Rabu, 29 Juni 2011

Piagam Azhar:”Islam adalah Negara Madani, Tidak Kenal Negara Agama”



Al-Azhar sebagai sumber dan pusat keilmuan islam kembali menunjukkan peran dan kedudukan besarnya di dunia khususnya di Mesir. Ada dua hal fundamental yang Al-Azhar berikan untuk Mesir pasca revolusi. Pertama adalah mendirikan “Bait Al-‘Alilah atau Rumah Keluarga”, yang bergerak di bidang usaha pembinaan social dan pemersatu masyarakat, menyelesaikan serta menghentikan sektarian yang muncul di Mesir yang berusaha menyebarkan dan menyulut api fitnah, perpecahan dan kekacauan. Kedua adalah mengesahkan “Watsiqah Al-Azhar atau Piagam Azhar” , sebagaimana yang disampaikan Grand Syekh Azhar Prof. DR. Ahmad Thayyeb, piagam ini berisi tentang arah negara Mesir ke depan, khususnya bentuk dan sistem negara Mesir. Salah satunya adalah menyetujui Mesir dengan sitem Demokrasi yang berdiri di atas Dustur atau Konstitusi dan Undang-Undang Dasar yang diridhoi oleh seluruh rakyat Mesir, yaitu pemisahan kekuasaan dan lembaga-lembaga kekuasaan yang ada yang diatur dan dibatasi oleh hukum, menjamin dan melindungi hak-hak dan kewajiban seluruh rakyat dengan adil, dan berpegang dengan Islam dan budaya Arab yang baik.


Piagam ini merupakan hasil dari follow up dialog antar cendikia, ulama, ilmuwan, negarawan, pemikir Mesir mengenai pemikiran dan keagamaan yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kedamaian Mesir pasca revolusi yang meletus 25 Januari lalu. Piagam ini menyatakan bahwa Islam tidak mengenal di dalam syari’at, peradaban, dan sejarahnya Negara Agama yang berkuasa penuh atas rakyat, seperti kekuasaan absolut Kristen beberapa abad lalu yang segala urusan diatur oleh pendeta yang merupakan tangan Tuhan. Bahkan Islam memberikan kebebasan bagi manusia untuk mengatur urusan sosial dan tata Negara demi mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan mereka, akan tetapi dengan syarat bahwa prinsip-prinsip dasar dan universal Syariat Islam menjadi sumber utama dalam perundangan Negara tersebut (dalam setiap pembuatan undang-undang tidak boleh berentangan dengan syariat Islam yang integral) dan memberikan kebebebasan pada warga non muslim menjalankan syariat mereka dalam urusan ahwal syakhsiyah.

 Karena itu, Negara disebut Negara Islam jika hukum utama dalam suatu Negara tersebut sesuai dengan nilai-nilai prinsip Islam, tidak peduli dengan bentuk Negaranya apakah kerajaan, dinasti, republic, atau menggunakan system demokrasi dan sebagainya dan selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’at Islam. Karena Islam dan syariatnya memeliki keistimewaan dengan agama-agama lain. Hanya Islam yang mengatur masalah muamalah manusia dengan sempurna dan menyeluruh. Sedangkan agama-agama lain hanya mengatur sebatas ibadah. Tentunya sumber hukum Syariat Islam tersebut sesuai dengan pemahaman yang shahih atau benar, mengingat banyak orang-orang yang minim pemahaman Islam berbicara dengan mengatasnamakan Islam sehingga terjadi kesalahan dalam mempersepsikan syariat Islam.

Islam hanya mengenal Negara Madani, sebagimana yang telah Muhammad Rasulullah SAW dan Khulafa’ Ar-Rasyidin praktekkan 14 abad lalu.

http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/06/26/piagam-azharislam-adalah-negara-madani-tidak-kenal-negara-agama/

Soeharto dan Husni Mubarak, Kembar tapi Beda

 

Mengenai revolusi di Mesir, ternyata ada banyak persamaan antara pemerintahan Soeharto di Indonesia dengan Mubarak di Mesir. Meski pun begitu, ada beberapa perbedaan antara keduanya. Ingin mengetahui lebih lanjut? Ikuti tulisan di bawah ini.


