Melunasi Utang yang Ditangguhkan Saat Pemberi Utang Wafat Sebelum Jatuh Tempo
20 November 2024 oleh: Dr. Nazir Mohammad Ayyad (Mufti Mesir)
Pertanyaan
Apa hukum melunasi utang yang ditangguhkan (memiliki tempo) saat pemberi utang meninggal dunia, padahal belum masuk tanggal jatuh tempo?
Seorang pria meminjam sejumlah uang dari orang lain dan mereka sepakat bahwa ia akan mengembalikan seluruhnya setelah tiga bulan. Namun, si pemberi utang meninggal dunia satu bulan kemudian. Ahli warisnya menuntut pelunasan utang dengan segera, karena menganggap utang itu telah menjadi hak milik mereka. Apakah mereka (para ahli waris) berhak menuntut pelunasan lebih awal sebelum tanggal jatuh tempo yang telah disepakati?
Jawaban
Peminjam (debitur) wajib membayar utang yang ditangguhkan pada tanggal jatuh temponya, bukan saat pemberi utang (kreditur) meninggal dunia.
Oleh karena itu, ahli waris dari almarhum pemberi utang tidak berhak memaksa peminjam untuk melunasi utang sebelum tanggal jatuh tempo yang disepakati.
Akan tetapi, jika si peminjam mampu secara finansial dan ingin melunasi utang tersebut sebelum tanggal jatuh temponya, hal itu diperbolehkan (sah) menurut hukum Islam. Tindakan ini akan dianggap sebagai itikad baik dan tanda terima kasih, membalas kebaikan dengan kebaikan, serta merespons kemurahan hati dengan kedermawanan dan kehormatan.
Keutamaan Memberi Pinjaman kepada Mereka yang Membutuhkan
Memberi pinjaman kepada mereka yang membutuhkan karena belas kasih dan kebaikan—tanpa mengharapkan imbalan pribadi apa pun—mengandung pahala yang besar dari Allah SWT, Yang berfirman:
"Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak." (QS, 57:11).
Wajib bagi peminjam untuk membayar utang dengan cara terbaik, karena tidak pantas membalas kebaikan si pemberi pinjaman hanya dengan kebaikan yang setara (atau kurang). Allah SWT berfirman:
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (QS, 55:60).
Selain itu, Abu Huraira (semoga Allah meridhoinya) meriwayatkan bahwa Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar utangnya." (HR. Bukhari).
Membayar Utang yang Ditangguhkan Saat Kreditur Meninggal Dunia Sebelum Tanggal Jatuh Tempo
Telah ditetapkan dalam hukum Islam bahwa ketika seseorang meninggal dunia sementara ia memiliki piutang (utang orang lain kepadanya), piutang-piutang tersebut beralih kepada ahli warisnya. Prinsip ini ditegaskan dalam Al-Hawi Al-Kabir oleh Imam Abu al-Hasan al-Mawardi (3:172).
Jika utang yang telah menjadi hak milik ahli waris kreditur tersebut awalnya ditetapkan untuk dibayar pada tanggal tertentu di masa depan (ditangguhkan), maka — berdasarkan kesepakatan (ijma') para ulama — utang tersebut tidak boleh ditagih untuk dibayarkan kepada ahli waris sebelum tanggal yang telah disepakati oleh kreditur (semasa hidup) dan debitur.
Imam Ibn al-Mundhir mengamati dalam Al-Ijma’ (hlm. 112), "Mereka [para ulama] sepakat bahwa utang-utang yang ditangguhkan yang menjadi hak orang yang telah meninggal tidak menjadi jatuh tempo atas kematiannya, tetapi tetap harus dibayar pada tanggal jatuh tempo aslinya."
Demikian pula, dalam Al-Ishraf (6:232), Ibn al-Mundhir menyatakan, "Semua ulama yang kami peroleh ilmunya sepakat bahwa utang-utang yang menjadi hak orang yang telah meninggal tetap ditangguhkan dan tidak menjadi jatuh tempo atas kematiannya."
Oleh karena itu, jika debitur (yang berutang) memilih untuk melunasi utang tersebut sebelum tanggal jatuh temponya dan ia mampu secara finansial untuk melakukannya, ia akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah dan akan mewujudkan kemurahan hati (samahah) yang dianjurkan oleh hukum Islam mengenai pembayaran utang.
Abu Huraira (semoga Allah meridhoinya) meriwayatkan bahwa Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda: "Allah mencintai seorang hamba yang bermurah hati (mudah) ketika ia menjual, bermurah hati ketika ia membeli, bermurah hati ketika ia membayar utang, dan bermurah hati ketika ia menagih utang" (diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwatta’ dan al-Bayhaqi dalam Shu‘ab Al-Iman; lafal hadis ini berasal dari al-Bayhaqi).
Imam Al-Zurqani, dalam Sharh ‘ala Al-Muwatta’ (2:512) menyatakan: "Bermurah hati saat membayar utang berarti ‘menunaikan kewajiban dengan kerelaan yang tulus, dengan cara terbaik, dan melakukannya tanpa penundaan.’"
Hukumnya (Kesimpulan)
Berdasarkan penjelasan di atas, peminjam (debitur) wajib membayar utang yang ditangguhkan pada tanggal jatuh temponya, bukan saat pemberi utang (kreditur) meninggal dunia.
Oleh karena itu, ahli waris dari almarhum pemberi utang tidak berhak menuntut pelunasan lebih awal sebelum tanggal jatuh tempo yang telah disepakati.
Meskipun demikian, jika peminjam mampu secara finansial dan memilih untuk membayar sebelum tanggal jatuh tempo, hal ini diperbolehkan dalam hukum Islam; tindakan ini merupakan balasan kebaikan dengan kebaikan, dan membalas kemurahan hati dengan kedermawanan dan penghormatan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar