Sabtu, 20 Desember 2014

Koperasi dalam Tinjauan Syariah (SHU dan Sistem Pembiayaan)

      

A.     Pengertian Koperasi
Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja atau berusaha. Jadi  kata cooperation dapat  diartikan  bekerja  bersama-sama  atau  usaha bersama  untuk  kepentingan  bersama.

Sedangkan secara istilah menurut  UU RI tentang Koperasi No.17  tahun 2012, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 


B.      Sejarah Koperasi
Konsep koperasi pertama kali dikenalkan oleh Robert Owen (1791-1858) di Inggris. Adapun pembentukan koperasi dalam bentuk modern didirikan oleh Rochdale pada tanggal 24 Oktober 1844 di Inggris dengan model koperasi konsumtif. Koperasi  tersebut membuka toko yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari, diusahakan sendiri dan untuk keperluan sendiri. Kemudian seiring dengan perkembangan koperasi di Inggris, maka dibentuklah ICA (International Cooperative Alliance) di London pada tahun  1896.

Sedangkan koperasi pertama di Indonesia didirikan oleh Raden Ngabei Ariawiriatmaja pada tahun 1895 di Leuwiliang, Jawa Barat. Koperasi tersebut berbentuk koperasi simpan pinjam, didirikan untuk menolong para pegawai dengan kemampuan ekonomi terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan terlepas dari jeratan bunga pinjaman para rentenir. [1]

C.      Tujuan dan Prinsip Koperasi
1.      Tujuan Koperasi
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya,  sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

2.      Prinsip Koperasi
Menurut UU RI tentang Koperasi No.17  tahun 2012, prinsip koperasi yang meliputi:
a.      keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka;
b.      pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis;
c.       Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d.      Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen;
e.      Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f.        Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g.      Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.

D.     Jenis-jenis Koperasi[2]
1.      Berdasarkan bidang usahanya.
Penggolongan  koperasi  berdasarkan  bidang  usahanya mencerminkan  jenis  jasa  yang  ditawarkan  koperasi  kepada pelanggannya.
a.      koperasi produksi, yaitu koperasi yang kegiatan utamanya memroses bahan baku menjadi barang jadi atau setengah jadi barang.
b.      koperasi konsumsi, yaitu koperasi yang berusaha dalam penyediaan barang-barang konsumsi yang dibutuhkan anggotanya.
c.       koperasi pemasaran, yaitu koperasi yang dibentuk untuk membantu anggota dalam memasarkan barang-barang yang mereka hasilkan.
d.      koperasi simpan  pinjam,  yaitu  koperasi  yang  bergerak  dalam penghimpunan simpanan dari anggota kemudian meminjamkannya kembali kepada anggota yang membutuhkan.

2.      Berdasarkan jenis komoditinya
Penggolongan  ini  didasarkan  pada  jenis  barang  dan  jasa  yang menjadi obyek usaha koperasi.
a.      koperasi  pertambangan,  yaitu  koperasi  yang  melakukan  usaha dengan  menggali  atau  memanfaatkan  sumber-sumber  alam  secara langsung tanpa  atau  dengan  sedikit  mengubah  bentuk  dan  sifat sumber-sumber alam tersebut.
b.      koperasi  pertanian,  yaitu  koperasi  yang  melakukan  usaha  dengan komoditi pertanian tertentu. 
c.       koperasi  peternakan,  yaitu  koperasi  yang  usahanya  berhubungan dengan komoditi peternakan tertentu.
d.      koperasi  industri  dan  kerajinan,  yaitu  koperasi  yang  melakukan usaha dalam bidang industri atau kerajinan tertentu.
e.      koperasi  jasa,  yaitu koperasi  mengkhususkan  kegiatannnya  dalam memproduksi dan memasarkan kegiatan jasa tertentu.

3.      Berdasarkan jenis anggotanya:
a.      koperasi karyawan (Kopkar)
b.      koperasi pedagang pasar (Koppas)
c.       koperasi angkatan darat (Primkopad)
d.      koperasi mahasiswa (Kopma)
e.      koperasi pondok pesantren (Koppontren)
f.        koperasi peranserta wanita (Koperwan)
g.      koperasi pramuka (Kopram)
h.      koperasi pegawai negeri (KPN)
i.        dan sebagainya.