Bentuk Persamaan:
1.       Soeharto dan Mubarak sama-sama Jendral Militer.
2.      Sama-sama memimpin selama tiga decade, Soeharto (1968 s/d 1998), Mubarak (1981 s/d 2011).
3.      Sama-sama lengser karena revolusi para rakyat yang umumnya adalah pemuda.
4.      Sama-sama Raja Korupsi, walau di Indonesia lebih parah sampe ke anaknya yang mengintervensi sebagian besar transaksi bisnis dan perdagangan penting.
5.      Sama-sama berharap mewariskan kursi presiden ke anaknya walau pupus di tengah jalan.
6.      Kekuasaan ada pada satu lembaga atau satu tangan yaitu Presiden.
7.      Sama-sama melakukan praktek pengaturan suara dalam pemilu baik legislative maupun eksekutif.
8.      Hmmm,,,sama-sama udah gaek dan beruban serta sakit-sakitan.
9.      Sama-sama ada perkelahian etnis atau agama pasca revolusi.

 Bentuk Perbedaan:
1.      Situasi di Indonesia lebih sulit dan kompleks dibanding Mesir, mengingat banyaknya pulau (17 ribu pulau dan 6000 yang dihuni), etnis dan keragaman suku, budaya dan agama di Indonesia menyebabkan banyaknya perang etnis serta kemunculan kaum separatis. Akibatnya pasca reformasi banyak terjadi perang etnis di Indonesia, contohnya Suku Dayak dengan Madura, perang Kristen dengan Islam di Poso, kaum separatis di Aceh, Maluku, Papua dan Timor-Timur. Berbeda dengan Mesir yang dengan cepat menyelesaikan konflik agama, etnis dan mazhab.
2.       Dari no 1, kita dapat mengetahui bahwa Soeharto ketika itu memakai system sentralisasi sedangkan Mubarak di Mesir mengunakan system desentralisasi.
3.      Keadaan ekonomi Mesir relative stabil disbanding dengan Indonesia yang jauh merosot tajam.
http://sosok.kompasiana.com/2011/06/29/soeharto-dan-husni-mubarak-kembar-tapi-beda/http://sosok.kompasiana.com/2011/06/29/soeharto-dan-husni-mubarak-kembar-tapi-beda/

Bangkitkan Jiwa Rakyat Indonesia Lewat Film Kolosal



Semua kompasianer pasti tahu Ip Man bukan? Ksatria China yang berjuang melawan imperialis dan colonial Jepang, pendekar China yang menguasai teknik wingchun. Semua kompasianer juga pasti tahu dengan Wong Fei Hung (bener gak ya tulisannya? Hehe), pahlawan China dan bapak kungfu dunia. Dan mungkin masih banyak pahlawan-pahlawan China yang kita ketahui detai dengan sejarah-sejarahnya. Dan darimanakah kita tahu? Tentu dari film-film epic kolosal China yang mengkisahkan mereka.


Namun, saya tidak akan berlama-lama di pahlawan dan film China ini. Saya ingin berlama-lama dengan perfilman Indonesia. Hmm, rasanya semua udah pada tahu bagaimana arah dan orientasi perfilman di Indonesia saat ini. Kalo tidak horror ya cabul, bener gak? Walau ada satu-satu film kolosal Indonesia, seperti Sang Pencerah. Kalau dulu jaman 90-an, (saya masih kecil) mungkin kita pernah nonton Cut Nyak Dien, Si Pitung, Fatahillah dan Sunan Wali Songo. Tapi sekarang? Sangat jarang, padahal film epic kolosal ini sangat bagus dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Coba bagaimana perasaan anda sehabis nonton film Sang Pencerah? Bagi Muslim Indonesia pasti bangga dan semangatnya berapi-api serta tercerahkan. Bagaimana seandainya dibuat film kolosal Gajah Mada, Diponegoro, Imam Bonjol, dan pahlawan-pahlawan super Indonesia lainnya? Bisa dipastikan jiwa-jiwa kebanggaan sebagai warga Indonesia dan jiwa keberanian akan semakin tumbuh dan besar. Bukannya jiwa-jiwa penakut akibat nonton film suster ngesot, jiwa-jiwa daan pikiran kotor akibat nonton Miyabi Naik Delman dsb.

