Sabtu, 20 Desember 2014

Perbankan Syariah, Sejarah dan Sistemnya



Kajian Reguler PAKEIS, Level 2
ICMI Orsat Kairo

  
Perbankan Syariah, Sejarah dan Sistemnya
Oleh : Muhammad Rakhmat Alam dan Abdul Baits

A. Pendahuluan

Seluruh puji hanya untuk Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah mengizinkan kami menyelesaikan makalah sederhana ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada manusia termulia, Nabi Muhammad SAW, serta kepada keluarganya dan para sahabatnya.

Krisis moneter yang telah terjadi sejak abad 19 hingga abad sekarang, yang telah menjalar ke seluruh berbagai Negara di dunia, tak terkecuali Negara-negara dengan perekonomian kuat seperti Amerika Serikat dan Inggris pun juga terkena krisis tersebut. Apalagi Negara-negara yang perekonomiannya masih lemah seperti di kawasan Asia, krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 telah mengakibatkan nilai mata uang Negara-negara di Asia jatuh, banyak perusahaan seperti perbankan yang terpaksa ditutup karena jatuh pailit sehingga perekonomian di Negara-negara Asia menjadi pincang. Dan terakhir yang saat ini masih dalam jeratan krisis moneter adalah beberapa negara di kawasan Eropa seperti Spanyol, Itali, Portugal dan yang terburuk adalah Yunani yang diberitakan bahwa Perdana Menteri Yunani akan menjual sebuah pulau milik Negara[1].


Melihat krisis moneter yang selalu terjadi berkala ini yang seakan sudah menjadi sunah perekonomian, membuat semua mata menyadari akan pentingnya mencari dan mengembangkan sebuah sistem ekonomi alternative, karena terbukti sistem sosialis dan kapitalis kurang mampu menahan gejolak krisis tersebut. Adapun sistem ekonomi yang sedang hangat menjadi perbincangan di dunia adalah sistem ekonomi syariah atau Islam, . Sistem ekonomi Islam telah menjadi isu keseharian perokonomian yang tidak hanya di dunia Islam tapi sudah menembus dunia barat. Saat ini ekonomi Islam yang paling cepat perkembangannya adalah di sektor keuangan dan perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan bank-bank syariah dan jasa serta lembaga keuangan syariah, banyaknya orang menabung dan berinvestasi di bank syariah dan semakin banyaknya orang-orang yang telah kehilangan kepercayaan pada bank konvesional.

Sebagai sebuah sistem ekonomi dan aktifitas perekonomian yang sangat diminati saat ini, dan diyakini mampu memberikan kontribusi optimal bagi perkembangan dan perbaikan ekonomi global, kami sebagai pemakalah akan membahas definisi, sejarah dan sistem perbankan Islam sebagai salah satu cabang dari perokonomian Islam yang sangat luas.


B. Definisi dan Sejarah Perbankan Syariah

1.      Definisi Bank Syariah

Sebelum mendefinisikan apa itu bank syariah, pemakalah akan menjelaskan definisi bank secara umum. Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, menerbitkan uang dan jasa pengiriman uang[2]. Adapun pengertian bank syariah adalah bank yang operasi transaksinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuanalQurandanHadits.
2.      Sejarah dan Praktek Perbankan Syariah Klasik

Pada zaman Nabi SAW., walaupun belum ada institusi bank, tetapi ajaran Islam sudah memberikan prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktifitasperdagangan dan perekonomian. Karena itu, dalam menghadapi masalah muamalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran Islam dalam bidang ekonomi, dan kemudian mengidentifkasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan, maka kita dapat melakukan inovasi dan kreativitas (ijtihad) seluas-luasnya untuk memecahkan segala persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan perbankan.

Namun, sebelum “proses ijtihad” dalam persoalan perbankan ini kita lakukan, kita sebaiknya meneliti terlebih dahulu apakah persoalan perbankan ini benar-benar merupakan suatu persoalan yang baru bagi umat Islam atau bukan. Apakah konsep “bank” merupakan konsep yang asing dalam sejarah perekonomian umat Islam  amat penting untuk dijawab, karena akan menentukan langkah kita selanjutnya. Bila konsep bank adalah konsep yang baru bagi umat Islam, maka kita harus memulai langkah ijtihad kita dari nol. Namun, bila konsep bank bukan konsep yang baru, artinya umat Islam sudah mengenal bahkan mempraktekkan fungsi-fungsi perbankan dalam kehidupan perekonomiannya, maka proses ijtihad yang harus kita lakukan tentunya akan menjadi lebih mudah. Pembahasan selanjutnya akan memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, dengan menelusuri secara singkat praktek-praktek perbankan yang dilakukan oleh umat muslim sepanjang sejarah.

a.       Perbankan Syariah pada Masa Rasulullah dan Sahabat

Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.

Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin (dipercaya) oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya[3]. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak[4].

Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir[5].  Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar[6]. Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.

b.      Perbankan Syariah pada Masa Bani Umayyah dan Abbasiyah

Istilah institusi bank tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di zaman Rasulullah Saw. fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di zaman Bani Abbasiyah ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah[7].

Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah. Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada
pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.

Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring[8] antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang)[9].

3.      Sejarah Perbankan Syariah Modern

a)      Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah Modern

Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran gerakan renaissance/pem- bangunan Islam modern. Tujuan dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan al-Qur’an dan Sunah.

Upaya penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir[10].

1.      Mit Ghamr Bank

Rintisan perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada decade 1960-an dan beroperasi sebagai rural social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun institusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem financial dan ekonomi Islam[11].

2.      Islamic Development Bank

Terbentuknya Islamic Development Bank merupakan hasil proposal Negara Mesir untuk mendirikan bank syariah ketika Sidang Menteri Luar Negeri Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan, selain itu juga proposal pendirian Federasi Bank Islam, dikaji para ahli dari delapan belas Negara Islam[12].

Inti proposal tersebut adalah mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal itu diterima dan disetujui siding dengan rencana akan mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut juga mengusulkan pembentukan perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam sebagai badan konsultatif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan syariah.

Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank embangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar Islam. Semua anggota OKI menjadi anggota IDB. Pada tahun awal pengoperasiannya IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya mengalami peningkatan dari 22 menjadi 43 negara.

3.      Islamic Research and Training Institute

IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai Negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, istitusi ini membangun sebuah institute riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dari bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI (Islamic Research and Training Institute)[13].

b)      Pembentukkan Bank-Bank Syariah[14]

Berdirinya IDB telah memotivasi Negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh serta Turki. Lembaga-lembaga tersebut dimasukkan dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi.

Bank-bank yang termasuk kategori pertama di antaranya:
1.      Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan),
2.      Kuwait Finance House,
3.      Dubai Islamic Bank,
4.      Jordan Islamic Bank for Finance and Investment,
5.      Bahrain Islamic Bank,
6.      Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir).

Adapun yang termasuk kategori kedua:
1.      Daar al-Maal al-Islami (Janewa),
2.      Islamic Investment Company of the Gulf,
3.      Islamic Investment Company (Bahama),
4.      Islamic Investment Company (Sudan),
5.      Bahrain Islamic Investment Bank (Manama),
6.      Islamic Investment House (Amman).

c)      Perkembangan Bank Syariah di berbagai negara dan di Indonesia.

Sebagaimana yeng telah disebutkan, bahwa perkembangan bank-bank Islam telah menyebar ke berbagai Negara, diantaranya adalah Pakistan, Mesir, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab, Malaysia, Iran, Turki dan sampai Negara Indonesia. Namun pemakalah hanya akan menjelaskan bagaimana perkembangan perbankan Islam di Indonesia.

Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada bulan November tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim[15]. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Sampai saat ini, terdapat setidaknya 3 institusi bank umum syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara bank umum yang telah memiliki unit cabang usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero), Bank Niaga dll. Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Di samping itu, dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan[16].

C.  Sistem Perbankan Syariah

Krisis ekonomi yang bermula terjadi pada sekitar tahun 1997 telah membawa bangsa dan negara Indonesia ke dalam jurang kebinasaan. Krisis tersebut tidak hanya berdampak pada kegiatan ekonomi semata, tetapi kemudian menjadi efek domino dan menjalar juga pada krisis di bidang lain. Krisis moral yang menyebabkan isu korupsi masih tetap menjadi konsumsi utama para pejabat dan pengusaha yang telah kehilangan moral mereka. Krisis akhlak yang mendorong terjadinya peristiwa-peristiwa memalukan yang tidak mencerminkan budaya dan kultur bangsa Indonesia yang terefleksikan dari beredarnya puluhan bahkan ratusan video-video dan gambar-gambar foto porno yang diperankan oleh anak-anak dan generasi bangsa ini. Krisis-krisis yang sangat banyak tersebut pada akhirnya mengakibatkan Indonesia jatuh ke dalam krisis multidimensi. Ilustrasi ini memberikan gambaran kebenaran ungkapan bahwa ”kefakiran (kemiskinan) akan membawa kepada kekafiran.”