4.      Berdasarkan daerah kerjanya
Yang dimaksud dengan daerah kerja adalah luas sempitnya wilayah yang  dijangkau  oleh  suatu  badan  usaha  koperasi  dalam  melayani kepentingan  anggotanya  atau  dalam  melayani  masyarakat.

a.      koperasi  primer,  yaitu  koperasi  yang  beranggotakan  minimal 20 orang yang biasanya didirikan pada lingkup kesatuan wilayah tertentu.
b.      koperasi  sekunder, yaitu  koperasi  yang beranggotakan koperasi-koperasi primer dan minimal terdiri dari 3 koperasi primer.
c.       koperasi tersier  atau induk koperasi yang beranggotakan koperasi-koperasi sekunder dan berkedudukan di ibukota negara.

E.      Struktur Organisasi Koperasi[3]
Struktur Organisasi Koperasi umumnya terdiri dari 3 unsur yaitu :
1.      Unsur Perangkat Organisasi Koperasi, terdiri dari;
a.      Rapat Anggota
b.      Pengurus
c.       Pengawas
2.      Unsur Dewan Penasehat atau Penasehat.
3.      Unsur pelaksana yaitu direktur, manajer dan karyawan.

F.       Modal Koperasi
Berdasarkan undang-undang No. 25/1992 pasal 41, bahwa sumber-sumber modal koperasi terdiri dari:
1.      Modal sendiri, bersumber dari:
a)        Simpanan pokok anggota, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh masing-masing anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok ini sifatnya permanen, artinya tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
b)        Simpanan wajib, yaitu sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada pada periode tertentu. Simpanan wajib ini tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
c)        Dana cadangan, yaitu sejumlah dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha (SHU) dan dicadangkan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
b)         Donasi atau hibah, yaitu sejumlah uang atau barang dengan nilai tertentu yang disumbangkan oleh pihak ketiga, tanpa ada suatu ikatan atau kewajiban untuk mengembalikannya.

2.      Modal pinjaman, bersumber dari:
a)        Anggota, yaitu pinjaman dari anggota ataupun calon anggota koperasi yang bersangkutan.
b)        Koperasi lainnya atau anggotanya, yaitu pinjaman dari koperasi lainnya atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antar koperasi.
c)        Bank dan lembaga keuangan lainnya, yaitu pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d)        Pemerintah.
e)        Penerbitan obligasi, yaitu dana yang diperoleh dari penerbitan obligasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
f)         Sumber lain yang sah.











                                             
Gambar.  Permodalan Koperasi di Indonesia



G.     SHU atau Sisa Hasil Usaha
SHU koperasi adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurang dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lain termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.

SHU koperasi dibagikan kepada anggota koperasi berdasarkan dari dua kegiatan ekonomi koperasi yang dilakukan oleh anggota sendiri, yaitu:

1. SHU atas jasa modal
Pembagian ini juga sekaligus mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima oleh koperasinya sepanjang koperasi terssebut menghasilkan SHU pada tahun buku yang bersangkutan.

2. SHU atas jasa usaha
Jasa ini menegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau pelanggan.

Secara umum SHU koperasi dibagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi sebagai berikut:
٠ Cadangan koperasi٠ Jasa anggota٠ Dana pengurus٠ Dana karyawan٠ Dana pendidikan٠ Dana sosial٠ Dana untuk pembangunan lingkungan.
Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam  yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama.




H.     Perbedaan Koperasi dengan Bank[4]
Sisi  Perbedaan
Koperasi
Bank
Pengguna Jasa dan Tujuan Pendirian
Didirikan atas dasar kesamaan cita-cita, serta kesamaan hak dan
kewajiban di antara para anggotanya.
Tujuan koperasi adalah untuk menyelenggarakan usaha bersama guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya.
Tujuan pendirian
adalah untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
Pemilik usaha dan permodalannya
Anggota adalah pemilik. Koperasi melakukan usaha dengan modal awal yang diperoleh dari simpanan pokok para anggotanya.
Modal bisa berubah-ubah tergantung pada mutasi keluar-masuk para anggota.
Modal awal bank berasal dari penyertaan pertama yang
dilakukan oleh para pemiliknya atau pemegang saham.
Pemegang
kekuasaan tertinggi
Rapat anggota
Pemilik atau pemegang saham. Atau yang memiliki saham terbanyak.
Penentu Kebijakan
Pengurus Koperasi
Direksi dan Komisaris
Modal yang dibutuhkan
Kecil
Besar
Tempat Izin mendirikan
Kementerian Koperasi
Bank Indonesia


I.         
Stastus Hukum Koperasi dalam Pandangan Islam

Koperasi merupakan organisasi bisnis atau badan usaha dalam bentuk syirkah (perkongsian), yang mana setiap anggota bersama-sama menyetor modal awal untuk mendirikan koperasi yang dijadikan alat bisnis atau usaha oleh para anggota, kemudian usaha koperasi tersebut dijalankan oleh para anggota atau terkadang dari non anggota, dan keuntungannya (sisa hasil usaha) akan dibagikan kepada anggota. Adapun para karyawan yang bekerja  (dari anggota ataupun non anggota) di koperasi diberikan gaji dengan prinsip ijarah.