Memang, kendala pembuatan film epic kolosal membutuhkan dana yang sangat besar, tapi kita harus akui apalah arti uang besar jika  dibanding dengan jiwa-jiwa pemuda dan rakyat Indonesia yang besar dan percaya diri seperti tingginya kepercayan diri orang China? Lihatlah China sampai saat ini mampu menguasai ekonomi dunia, karena apa? Karena kepercayaan diri mereka yang tinggi, jiwa-jiwa dan mental mereka yang besar. Disebabkan apa? Karena mereka selalu memegang teguh prinsip dan nilai luhur kebudayaannya. Contoh lain adalah Jepang, secanggih apa pun jepang, mereka tidak pernah menanggalkan kebudayaan dan melupakan sejarah mereka.

Sekarang, saatnya sineas-sineas Indonesia berkreasi dan berkontribusi untuk bangsa, jangan hanya ingin meraup keuntungan dana, tapi merugikan jiwa rakyat Negara. Dari pihak pemerintah juga harus ada kucuran dana bagi sineas-sineas Indonesia yang ingin membuat film epic kolosal pahlawan atau sejarah besar Indonesia. Ingat!!! Kita juga bangsa besar, tak ada bedanya dengan China dan Jepang! Banggakan budaya dan sejarah Negara sendiri, ngapain bangga-banggain budaya dan sejarah Negara lain! Cukup kita mengambil nilai-nilai kebaikan dari kebuyaan Negara lain.

Selesai ditulis 02.45 waktu Cairo, 27 Juni 2011.

Potret Pendidikan Indonesia: “Yang Benar yang Jadi Korban”



Sepertinya sudah menjadi sunatullah bahwa dimana ada kebenaran di situ ada kejahatan, dimana ada kejujuran di situ ada kebohongan. Miris, mungkin ini kata yang tepat untuk mengomentari apa yang sedang terjadi di negeri ku. Walau aku jauh di sini, tapi hati dan pikiran ku selalu memikirkan mu wahai negeri ku. Bulan lalu, sempat terjadi kasus menghebohkan, Siami, seorang Ibu siswa SD di Surabaya mengadu ke Dinas Pendidikan Surabaya bahwa anaknya disuruh oleh salah seorang guru bahkan dari kepala sekolah untuk memberikan contekkan kepada siswa lain ketika Ujian Nasional.


Beruntung dan Alhamdulillah, pemerintah kota Surabaya segera membentuk tim independen untuk mengusut kecurangan dalam UN tersebut. Dari temuan tim, terbukti salah satu SD di kota besar itu (moga tidak di seluruh Indonesia) telah terjadi praktek contek masal. Alhasil, kepala sekolah dan beberapa guru tersebut didepak dari sekolah tanpa hormat. Hmm,,, moga pemerintah Surabaya melakukan ini dengan niat ikhlas bukan cuma sekedar memperbaiki citra pendidikan di kota nya, mengingat berita skandal contek massal di SD tersebut sudah terlanjur tersebar media karena kejujuran Siami di tengah kebohongan jama’ah yang menyelimuti institusi pendidikan di sana (moga tidak di seluruh Indonesia).

Kemudian dimana letak mirisnya? Letak yang sangat membuat saya miris mungkin juga anda adalah masyarakat atau warga sekitar SD tersebut melakukan aksi tidak bertanggung jawab kepada Siami. Siami yang seharusnya mendapat dukungan atas keberaniannya mengatakan yang haq/benar justru menjadi bulan-bulanan warga sekitar, Siami yang jujur justru dipersalahkan karena telah menyebabkan guru dan kepala sekolah SD tersebut dipecat serta telah mencoreng nama baik daerah tersebut. Bahkan dalam berita Siami yang meminta maaf atas perbuatannya. Yang jujur malah menjadi korban, sungguh ironis. Sudah separah inikah potret pendidikan negeri ku?