Krisis multidimensi yang terjadi di Indonesia tersebut secara umum dipicu oleh krisis ekonomi yang membuat bangsa ini sekarat. Diawali dengan dilikuidasinya puluhan bank-bank yang beroperasi di Indonesia, kasus kredit macet di beberapa bank, dan kolusi serta korupsi dalam perbankan membuat era orde baru harus mengakhiri masa hidupnya.

Krisis perbankan tanah air tersebut membuat gejolak perekonomian di Indonesia kocar-kacir tidak karuan. Dalam situasi dan keadaan yang seperti ini, masyarakat pada akhirnya menyadari akan pentingnya mencari dan mengembangkan sistem ekonomi alternatif yang mampu mencegah terjadinya konsentrasi kekayaan di tangan segelintir kelompok orang.

Beberapa tahun kemudian, masyarakat mulai mengenal sistem perekonomian Islam dan perbankan Islam yang pada akhirnya menjadi sangat populer hingga sekarang. Menjamurnya bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya di Indonesia ini pada akhirnya berkembang dan mulai banyak diminati oleh masyarakat. Meskipun menggunakan label Islam di belakangnya, di beberapa daerah tertentu perbankan Islam ternyata mampu masuk dan diterima oleh kalangan non-muslim. Ilustrasi ini seolah menjadi pembenar ungkapan bahwa agama Islam adalah rahmat bagi semesta alam, bukan hanya untuk kaum muslimin semata.

Melihat cukup pesatnya perkembangan perbankan Islam di Indonesia tersebut pada akhirnya mendorong penulis untuk menyusun makalah ini. Melalui makalah ini penulis hendak memaparkan mengenai sistem perbankan Islam, bagaimana sejarah perkembangannya, serta hambtan-hambatan dalam pengembangannya ke depan di Indonesia.

Bank Syariah dan Bank Konvensional banyak orang mengatakan sama saja. Pemakalah setuju dengan anggapan bahwa Bank Syariah dan Bank konvensional sama tetapi kesamaannya tidaklah dalam semua hal, seperti bank syariah dan bank konvensional keduanya memiliki persamaan dalam menjalankan fungsi Bank yaitu menghimpun dana, mengelola dana, dan menyalurkan dana.[17] Bank Syariah memang sama dengan Bank Konvensional, namun Bank Syariah tidak bisa disamakan dengan Bank konvensional karena memang nampak jelas perbedaan antara bank tersebut.





  1. Perbandingan Bank Islam dan Bank Konvensional

Perbedaan mendasar antara bank Islam dengan bank konvensional secara umum terletak pada dua konsep, yaitu konsep imbalan dan konsep sistem-nya. Perbedaan konsep sistem antara bank konvensional dan bank Islam dapat dilihat dalam tabel perbandingan di bawah berikut.

BANK ISLAM
BANK KONVENSIONAL
  • Berdasarkan margin keuntungan
  • Memakai perangkat bunga dan atau bagi hasil
  • Profit dan falah oriented
  • Profit oriented
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
  • Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur – kreditur
  • Users of real funds
  • Creator of money suplly
  • Melakukan investasi – investasi yang halal saja
  • Investasi yang halal dan haram
  • Pengerahan dan penyaluran dana harus sesuai dengan syariah Islam yang diawasi oleh        Dewan Pengawas Syariah.
  • Tidak terdapat Dewan Pengawas Syariah atau sejenisnya

Sedangkan perbedaan konsep imbalan antara bank Islam yang menggunakan sistem bagi hasil / profit sharing dan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga / interest dapat dilihat dalam tabel berikut.

BUNGA (BANK KONVENSIONAL)
BAGI HASIL (BANK ISLAM)
  • Penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada untung rugi.
  • Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
  • Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan.
  • Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
  • Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
  • Bagi hasil tergantung pada keunungan proyek yang dijalankan. Sekiranya tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggng bersama oleh kedua belah pihak.
  • Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ”booming
  • Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
  • Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agma termasuk Islam.
  • Tidak ada yang  meragukan keabsahan keuntungan bagi hasil.

a)      Perbedaan dari segi akad dan aspek legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.

Definisi Akad
Secara bahasa, akad atau perjanjian itu digunakan untuk banyak arti, yang keseluruhannya kembali kepada bentuk ikatan atau penghubungan terhadap dua hal. Sementara akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan sesuatu yang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan.

Rukun Akad
Akad memiliki tiga rukun, yaitu:
a.)       Adanya dua orang atau lebih yang melakukan akad.

