan Gaji
Hakim 280 Persen - Sekretariat Kabinet, accessed October 8, 2025, https://setkab.go.id/presiden-prabowo-umumkan-kenaikan-gaji-hakim-280-persen/
2.
Gaji Hakim 2025 di Indonesia dan
Tunjangannya, Tertarik? | IDN ..., accessed October 8, 2025, https://www.idntimes.com/business/economy/gaji-hakim-2025-di-indonesia-dan-tunjangannya-q9t03-00-qftxr-f8vqv3
3.
Resmi! Prabowo Naikkan Gaji Hakim Hingga
280%, Cek Gaji & Tunjangan Hakim Tahun 2025 - KONTAN, accessed October 8,
2025, https://nasional.kontan.co.id/news/resmi-prabowo-naikkan-gaji-hakim-hingga-280-cek-gaji-tunjangan-hakim-tahun-2025
4.
Data Inflasi bulanan - Indikator, accessed
October 8, 2025, https://www.bi.go.id/id/statistik/indikator/data-inflasi.aspx
5.
BPS Umumkan Inflasi September 2025 Tembus 0,21%
- CNBC Indonesia, accessed October 8, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/news/20251001102932-4-671796/bps-umumkan-inflasi-september-2025-tembus-021
6.
Tugas Pokok dan Fungsi – Pengadilan Negeri
Kelas 1A Khusus Kota Bandung, accessed October 8, 2025, https://pn-bandung.go.id/tugas-pokok-dan-fungsi/
7.
Tugas Pokok & Fungsi - Pengadilan
Negeri Balige, accessed October 8, 2025, https://pn-balige.go.id/tentang-pengadilan/2015-06-22-15-58-25.html
8.
ketua pengadilan negeri kandangan kelas ib,
accessed October 8, 2025, https://pn-kandangan.go.id/web/images/2025/SK/3-SK-Uraian-Tugas-Hakim-dan-ASN-2-Jan-2025-TTE.pdf
9.
Uraian Tugas Aparatur Peradilan -
Pengadilan Negeri Malili, accessed October 8, 2025, https://www.pn-malili.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=537&Itemid=581
10. Dengan
Integritas, Peradilan Berkualitas - Kepaniteraan Mahkamah ..., accessed October
8, 2025, https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/images/laporan_tahunan/laptah2024/buku_laptah_2024.pdf
11. Laporan
Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2024 - Pengadilan Tinggi Surabaya, accessed
October 8, 2025, https://www.pt-surabaya.go.id/?p=11925
12. Etika
Hakim dalam Kehidupan Sehari-hari: Penggunaan Media Sosial oleh Hakim di
Indonesia, accessed October 8, 2025, https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1026&context=jurnalkonsdem
13. Pelanggaran
Etika dan Profesi Hukum Kasus Suap Hakim Ronald Tannur - Open Journal Systems,
accessed October 8, 2025, https://ojs.daarulhuda.or.id/index.php/MHI/article/download/1421/1548
14. Gaji
Jaksa di Indonesia dan Tunjangannya, Bisa Dua Digit | IDN Times, accessed
October 8, 2025, https://www.idntimes.com/business/economy/gaji-jaksa-di-indonesia-dan-tunjangannya-q9t03-00-qftxr-lzy3l4
15. Rincian
Gaji dan Tunjangan Jaksa dari Golongan Tinggi Hingga Terendah - Tempo.co,
accessed October 8, 2025, https://www.tempo.co/politik/rincian-gaji-dan-tunjangan-jaksa-dari-golongan-tinggi-hingga-terendah-230032
16. Legal
Counsel Salary in Indonesia in 2025 | PayScale, accessed October 8, 2025, https://www.payscale.com/research/ID/Job=Legal_Counsel/Salary
17. Highest-paying
jobs in Indonesia: Top 10 for 2025 - Michael Page, accessed October 8, 2025, https://www.michaelpage.co.id/advice/market-insights/market-updates/highest-paying-jobs-indonesia
18. Ini
Besaran Gaji BUMN dari Telkom hingga Pertamina! - Wahana Konsumen, accessed
October 8, 2025, https://konsumen.wahananews.co/walinki/ini-besaran-gaji-bumn-dari-telkom-hingga-pertamina-ThiDaQ5Ijt/0