Sungguh berbeda 180 % dengan ujian di tempat ku menimba ilmu sekarang, Al-Azhar, Mesir. Jangankan mencontek, ketahuan sedikit melirik kertas ujian bisa langsung dirobek di tempat tanpa ada kata ampun. Tapi di negara ku tercinta, si guru yang sudah berpuluh-puluh tahun mendapat pendidikan, dengan tanpa bersalah dan berdosa membolehkan praktek haram dan kecurangan bahkan sampai menyuruh siswanya yang masih lugu dan bersih untuk melakukan hal-hal kotor yang dilarang baik secara norma sosial atau agama. Guru macam apa itu, begitu juga warga yang tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dibela dan mana yang harus dilawan. Mau dikemanakan bangsa Indonesia jika guru-guru seperti masih berkeliaran di daerah-daerah kita? Mau dikemanakan Indonesia jika warga nya masih berpikiran dan berperilaku seperti ini? Apakah pendidikan negara ini ingin terus mencetak Gayus-gayus baru? Melinda-melinda baru? Nazaruddin-nazaruddin baru? Mafia-mafia pemerintahan baru? Ya Rabb, moga itu semua hanya mimpi.
Salam rindu dari Cairo as always.

Rabu, 15 Juni 2011

Tak Satu pun Siswa dan Alumni Azhar Terlibat Terorisme



Salah satu stasiun televisi di Mesir, pernah mengadakan dialog yang mengundang Mufti Mesir, Prof. Dr. Syekh Ali Jum’ah. Dialog terebut membicarakan seputar syubhat-syubhat orientalis dan tuduhan-tuduhan barat terhadap Islam. Mulai dari masalah poligami dan hukuman zina dalam Islam hingga masalah terorisme.


Dengan bijak serta logika yang cemerlang Mufti Ali Jum’ah menjawab syubhat-syubhat tersebut. Mengenai poligami, Mufti mengatakan seluruh agama di bumi ini membolehkan poligami kecuali Kristen. Yahudi, Budha, Hindu, dan lainnya membolehkan poligami hingga sekarang. Bahkan Kristen pun dalam kitab-kitab kuno mereka membolehkan poligami, namun terjadi perubahan ketika Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun 1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang. Islam membolehkan poligami namun dibatasi yaitu 4 istri. Islam membolehkan poligami karena dengan poligami wanita dapat memiliki hak rumah tangga dan pernikahan serta waris, memiliki status yang jelas, memiliki suami yang jelas, anaknya juga memiliki bapak yang jelas dan memiliki nafkah yang jelas.

Mengenai hukuman rajam (melempar batu hingga mati pada orang yang sudah menikah namun berzina dengan orang lain), Mufti Ali Jum’ah menjawab, sudah seribu tahun belum pernah terjadi hukuman rajam ini dalam Islam, begitu juga di Mesir. Mengapa? Karena hukuman ini memiliki syarat yang sebenarnya hampir mustahil untuk terpenuhi, ini disebabkan Islam sebenarnya tidak ingin manusia dihukum dengan hukuman rajam yang terlihat kejam tersebut. Adapun syarat agar pelaku zina yang sudah menikah dikenakan hukuman rajam adalah jika ada 4 orang saksi yang melihat secara langsung batang kemaluan laki-laki masuk ke dalam kemaluan wanita. Dan ini sangat mustahil terjadi kecuali si pelaku zina melakukan zina secara terbuka dan terang-terangan dan membiarkan orang lain melihatnya seperti halnya binatang, bahkan binatang semisal kucing terkadang mencari tempat yang sepi untuk melakukan itu. Karena itu, orang yang melakukan perbuatan binatang maka pantas dihukum dengan hukuman binatang agar tidak ada manusia atau orang lain yang berani melakukan zina secara terbuka. Apa jadinya dunia jika diisi oleh manusia seperti ini?

Kemudian masuklah masalah teroris. Syekh Mufti Ali Jum’ah menjawab tindakan teror ini akibat pemikiran yang salah terhadap Islam. Kebanyakan pelaku teror adalah orang-orang yang belajar teknik, geologi, biologi, kedokteran, bahkan agama di negara-negara sekuler seperti Amerika dan Eropa atau di negara Arab yang memakai sistem sekuler dalam pendidikannya. Seperti Muhammad Atta pelaku bom 11 september 2001 WTC yang merupakan alumni Technical University of Hamburg, Jerman. Al-Zawahiri pelaku bom 11 sepetember juga merupakan Profesor Medis di Universitas Cairo, Mesir. Osama bin Laden pemimpin Al-Qaeda juga merupakan jebolan Universitas King Abdul Aziz di Saudi bidang teknik sipil. Dan kalau kita lihat pelaku bom di negara kita juga sama, mastermind pelaku bom Bali dan JW Marriott, Dr. Azhari Husin adalah jebolan Universitas Reading di Inggris bidang valuasi properti (property valuation).  