Jika dilihat dari pembentukkan koperasi dan system pembagian hasil keuntungan, secara umum koperasi bisa masuk ke dalam syirkah al-‘aqd, yaitu hubungan kerja sama berdasarkan akad/ kontrak/Kesepakatan. Sedangkan secara khusus koperasi bisa masuk ke dalam syirkah ‘inan, jika modal dan kerja yang diberikan anggota berbeda, atau masuk ke dalam syirkah mufawwadhah jika modal dan kerja yang diberikan anggota sama porsinya. Dari sini, tidak ada masalah secara syariah dalam status koperasi. Karena koperasi sendiri bukanlah objek yang dibebankan hukum taklifi (ليس أهلا لحكم التكليف), karena hukum taklif hanya berkaitan untuk perbuatan yang dilakukan seorang mukallaf (orang yang dibebani hukum syariat), bukan berkaitan dengan dzat seorang mukallaf.

Namun, ada beberapa masalah atau isu syariah dalam koperasi terkait pembagian sisa hasil usaha dan sistem pembiayaan atau peminjaman.

1.      Pembagian sisa hasil usaha.
Karena koperasi adalah sebuah badan usaha berbentuk syirkah dan menggunakan akad musyarakah, maka pembagian sisa hasil usaha kepada anggota -yang juga pemilik saham-  harus berdasarkan jumlah modal atau simpanan anggota koperasi tersebut. Dalam kitab al-mughni karya imam Ibnu Qudamah al-Hanbaly dijelaskan, …adapun syirkah ‘inan (kongsi dua orang atau lebih atas harta atau kerja) maka boleh menentukan keuntungan berdasarkan kadar modal/harta setiap pihak, boleh juga membagi sama rata keuntungan meski modal masing-masing pihak berbeda (ada yang besar dan ada yang kecil), begitu juga boleh menentukan pembagian keuntungan berbeda meski masing-masing pihak memberikan modal yang sama.[5]


Akan tetapi, Sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada pembahasan sisa hasil usaha sebelumnya, bahwa di antara yang masuk dalam penghitungan pembagian hasil usaha kepada anggota selain berdasarkan modal/simpanan anggota adalah berdasarkan jumlah pinjaman anggota atau total transaksi anggota, semakin besar pinjaman atau transaksi dari anggota tersebut akan mempengaruhi besarnya pembagian SHU. Dari sini terlihat jelas ada unsur riba, karena pembagian SHU tidak berdasarkan modal dan jumlah simpanan wajib anggotanya saja, tetapi ditambah dengan jumlah pinjaman anggota.

Sebagai contoh: Koperasi Pakeis setelah tutup buku keuangan dalam satu tahun mendapat keuntungan Rp. 10.000.000. Kemudian setelah dikurangi 20% untuk dana cadangan, 20% untuk gaji karyawan, dan 20% untuk dana pengurus, maka sisa 40% atau senilai Rp. 4.000.000 untuk SHU yang akan diberikan kepada seluruh anggota.
Berdasarkan Rapat Anggota ditetapkan pembagian SHU pada anggota berdasarkan modal anggota 30% dari SHU, dan berdasarkan transaksi anggota 70% dari SHU.
Modal anggota: 30% x 4.000.000= 1.200.00
Transaksi anggota: 70% x 4.000.000= 2.800.000

Selanjutnya diketahui total simpanan atau modal seluruh anggota sebesar 6.000.000, dan total seluruh transaksi anggota dalam satu tahun 12.000.000.

Maka pembagian SHU pada masing-masing atau per/anggota adalah sebagai berikut:
Jika Ahmad mempunyai modal simpanan selama setahun 200.000, dan memiliki total transaksi di koperasi 1.000.000, maka:
SHU atas transaksi Ahmad = 1.000.000 / 12.000.000 X 2.800.000 = Rp. 233.333,33
SHU atas modal/simpanan Ahmad = 200.000 / 6.000.000 x 1.200.000 = Rp. 39.999,99
Dengan demikian makan jumlah SHU yang diterima oleh Ahmad adalah: Rp. 233.333 + Rp. 39.999 = Rp. 273.332,-

Dari contoh di atas, terlihat jelas bahwa keuntungan dari SHU yang dibagikan kepada anggota dihitung berdasarkan modal/simpanan anggota dan berdasarkan transaksi anggota. Maka pembagian keuntungan SHU berdasarkan transaksi (pinjaman atau pemakaian) anggota merupakan tambahan atas pinjaman , dan setiap tambahan dari pinjaman dinamakan riba. Adapun keuntungan berdasarkan modal/simpanan anggota maka hukumnya adalah boleh.