Dua orang atau lebih yang melakukan akad ini adalah dua orang atau lebih yang secara langsung terlibat dalam akad. Kedua belah pihak dipersyaratkan harus memiliki kelayakan untuk melakukan akad sehingga perjanjian atau akad tersebut diamnggap  sah.

b.)      Objek akad (transaksi).
Yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya.

c.)       Lafazh (shighat) akad.
Yang dimaksud dengan pengucapan akad itu adalah ungkapan yang dilontarkan oleh orang yang melakukan akad untyuk menunjukan keinginannya yang mengesankan bahwa akad itu sudah belangsung. Tentu saja ucapan itu harus mengandung serah terima (ijab-qabul).[18]

Akad-akad Dalam Bank Syariah

a.)     Antara Wa’ad dengan Akad
Fiqih Muamalah Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya. Sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yaitu pihak yang yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakn kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lain.

b.)     Akad Tabarru’ dan Tijarah
Akad Tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut non-for frofit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah Swt., bukan dari manusia namun demekian pihak pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkan untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahan,hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqaf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.

Ada tiga macam bentuk umum akad Tabarru’, yakni:

  1. Meminjamkan harta (uang)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa lagi jenisnya, setidaknya ada tiga jenis, yakni sebagai berikut. Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengnembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut dengan Qard. Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman mensyartakan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan rahn. Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, diman tujuannya adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang denagn maksud seperti ini disebut hiwalah.

  1. Meminjamkan Jasa
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi tiga jenis. Bila kita meminjamkan ‘diri kita’ (yakni, jasa keahlian atau keterampilan, dan sebagainya) saat ini untuk melakuakn sesuatu atas nama orang lain, mak hal ini diberi nam wakalah. Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut dengan akad wadi’ah. Ada variasi lain dari akad Wakalah,yakni contingent wakalah ( wakalah bersyarat). Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakuakan sesuatau atas nama orangn lain, jika terpenuhi kondisinya, atau jika ssuatu terjadi.Wakalah bersyarat ini dsalam terminologi fiqih disebut sebagai akad kafalah.

  1. Memberikan Sesuatu
Yang termasuk kedalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah,wakaf, shadaqah, hadiah dan lain-lain. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberiakn sesuatu kepada orang alin. Bila penggunanya untuk kepentingan umum dan agam. Akadnyana dinamakan Wakaf . obyek wakaf ini tidak boleh diperjaulbelikan begitu dinyatakan sebagai aset wakaf .[19]



Akad tijarah
Akad tijarah/muaawadah (compensational contrac) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakuakn dengan tujuan mencari keuntungan karena itu bersifat komersial. Contoh kad tijarah adalah akd-akad investasi, jual beli, sewa-menyewa. Dan lain-lain.

  1. Faktor-Faktor Penghambat Perkembangan Perbankan Islam
Diantara faktor penghambat keberlangsungan bank Islam adalah faktor kelemahan yang terdapat di dalam bank Islam itu sendiri. Diantara faktor penghambat bank Islam yaitu:

a)         Dengan sistem islami atau syariah, maka bank Islam terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur. Dengan demikian bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayan dari bank Islam. Hal ini akan menjadi hambatan berlangsungnya bank Islam jika bank Islam itu sering kecolongan akan nasabah yang membandel dan nakal. Atau kalau tidak, maka bank Islam itu justru karena terlalu hati-hatinya memilih nasabah, maka berakibat sedikitnya keuntungan yang diperolehnya sehingga berimbas pada terhambatnya laju pertumbuhan bank Islam itu sendiri.

b)        Dengan penerapan sistem bagi hasil, maka akan lebih diperlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya di bank tidak tetap. Sehingga bisa terjadi potensi salah hitung. Kesalahan hitung dalam proses rumit ini, apabila sering terjadi, maka akan membuat para nasabah lari dari bank Islam tersebut.

c)         Karena bank Islam menerapkan bagi hasil, maka bank Islam lebih memerlukan tenaga dan pikiran yang ekstra dibanding dengan bank konvensional. Hal ini dimaksudkan agar bank Islam tidak salah dalam menilai kelayakan suatu pembiayaan tertentu. Dalam kasus ini sekali lagi, apabila bank Islam tidak pandai-pandai menilai prospek dan kelayakan pembiayaannya maka bisa berakibat kerugian terhadap pembiayaan itu dan secara otomatis berakibat kerugian pada bank Islam itu sendiri.