Syekh Ali Jum’ah mengatakan walau pun Al-Zawahiri dan Osama bin Laden bukan jebolan dari Barat, tapi mereka belajar dengan metodologi barat di tempat studinya, tidak dengan menggunakan metodologi Islam seperti Universitas Azhar. Karena itulah mengapa tidak satu pun didapati orang yang menempuh pendidikan di al-Azhar terlibat dalam terorisme atau memiliki pemikiran seperti Osama dan Zawahiri. Saat ini 400 ribu siswa Azhar yang sedang menempuh pendidikan dan sekitar 20 juta alumni Azhar yang tersebar di dunia, dan tak satu pun dari mereka menjadi teroris.

Rabu, 08 Juni 2011

Pak habibi, We Love and Proud of You “Kisah Inspiratif Habibie”



Kemarin malam 6 Juni 2011 adalah hari yang tak kan terlupakan oleh ku, untuk kedua kalinya sejak ku bertemu manusia super itu di kala kecil. Ketika aku berumur 8 tahun, aku dengan ayah ku tercinta menghadiri acara ulang tahun dirgantara yang memamerkan atraksi pesawat. Di tengah-tengah kerumunan orang-orang penting, dan suara pesawat yang berlalu lalang berputar-putar bak halilintar aku melihat sosok manusia yang sangat menginspirasi ku dari kejauhan. Namun kini, aku dapat melihatnya dan bertatap muka dari jarak dekat, begitu dekat. Dia adalah Prof. Dr. Ing. B J Habibie, yang diumur 24 tahun meraih master, dan meraih doktor pada umur 28 tahun.

Eyang, begitulah ia memperkenalkan dirinya pada kami, mahasiswa Indonesia di Mesir dalam acara dialog umum dengan tema “Indonesia Pasca Reformasi dan Peran Lulusan Azhar”. “Saya sudah berumur 75 tahun, jadi panggil saya dengan Eyang”, ucap beliau dengan senyuman indah. Kami, seluruh mahasiswa merasa begitu dekat dengan beliau, dengan ketawadhu’an Pak habibi meminta izin pada kami untuk berdiri, padahal hampir semua hadirin dalam keadaan duduk. Inilah presiden kita tahun 1998-1999 yang mampu menekan inflasi saat Indonesia diterpa gejolak politik dan ekonomi, presiden kita yang satu-satunya pakar teknologi. Sebelum itu, sempat diputar lagu Nasioanal Indonesia Raya, hmm… sudah 2 tahun aku tidak menyanyikan lagu ini, sungguh menggetarkan jiwa dan raga.

Sebelum acara dialog ini, beliau sempat menghadiri diskusi yang disiarkan secara live oleh salah satu stasiun televisi terkenal di dunia Al-jazeera selama 5 jam. Acara dialog ini lebih banyak bercerita, Pak habibi banyak mengkisahkan kisah hidupnya yang sangat menggugah. Diantara yang terekam lekat otak ku adalah sebagai berikut:

“Jika Allah memanggilku dan bertanya padaku, wahai Habibie pilihlah salah satu dari pilihan ini. Mana yang kau pilih antara Ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek) atau iman dan takwa(Imtak). Maka dengan seketika saya menjawab Imtak, namun ternyata Allah memberikan dua keistimewaan itu pada saya”

Semua hadirin bertepuk tangan, bangga dan salut dengan orang tercerdas di Indonesia ini. Di balik kecerdasannya ternyata beliau adalah orang yang religius, kecerdasan tidak menjadikannya lupa pada siapa yang telah menciptakan dan memberikan anugerah otak jenius padanya. Ia bahkan rutin menjalankan puasa senin dan kamis, sebagai mana kisah percakapannya dengan Pak Soeharto:

“Ayolah Habibi, buat pesawat di sini (Indonesia), kapal, rel kereta, dan lain-lainnya agar orang Amerika dan Eropa itu tidak meremehkan Islam, karena dalam pandangan mereka Islam adalah penghambat kemajuan teknologi di negara ini, rayu Pak Harto. Kemudian Pak Habibi menjawab, kenapa saya? Bukankah ada yang lebih tua dari saya? Karena saya tahu kamu seperti apa, kamu orang yang sholeh, puasa senin dan kamis tidak pernah tinggal, lihat saja nama mu, Baharudin Jusuf habibi, tapi ingat, kamu boleh buat dan bangun apa saja di negara ini, asal jangan buat revolusi, tambah Pak Harto”.
Dalam suatu forum perkumpulan para ilmuwan, Habibi pernah ditanya apa beda Islam, Yahudi, dan Kristen? Habibi menjawab:

