Selasa, 29 November 2011

Adakan Penutupan Kegiatan dan tasyakuran Wisudawan/wati, KMM hadirkan DR. Aiman Pengarang Kitab Nahwul Kafi


Di tengah gerimis dan dinginnya kota Cairo, Kesepakatan Mahasiswa Minangkabau (KMM) Mesir mengadakan penutupan kegiatan term satu serta tasyakuran dan wada’an wisudawan/I KMM. Acara dengan tema “Datang Nampak Muko, Baliak Nampak Pungguang” tersebut dimulai ba’da ashar pukul 16.45 waktu Cairo, di rumah gadang, secretariat KMM, tajammu awwal, Ahad (27/11/11). 
Acara ini disponsori oleh 40 total wisudawan/i KMM yang telah menamatkan studi S1 di al-Azhar. Pembukaan dibuka dengan kalam ilahi yang dilantunkan oleh Ust. Muhammad Furqony, Lc. Selanjutnya beberapa kata sambutan yang dimulai dari Ketua KMM, Ust. Lasri Nijal. Beliau sedikit memberitahukan beberapa kegiatan KMM yang sudah berjalan dengan baik, seperti majlis muzakkarah, KMM Cup dan lainnya. KMM juga sudah mengaktifkan Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS) KMM serta telah menurunkan SK kepada 3 orang pengurusnya. “Dari lembaga ini, insya Allah sekitar 30 mahasiswa KMM akan dibantu dalam membiayai muqoror perkuliahan,” tutur Nijal.
Ust. Ramadhanil Lc, yang akan meninggalkan bumi kinanah dalam waktu dekat memberikan kesan dan pesan dalam kata sambutan wada’annya. “KMM sangat berkesan sejak kedatangan saya tahun 2004 silam, terutama kesan biah hasanah yang ada dalam tubuh KMM. Semoga generasi selanjutnya tetap menjaga biah hasanah yang selama ini dijaga oleh KMM,” ungkap Dhanil dihadapan 90 warga KMM yang hadir. Usai seluruh kata sambutan, acara berlanjut dengan pemberian piagam oleh ketua KMM kepada para wisudawan/wati sambil menunggu DR. Aiman tiba di rumah gadang yang akan memberikan tausiyah umum kepada para widawan/wati dan seluruh warga KMM. 
Gerimis yang berubah menjadi hujan ternyata tidak menghalangi DR. Aiman untuk menghadiri acara KMM. Pakar bahasa arab dan pengarang kitab terkenal Nahwu dan Sharaf al-Kafi itu mengatakan tidak pernah menolak permintaan ikhwah dari Indonesia, Malaysia, Rusia untuk mengisi sebuah acara selama itu baik. Dalam tausiyahnya, beliau menegaskan kepada para widawan/wati dan seluruh peserta yang hadir akan pentingnya bahasa arab. “Kalau Syekh Ibnu Taimiyah mengatakan mempelajari bahasa arab hukumnya fardhu kifayah, maka saya mengatakan hukum mempelajari bahasa arab adalah fardu ‘ain untuk antum, karena antum sudah datang ke Mesir negeri Arab, maka wajib ‘ain mempelajarinya,” jelasnya. 
Beliau menambahkan bahwa suatu kerugian teramat besar jika sudah datang ke Mesir tapi tidak menghasilkan apa-apa atau hanya sedikit yang didapat. Untuk peserta yang masih lama di Mesir, beliau menasihatkan agar kembali mentajdid niat, membuat tujuan dan target yang harus dicapai selama di Mesir agar pulang ke negeri asal kaya dengan ilmu, al-Qur’an dan akhlak yang baik. Dan, untuk para sarjana KMM yang akan pulang, beliau mewanti-wanti untuk tidak pernah berhenti belajar bahasa arab. “Karena bahasa arab bagaikan tumbuhan yang akan layu dan mati jika tidak disiram air, ia akan hilang dan lupa jika berhenti mempelajarinya, sisihkan sejam dalam sehari mendengar percakapan bahasa arab dari televise atau film arab,” nasihat beliau. 
Nada prihatin juga diampaikan DR. Aiman mengetahui banyaknya mahasiswa Indonesia belajar muqoror kepada para senior yang juga orang Indonesia. “Antum sudah datang ke Mesir, tapi kemudian belajar muqoror atau bahasa arab ke senior antum, kalau begitu untuk apa jauh-jauh ke Mesir? Bersabarlah dalam menuntut ilmu, baca dan terus ulangi sampai paham muqoror tersebut,” Ujarnya. Beliau mencontohkan ulama dan ilmuwan sekaliber Ibnu Sina saja harus membaca sampai ratusan kali untuk memahami sebuah buku. 
Usai tausiyah, acara diakhiri makan bersama dengan menu rendang hasil skill tangan tingkat tinggi  Oktaveldi Lc. Rasanya yang luar biasa menghilangkan rasa lapar serta menghangatkan cuaca yang sangat dingin di tajammu awal. (AZ)