19. 5
BUMN Ini Berikan Gaji Gede Buat Fresh Graduate! BUMN dengan Gaji Tertinggi! -
INSTIKI, accessed October 8, 2025, https://instiki.ac.id/2022/07/26/5-bumn-ini-berikan-gaji-gede-buat-fresh-graduare-bumn-dengan-gaji-tertinggi/
20. 5
BUMN yang Memberikan Gaji Besar untuk Fresh Graduate, Nomor 4 Capai Rp 10 Juta,
accessed October 8, 2025, https://ekbis.sindonews.com/read/800075/34/5-bumn-yang-memberikan-gaji-besar-untuk-fresh-graduate-nomor-4-capai-rp-10-juta-1655377581/14
21. Kemenkeu
Ungkap Belanja Pegawai Pemerintahan Naik 20 Triliun Per Tahun, accessed October
8, 2025, https://achmadnurhidayat.id/2025/02/kemenkeu-ungkap-belanja-pegawai-pemerintahan-naik-20-triliun-per-tahun/
22. penyampaian
pagu indikatif tahun 2025 - Mahkamah Agung Republik Indonesia, accessed October
8, 2025, https://www.mahkamahagung.go.id/id/pengumuman/6334/penyampaian-pagu-indikatif-tahun-2025
23. DPR
Minta Anggaran Bagi Mahkamah Agung Setidaknya 1% dari APBN, accessed October 8,
2025, https://marinews.mahkamahagung.go.id/berita/dpr-minta-anggaran-bagi-ma-setidaknya-1-dari-apbn-0di
24. BPS
Catat PDB Per Kapita RI Naik Jadi Rp 78,62 Juta, Masyarakat Makin Makmur?,
accessed October 8, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/bps-catat-pdb-per-kapita-ri-naik-jadi-rp-7862-juta-masyarakat-makin-makmur
25. 2025:
Pendapatan Warga Ri Kalah Jauh Dari Tetangga - YouTube, accessed October 8,
2025, https://www.youtube.com/watch?v=8cDpsE32kuk
26. UMP
2025: Perspektif Kelas Pekerja dan Pengusaha | Universitas Muhammadiyah
Surakarta, accessed October 8, 2025, https://www.ums.ac.id/berita/teropong-jagat/ump-2025-perspektif-kelas-pekerja-dan-pengusaha
27. BPS
Sebut Butuh Rp14,8 Juta untuk Hidup Nyaman di Jakarta - IKPI, accessed October
8, 2025, https://ikpi.or.id/bps-sebut-butuh-rp148-juta-untuk-hidup-nyaman-di-jakarta/
28. Survei
BPS: Biaya Hidup di Jakarta Rp14,8 Juta, Tertinggi di RI - CNN Indonesia,
accessed October 8, 2025, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20231212183921-532-1036348/survei-bps-biaya-hidup-di-jakarta-rp148-juta-tertinggi-di-ri
29. 10
Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Indonesia, Ada Makassar-Balikpapan -
Detikcom, accessed October 8, 2025, https://www.detik.com/sulsel/berita/d-7096351/10-kota-dengan-biaya-hidup-termahal-di-indonesia-ada-makassar-balikpapan
30. Biaya
Hidup Tinggi, Surabaya Ditekan Gaya Hidup Urban hingga Harga Properti, accessed
October 8, 2025, https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2025/biaya-hidup-tinggi-surabaya-ditekan-gaya-hidup-urban-hingga-harga-properti/
31. 10
Kota Dengan Biaya Hidup Termurah di Indonesia 2025 - Dealls, accessed October
8, 2025, https://dealls.com/pengembangan-karir/biaya-hidup-termurah-di-indonesia
32. 10
Kota dengan Biaya Hidup Termahal dan Terendah di Indonesia, Ini Daftarnya -
Detikcom, accessed October 8, 2025, https://www.detik.com/sumut/berita/d-7149338/10-kota-dengan-biaya-hidup-termahal-dan-terendah-di-indonesia-ini-daftarnya
33. Ini
Gaji Hakim dan Tunjangannya Saat Ini, Bakal Naik 280 Persen - KOMPAS.com,
accessed October 8, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2025/06/12/17001701/ini-gaji-hakim-dan-tunjangannya-saat-ini-bakal-naik-280-persen