“Yang terpenting dari agama itu ada 2 pertanyaan; Pertama, Allah/Tuhan itu siapa? Kedua, Allah/Tuhan itu untuk siapa? Kalau Islam jelas, yang pertama Allah/ Tuhan itu tidak punya anak, saudara, ayah, dan ibu dll. Yang kedua, Allah itu untuk seluruh makhluk hidup, siapa saja yang percaya atau tidak percaya.”

Jawaban singkat dan padat, pertanyaan dan jawaban pertama adalah untuk membedakan Islam dengan Kristen, karena dalam Kristen ada Tuhan bapak, ibu dan anak. Sedangan pertanyan dan jawaban kedua adalah untuk membedakan Islam dengan Yahudi, karena bagi Yahudi, Tuhan itu hanya untuk orang Yahudi yang keluar dari rahim ibu Yahudi saja.

Suatu hari beliau pernah mendapat penghargaan, dia adalah satu-satunya orang muslim, mungkin orang asia yang mendapatkan penghargaan tersebut. Ketika akan memberikan kata sambutan beliau mengucapkan salam didepan para ilmuwan dan orang-orang penting yang hampir seluruhnya adalah beragama non Islam, kecuali istrinya Alm. Ibu Ainun.

“Bismillahirrahmanirrahiim, Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh”

Kemudian ia melanjutkan sambutannya dengan menyampaikan bahwa pendidikan itu adalah hak seluruh warga dunia, tidak ada alasan dikriminasi terhadap ilmu pengetahuan, kaya, miskin, ras atau segala macam lainnya. Begitulah kira-kira yang ia sampaikan.

Selesai ia sambutan, seluruh hadirin berdiri dan bertepuk tangan takjub.

Acara selesai, para wartawan rebutan menghampiri Habibie. Ada wartawan BBC, kalau tidak salah menanyakan “Saat organisasi ilmuan ini didirikan, saat itu anda berada dimana? Dan sedang apa?”

Habibie menghitung mundur, organisasi itu telah berdiri 50 tahun yang lalu. Rupanya waktu itu baru berusia 8 tahun. Ia pun menjawab pertanyaan wartawan tadi.

“waktu itu saya masih usia 8 tahun, tinggal disebuah rumah yang kiri kanan nya adalah hutan, jika waktu itu didirikan jam 8 pagi waktu setempat, maka saat itu di daerah saya pukul 10 malam. Saat itu saya sedang mengaji.”

Spontan wartawan itu berkata “incredible (luar biasa).”

Subhanallah! Rupanya pendidikan agama itu telah ditanamkan orang tuanya sejak ia kecil. Dan pendidikan itu rutin ia lakukan sehingga ia hapal betul apa aktifitasnya sehari-hari.

Habibie bercerita juga tentang sosok istrinya. “dua ibu yang menjadi rahasia kesuksesan saya adalah Ibu saya dan Ibu yang mendampingi hidup saya (maksudny adalah Ibu Ainun)” cerita beliau.

Tradisi membaca Al Qur’an menjadi aktifitas yang tak tertinggal dalam sosok ibu Ainun. Beliau selalu menemani sang suami dalam aktifitas dan kerjanya.

“Kalau saya sibuk dalam aktifitas, tidak ada kedengaran musik atau lagu rock. Yang terdengar hanya suara istri saya mengaji. Beliau selalu menunggu saya sambil membaca alqur’an, sedangkan saya sibuk mengerjakan proyek.”

Mungkin aku satu dari ribuan mahasiswa yang hadir yang takjub dan kagum dengan beliau. Beruntung Indonesia memiliki beliau, kalau tidak, mau dikemanakan muka Indonesia dan umat muslim.

Mungkin kalau boleh saya mengusulkan, beliau diberi gelar bapak teknologi Indonesia. Habibi… oh Habibie… moga ilmu mu untuk Indonesia dan dunia adalah amal jariah besar mu. Moga nanti kau ready to go His paradise to see your wife again. We love and proud of you.