Kamis, 24 November 2011

Jadi Penonton pun Ada Etikanya


Suatu ketika, Udin sedang asyik nonton bola bersama adiknya.

Ayo Messi… tendang bolanya ke gawang! Teriak Udin.
Yah, goblok! Masa gitu aja gak gool, kebanyakan gocek. Hufft… Ucap udin kecewa melihat idolanya gagal membobol gawang Cassilas. Karena bosan Udin beralih ke channel TV lain. Ia menonton siaran drama korea yang sangat ia tidak suka.

Ah, lebay banget si Shin min ah (yang berperan jadi Go mi ho dalam serial film musalsal My Girlfriend Is a Nine-Tailed Fox). Aktingnya biasa aja, cantik juga enggak. Bosan dengan drama korea, ia beralih ke channel lain. Ia mendengar berita bahwa presidennya membiarkan militer Negara asing mangkal di negaranya karena alasan keamanan.

Bah, presiden penjilat, penakut, gara-gara dikasih pesawat Fokker 16 bekas mau aja Negaranya dimasuki campur tangan asing, kemana militer Indonesia?! Dasar gak becus! Bosan dengan berita, ia beralih ke channel lain. Didapatinya acara keagamaan, seorang ustadz sedang berbicara tentang sedekah dan zakat.

Alah, sok bicara sedekah, bilang aja elu minta sedekah dari para jemaah pengajian. Bisanya ngomong doang, lu sendiri males sedekah. Zakat penghasilan? Udah bayar pajak tambah lagi zakat? Capek deh… dan bla…bla…bla… Bosan dengan ceramah ganti lagi ke channel lain. Udin mendapati berita bahwa seorang ulama menfatwakan haram orang kaya beli bensin subsidi.

Hah, ulama apaan tu? Seenaknya haram-haramin sesuatu. Pernah belajar ilmu agama gak sih? Komen Udin balagak seperti ulama. Adalagi berita seorang ulama mengunjungi pendeta Kristen, bersalaman dan duduk bersama. Udin langsung berkomentar: Wah, gak ada kerjaan aja ngunjungi pendeta, urusin umat dulu.

Kata-kata seperti di atas mungkin sangat familiar di telinga kita, bahkan mungkin juga familiar di mulut kita. Ketika jadi penonton, kita sering sesumbar mengucapkan kata-kata yang merendahkan orang yang kita tonton, menjelekkan, menertawakan bahkan sampai menghina dan mengolok-oloknya. Ketika menonton, kita sering bahkan bisa jadi selalu merasa lebih tau dan lebih hebat dari orang yang sedang kita tonton. Padahal, belum tentu kita bisa melakukan dengan baik ketika menjadi pemain.
Seperti itulah tabiat penonton, cerdas mengkritisi dan menyalahkan serta melihat kekurangan. Mungkin mengkritisi, menyalahkan atau menghina dan mengolok-olokkan pemain dalam sebuah siaran sepak bola, atau sinetron tidak terlalu memiliki pengaruh bahaya yang besar, karena sepak bola hanyalah permainan dan sinetron hanyalah rekaan. Tapi bagaimana jika yang kita kritisi, salahkan, jelekkan, olok-olokkan serta hina adalah seorang presiden atau pejabat dan seorang ustadz atau ulama? Bagaimana hukum dan dampaknya jika hal tersebut tersebar luas dan ternyata kita telah memfitnah mereka sekalipun kita hanya bergurau dan bercanda?
Mengkritik dan komentar boleh-boleh saja, begitu juga menyalahkan suatu yang memang salah juga sah-sah saja. Tapi bagaimana jika apa yang kita lihat di televise, kita baca di media, kita dengar dari mulut ke mulut itu suatu kebohongan, atau terlalu dilebih-lebihkan dan didramatisir serta jauh dari fakta yang ada? Kita sudah terlanjur menjelakkan presiden ini dan pejabat itu, ustadz ini dan ulama itu tanpa mengetahui realita dan fakta yang ada. Kita sudah terbawa kebohongan media, terprovokasi untuk menyudutkan, menyalahkan dan menjelekkan presiden atau ulama kita seolah-olah kita bisa memimpin Negara dengan baik tanpa salah dan masalah, seolah kita bisa menjadi ulama, paham agama dan bisa mengeluarkan fatwa atau berijtihad layaknya mujtahid dan mufti padahal bahasa arab tidak mengerti, sholat masih bolong-bolong, rukun sholat atau haji saja tidak tahu.
Dalam al-Quran Allah menegaskan: “Wahai orang-orang yang telah beriman, jika datang orang fasiq dengan membawa suatu berita kepada kalian, maka hendaklah kalian menelitinya” (al Hujurat : 6). “Jangan ada suatu kaum memperolokkan kaum lain, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada mereka yang memperolokkan…”(Alhujurat:11).
Ketika kita menjadi penonton, kita tidak tahu apa sebenarnya yang sedang dialami oleh seorang pemain khususnya presiden atau pejabat dan ulama. Bisa jadi si presiden dalam tekanan oleh Negara asing yang super power sehingga memilih kebijakan yang menurut kita salah. Boleh jadi seorang ulama memberikan fatwa melihat kondisi yang ada, mereka punya dalil tersendiri tidak melulu karena tekanan pemerintah. Jika muncul sebuah berita, alangkah baiknya kita cari atau tunggu kebenaran dan kepastiannya, baru kita bisa komentar dengan keyakinan bukan prasangka buruk atau fitnah yang justru akan berdampak buruk. Jangan sampai kita berkomentar yang berujung pada fitnah, karena baya fitnah lebih besar dari pembunuhan.
 Contohnya: Media atau apa saja membuat pemberitaan yang bersifat menfitnah pemerintah, kemudian tersebar luas di masyarakat tanpa diketahui kebenaranya. Masyarakat ingin menjatuhkan pemerintahan, akan tetapi pemerintah menyanggah tuduhan tersebut dan tidak akan turun. Sehingga terjadi pertempuran antara rakyat dengan aparat kepolisian atas suruhan pemerintah, dan ratusan bahkan ribuan orang tewas. Contoh lain: Sebuah media tau apa saja mengeluarkan statemen atau pemberitaan bahwa sebuah kelompok agama membakar rumah peribadatan agama lain, tidak diketahui secara pasti atau belum ada pengakuan dari kelompok agama tersebut, lantas kelompok agama yang rumah peribadatannya dibakar langsung ikut terprovokasi media, terjadilah perang antar kelompok agama, hingga memakan korban yang cukup banyak. Dan, akan banyak sekali contoh-contoh lain akibat dari salah menerima berita, salah memahami berita, salah dalam menyerap berita tanpa ada kepastian dan kejelasan.
Semoga kita terhindar dari sifat dan sikap seperti itu. Sebagai penonton, sebaiknya kita tahan emosi dulu, pahami berita yang kita tonton di layar televise, jangan langsung mudah terprovokasi atau terhasut. Setiap berita ada kemungkinan salah dan benar, kita harus sabar menunggu kepastian berita. Dalam berkomentar pun juga seharusnya menjaga adab dan beretika, jangan sampai kita kelihatan seperti orang yang tak pernah sekolah mengeluarkan kata-kata binatang dan menyulut perpecahan.