Dan jika ada yang beragumen, bahwa para ulama membolehkan pembagian keuntungan yang berbeda jika ada ‘amal atau kerja dari salah satu anggota (syarik) sehingga ia boleh mendapatkan keuntungan lebih besar di samping berdasarkan modal. Maka penulis  menjawab bahwa keuntungan kerja harus dipisah dari total keuntungan yang akan diberikan kepada anggota berdasarkan modal. Karena keuntungan atas kerja dinamakan upah atau ujrah. Dengan begitu upah tersebut harus diberikan sebelum SHU diberikan kepada masing-masing anggota, sehingga SHU yang diberikan kepada anggota hanya berdasarkan porsi modal dan simpanan anggota.
2.      Sistem peminjaman.
Khusus koperasi yang melayani simpan dan peminjaman, biasanya anggota dibebankan infaq 1% untuk setiap kali peminjaman dari uang yang dipinjam anggota, sedangkan non anggota yang meminjam akan dibebankan infaq lebih besar dari anggota misalnya 5%. Untuk infaq wajib 1% yang wajib dibayar setiap kali peminjaman, maka ini sangat jelas merupakan riba qard. Penamaan dengan infaq tidak mengubah subtansi atau hakikat dari transaksi tersebut. Begitu juga dengan infaq yang dibebankan pada peminjam non anggota, merupakan riba qard yang diharamkan secara syariah. Adapun dakwaan orang yang membolehkan pengambilan bunga yang kecil adalah batil, karena riba sedikit atau banyak hukumnya adalah haram.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa koperasi pada asalnya tidak haram, adapun yang diharamkan adalah aktifitas dan transaksi pada system pembagian SHU dan system bunga dari peminjaman. Karena hukum itu berkaitan dengan aktifitas mukallaf. Dengan begitu, berinteraksi dengan koperasi yang menggunakan system yang diharamkan syariah hukumnya adalah haram.

Adapun solusi dari penulis agar aktifitas koperasi menjadi halal dan terhindar dari unsur riba, adalah sebagai berikut:
Cara Pertama : Keuntungan dari hasil penjualan dibagi kepada para anggota berdasarkan jumlah simpanan atau modal uang yang ditabung  ke koperasi tersebut. Pinjaman atau konsumsi anggota pada koperasi tidak dapat disebut sebuah kerja/usaha anggota sehingga berhak menerima pembagian keuntungan lebih dari SHU.
 Cara Kedua : Koperasi ini juga bisa meminjamkan uang kepada anggota yang membutuhkan untuk keperluan konsumtif dengan akad murabahah, koperasi membeli barang kemudian dijual ditambah margin kepada nasabah koperasi. Dan jika anggota memerlukan uang untuk keperluan usaha, maka koperasi bisa menerapkan akad mudharabah atau sistem bagi hasil sesuai kesepakatan  bersama. Wallahu a’lam.


Penutup
Pada dasar dan prinsipnya, koperasi memiliki tujuan mulia agar rakyat terhindar dari jeratan riba yang berlipat dari para rentenir. Karena memang terbukti koperasi mampu mensejahterakan rakyat dengan kemampuan ekonomi terbatas. Koperasi merupakan gerakan ekonomi kerakyatan yang perlu didorong dan dikembangkan. Namun secara syariah, masih ada aspek kegiatan koperasi yang menyalahi aturan syariah sebagaimana yang telah diterangkan. Karena itu perlu dibuat ketentuan-ketentuan pada koperasi agar sesuai dengan standar syariah. Dengan begitu, rakyat tidak hanya merasakankesejahteraan, tapi juga mendapatkan keberkahan.









[1] Sukoco, Seratus Tahun Koperasi di Indonesia.
[2] http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012, diakses pada tanggal 23 November 2014.
[3] www.depkop.go.id/.../informasi_perkoperasian.pdf, diakses pada tanggal 23 November 2014.
[4] www.mdp.ac.id/materi/.../MJ307-122221-648-10.pdf, diakses pada tanggal 23 November 2014
[5] Ibnu Qudamah, al-Mugh ni, juz 5, hal. 140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar