Selasa, 31 Juli 2012

Fatwa-fatwa Darul Ifta Mesir Seputar Puasa


1. Apakah hukum mencium istri ketika puasa?
Jawab: Mencium istri ketika puasa dengan syahwat hukumnya makruh menurut jumhur ulama. Tapi, apabila mencium istri tersebut menyebabkan keluarnya mani, maka mencium istri ketika itu hukumnya haram.  Dan dibolehkan mencium istri jika dimaksudkan hanya untuk kasih sayang tidak dengan syahwat. Dari Aisyah RA, ia berkata: bahwasanya Rasulullah SAW mencium (istrinya) ketika sedang berpuasa. (HR. Bukhari Muslim)

2. Apakah hukumnya orang yang mati ketika sedang menjalankan ibadah puasa wajib?
Jawab: Orang yang mati ketika sedang menjalankan ibadah puasa wajib, maka ahli warisnya wajib mengeluarkan fidyah/denda atas puasa tersebut dari harta peningglan si mayit, adapun fidyahnya adalah member makan fakir miskin. Jika si mayit tidak punya harta maka anak2nya, atau kerabatnya yg harus mengeluarkan fidyah.

3. Apakah hukumnya meneteskan obat di hidung atau telinga ketika puasa?
Jawab: Meneteskan obat ke hidung dan telinga ketika puasa hukumnya merusak dan membatalkan puasa jika obat tersebut menembus radang atau selaput otak dan syaraf.

4. Apakah menyuntik otot untuk menambah kekuatan atau pengobatan membatalkan puasa?
Jawab:  Menyuntik otot untuk pengobatan atau menambah kekuatan tidak membatalkan puasa, karena salah satu syarat batalnya puasa adalah masuknya sesuatu melalui lubang/jalan yang biasa/alami seperti mulut, telinga dll ke dalam perut.Sedangkan menyuntik otot tidak menlewati lubbang atau jalan alami tersebut, dan masuknya suntikan tersebut ke tubuh melewati pori-pori kulit.

5. Apakah hukumnya berbekam atau mendonor darah ketika puasa?
Jawab: Jumhur/Mayoritas ulama mengatakan bahwa berbekam atau tranfusi darah ketikah puasa hukumnya boleh dan tidak membatalkan puasa. Karena yang membatalkan puasa adalah memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui lubang alami, sedangkan bekam dan transfuse darah adalah mengeluarkan sesuatu dari tubuh, maka hukumnya sama seperti buar air kecil atau besar ketika puasa.

6. Apakah hukumnya wanita yang meminum obat pencegah haid selama 1 bulan penuh agar dapat berpuasa ramadhan secara penuh?
Jawab: Boleh hukumnya meminum obat pencegah haid selama 1 bulan bagi wanita dengan syarat tidak menyebabkan mudarat atau penyakit secara kedokteran. Sedangkan yang paling afdhal atau sebaiknya adalah tidak melakukan hal tersebut.

7. Apakah hukum melakukan cek atau pemerikasaan kemaluan wanita (vagina) ketika puasa?
Jawab: Cek kemaluan wanita dengan cara memasukkan alat kedokteran ke dalamnya menurut mayoritas ulama adalah membatalkan puasa. Sedangkan menurut mazhab Maliki yang berpendapat bahwa memasukkan sesuatu ke dubur atau kemaluan wanita tidak membatalkan puasa, maka cek kemaluan tersebut tidaklah membatalkan puasa.
Karena itu siapa yang benar-benar sangat membutuhkan untuk cek kemaluan ketika puasa untuk mengambil pendapat mazhab Maliki, akan tetapi sebagai kehati-hatian sebaiknya mengganti puasanya di hari dan bulan lain.

8. Apakah hukumnya onani ketika dalam keadaan puasa?
Jawab: Menurut jumhur/mayoritas ulama bahwa onani atau menegluarkan mani dengan tangan membatalkan puasa. Sedangan menurut Ibnu Hazm Az-Zhahiri dan Abu Qasim al-Hanafi berpendapat bahwa onani tidak membatalkan puasa. Akan tetapi yang benar adalah pendapat jumhur, karena memasukkan batang kemaluan laki2 ke dalam kemaluan wanita sekalipun tanpa mengeluarkan mani hukumnya membatalkan puasa, karena itu mengeluarkan mani dengan syahwat dengan cara onani lebih membatalkan puasa.

Minggu, 15 Juli 2012

Lembaga Fatwa Mesir: Haram Bawa Senjata, Menggunakan dan Meniagakannya


Lembaga Fatwa Mesir mengeluarkan fatwa haram membawa, menggunakan, mmperjualbelikan, memproduksi senjata tanpa izin atau lisensi dari Negara. Darul Ifta merekomendasikan bahwa siapa yang benar-benar butuh akan senjata karena kondisi yang mengharuskan harus mendapat lisensi dari Negara. Dan harus mematuhi ketentuan dan aturan yang diwajibkan kepada pemilik senjata. Apabila pemilik senjata tidak menggunakan senjata sesuai ketentuan dan aturan yang ditetapkan Negara dan untuk yang diharamkan, maka ia dianggap berdosa secara syar’I.

Fatwa ini dikeluarkan untuk menjaga maslahat,jiwa dan stabilitas kemanan baik untuk individu atau sosial masyarakat yang sesuai dengan maksud atau tujuan Syariat. Fatwa ini juga berguna untuk mencegaj terjadinya mudharat dan bahaya yang lebih besar sebagai dampak jika penggunaan senjata tidak diatur sesuai peraturan undang-undang.

Dalil dari fatwa tersebut adalah hadits Rasulullah SAW: فعن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما: نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يتعاطى السيف مسلولاً. أخرجه الإمام أحمد وأبو داود والترمذي وحسّنه، وصححه ابن حبان والحاكم.
فعن عمران بن حُصَيْن رضي الله عنهما: "أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم نَهَى عن بيع السلاحِ في الفِتنة