Sabtu, 05 November 2011

Selayang pandang Demokrasi dan Demokrasi dalam perspektif Islam



Pembagian sistem pemerintahan berdasarkan masdar siyadah (sumber kedaulatan) terbagi menjadi 3 bagian. Pertama, al-hukumah al-fardiyah (pemerintahan tunggal), yaitu pemerintahan dimana shahib as-siyadah (pemilik kedaulatan) adalah satu orang. Sistem ini melebur menjadi 2 macam: 1. Hukumah Malakiyah Mutlaqah (pemerintahan monarki absolut), 2. Hukumah Diktaturiyah/Istibdadiyah (pemerintahan dictator/totaliter). Kedua, al-hukumah al-aqalliyah(pemerintahan oligarki), yaitu pemerintahan dimana pemegang kedaulatan dalam suatu Negara adalah sekelompok elit kecil yang terdiri dari para ilmuwan dan cendekiawan serta tokoh masyarakat, system ini merupakan jembatan terbentuknya system demokrasi. Ketiga, al-hukumah ad-dimukratiyah(pemerintahan demokrasi), inilah system yang akan penulis bahas dalam kajian ini.

Adapun pembahasan demokrasi ini penulis rangkum dalam 3 sub pokok: 1. Definisi dan akar sejarah demokrasi. 2. Macam-macam bentuk pemerintahan demokrasi. 3. Kelebihan dan kekurangan demokrasi. 4. Demokrasi dalam perspektif Islam.

       I.                Definisi dan akar sejarah demokrasi.
Secara etimologi, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terambil dari dua kata, demos berarti rakyat, dan kratos yang berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi adalah pemerintahan rakyat, karena itu, Abraham Lincoln mengistilahkan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Sedangkan secara terminology, demokrasi adalah pemerintahan yang kekuasaan dan kedaulatannya berada di tangan rakyat. Rakyatlah yang menjadi sumber kekuasaan dan kedaulatan sebuah Negara, rakyatlah yang membentuk sebuah hukum dalam pemerintahan suatu Negara sekaligus menjalankannya.
Sistem demokrasi pertama kali dipakai dan dipraktekkan pada abad 5 Masehi oleh bangsa Yunani kuno ketika masih berbentuk Negara Heliopolis. Namun dengan seiring perkembangan zaman dan perputaran waktu, demokrasi kini telah berevolusi menjadi beberapa macam bentuk dan memeliki karakteristik berbeda walau rakyatlah yang tetap menjadi pemilik kekuasaan dan kedaulatan.

     II.             Macam-macam bentuk demokrasi.
Karena awal munculnya demokrasi adalah dalam bentuk pemerintahan rakyat, yaitu rakyat bersama-sama membuat hukum, menentukan pemimpin, dan segala urusan pemerintahan Negara, berdasarkan ini maka penulis membagi demokrasi menjadi tiga bentuk.

1.         Demokrasi Mubasyir/Langsung.
Sistem pemerintahan demokrasi langsung merupakan bentuk tertinggi dan paling ideal untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat. Karena dalam system demokrasi langsung ini rakyat secara langsung yang mengatur sebuah pemerintahan, dalam pemilihan pemimpin, dalam pembuatan undang-undang Negara, dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat. Bentuk demokrasi secara langsung ini merupakan yang pertama kali dipraktekkan oleh Yunani kuno pada abad 5 Masehi silam karena negaranya yang masih kecil, begitu juga penduduknya masih sedikit. Beberapa ahli hukum menamakan bentuk demokrasi ini sebagai demokrasi klasik, karena demokrasi langsung sudah tidak sesuai dengan zaman modern yang memiliki wilayah besar dan penduduk yang sangat banyak kecuali di beberapa bagian Negara Swiss. Di beberapa bagian daerah Swiss masih ditemui bentuk demokrasi langsung karena jumlah penduduknya yang kurang dari 1000 jiwa, dan mereka mampu berkumpul bersama sekali dalam satu tahun untuk memilih pepimpin mereka dan memilih pejabat yang akan melaksanakan fungsi administrasi dan peradilan dalam jangka setahun. Akan tetapi, ada perbedaan antara demokrasi langsung yang terjadi di beberapa wilayah Swiss dengan Yunani kuno, dimana demokrasi yang berjalan di Swiss hanya sebatas urusan internal/dalam wilayah, sedangkan di Yunani kuno mecakup urusan eksternal dan internal seperti urusan diplomasi, pengumuman perang dan perjanjian.