d)        Problematika biaya dan profitabilitas. Bank Islam bekerja dengan aturan yang sangat ketat dan memilih investasi yang halal dan sesuai syariah saja. Implikasinya adalah bank Islam harus melakukan supervisi dan terkadang mengelola secara langsung operasional suatu proyek yang didanainya. Ini dilakukan untuk mereduksi pengeluaran manajerial. Akibatnya, bank Islam harus memikul biaya tambahan yang tidak pernah terdapat pada pembukuan bank-bank berasas bunga. Bank Islam pun harus mampu meminimalisir potensi kerugian dari investasi mudarabahnya dan mengamankan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank-bank riba. Hal ini menyebabkan bank Islam terdorong untuk mencari proyek yang segera memberikan keuntungan. Long gestation project (proyek dengan masa menunggu yang lama) dan proyek infrastruktur adalah proyek-proyek yang kurang menarik minat perbankan Islam, dimana bank Islam harus membayar keuntungan yang besar setiap tahun terhadap simpanan.
e)         Minimnya sumberdaya manusia yang memahami secara komprehensif segala hal yang berkaitan dengan industri perbankan syariah. Sehingga dalam prakteknya, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan aktivitas transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.

f)         Belum adanya suatu Bank Sentral Syariah sebagai penyokong selaiknya Bank Indonesia yang menjadi bank-nya lembaga-lembaga perbankan yang mampu memerankan diri seperti peran Bank Indonesia tetapi dengan prinsip Islam.

D.  Penutup

Bank Islam dalam perkembangannya sampai sekarang ternyata mampu memberikan bukti nyata kepada dunia tidak hanya sekedar membuktikan eksistensinya tetapi juga mampu memberikan keuntungan dan prospek yang menjanjikan. Badai krisis ekonomi yang menyerang negara-negara di belahan dunia  hingga hari ini belum mampu menggoyahkan keberadaan bank Islam. Akan tetapi justru sebaliknya, bank Islam mampu meningkatkan asetnya setiap tahun. Bank Islam mampu memikat banyak bank konvesional untuk ikut terjun dalam sistem ekonomi islami ini.

Namun demikian, perkembangan perbankan Islam bukannya tanpa cela. Masih banyak kekurangan dan kelemahan serta hambatan-hambatan yang masih harus dilewati untuk mewujudkan cita-cita perbankan Islam yaitu menghapus sistem ribawi atau konsep bunga. Masih banyak transaksi-transaksi dan pembiayaan-pembiayaan yang belum bisa diterapkan secara murni syariah atau murni islami, hal ini karena lemahnya pengawasan dan kontrol dari dewan pengawas syariah. Oleh karena itu, pengembangan perbankan syariah tidak boleh hanya dibebankan di pundak para pelaku bank Islam, peran setiap muslim sangat dinantikan agar sistem perbankan Islam akrab dan dipahami secara benar oleh publik. Dengan demikian akan tercipta sinergi institusi dalam pengembangan perbankan syariah di masa sekarang dan mendatang.









[1] dunia.news.viva.co.id/read/345975-atasi-krisis-pm-yunani-pikirkan-jual-pulau. Diakses pada hari kamis, 22 September 2012. Pukul 12.47 CLT.
[2] Wikipedia.org/wiki/Bank. Diakses pada hari kamis, 22 September 2012. Pukul 1.30 CLT.
[3] Sejarah Perbankan Syariah.pdf. Hal.19
[4] Ibid. Hal. 20
[5] Ibid. Hal.20
[6] Ibid. Hal.20
[7] Adiwarman Karim, Bankir Yahudi pada Zaman Abbasiyah, Ekonomi Islam Suatu
Kajian Kontemporer, Gema Insani Press, Jakarta, 2001
[8] Kliring adalah pertukaran warkat (cek, bilyet giro/surat pemindah bukuan rekening nasabah, nota kredit, nota debit)
[9] Sejarah Perbankan Syariah.pdf, Op. cit., Hal. 23
[10] Syafii Antonio, Bank Islam dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta, Cet. XII, 2008, hal. 18
[11] Ibid., hal. 19
[12] Ibid., hal. 19
[13] Ibid., hal. 21
[14] Ibid., hal. 21-22
[15] Ibid., hal.25
[16] www.bi.go.id/ diakses pada hari sabtu, 22 September 2012. Pukul 12.30 CLT
[17] Abu Muhammad Dwiono Koesen Al-Jambi, Selamat Tinggal Bank Konvensional, CV Tifa Surya Indonesia tahun 2010, hlm. 39
[18] Prof.Dr. Abdullah Al-Mushlih dan Prof.Dr.Shalah Ash- Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.Darul Haq: Jakarta, 2004. Hlm. 26-29
[19] M. Nadratuzzaman Hosen. Dkk. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES). Jakart. Hlm.87-89

Tidak ada komentar:

Posting Komentar