2.      Demokrasi Niyabi/Parlemen.
Bentuk demokrasi ini merupakan bentuk partisipasi rakyat dalam kekuasaan yang digunakan sebagian besar Negara di dunia pada masa sekarang, dimana rakyat berpartisipasi aktif dalam kekuasaan dengan cara perwakilan yang mereka pilih dengan pemilihan secara langsung. Dan, para perwakilan yang mereka inilah yang nantinya menjalankan segala urusan pemerintahan dan administrasi kenegaraan.
Adapun Negara yang pertama kali mencetuskan system ini adalah Inggris, dan setelah melalui proses waktu yang panjang serta memiliki bentuk pemerintahan parlemen yang ideal, sebagian besar Negara mengadopsi dan mempraktekkannya dalam pemerintahan masing-masing.
Jenis-jenis sistem demokrasi parlemen:
       i.          Nizham al-Jam’iyah (sistem persekutuan), yaitu penggabungan dua kekuasaan  antara kekuasaan eksekutif dan legislative dalam satu dewan perwakilan.
      ii.          Nizham ar-Riasi (system presidential), yaitu system pemerintahan yang memisahkan secara mutlak antara kekuasaan legislative dan eksekutif. Contoh Negara yang menggunakan system ini adalah Negara Amerika Serikat.
     iii.          Nizham Barlamani (system parlementer), yaitu system yang menggunakan asas teori pemisahan kekuasaan, akan tetapi tidak mutlak dan ada kerja sama serta koordinasi antara kekuasaan eksekutif dan legislative. Inilah system yang banyak digunakan sebagian besar Negara.
Rukun sistem pemerintahan parlemen:
a.      Adanya lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat.
b.      Adanya orang perwakilan yang merupakan representative rakyat.
c.      Bebasnya lembaga perwakilan selama waktu menjabat dari para rakyat yang memilihnya.
d.      Adanya majlis/dewan perwakilan rakyat.

3.      Demokrasi Syibhul Mubasyir/semi langsung.
Secara kasat, system demokrasi semi langsung ini menyerupai dengan system parlemen, yaitu rakyat yang merupakan pemilik hakikat kedaulatan dan kekuasaan memilih perwakilan mereka yang nanti akan mewikili rakyat dalam majlis/dewan perwakilan dan menjalankan pemerintahan. Akan tetapi, ada perbedaan mencolok dalam system semi langsung ini dimana system syibhul mubasyir memiliki 6 hak khusus untuk rakyat. 1. Hak memberikan usulan. 2. Hak Protes. 3. Hak mengganti perwakilan mereka. 4. Hak membubarkan parlemen. 5. Hak menurunkan presiden. 6. Hak istifta’ (referendum), yaitu memberikan beberapa subjek kepada rakyat untuk mengetahui pendapat rakyat apakah menerima atau menolak subjek tersebut. Ke enam hak ini lah yang menjadikan system ini hampir mendekati system demokrasi langsung, dan rakyat lebih memainkan perannya sebagai pemilik kekuasaan dan kedaulatan.

    III.          Kelebihan dan kekurangan system demokrasi.
Setelah mengetahui definisi dan sejarah demokrasi serta bentuk-bentuk demokrasi, penulis akan menyingkap beberapa karakteristik kelebihan serta kelemahan dalam system demokrasi.
1.      Kelebihan system demokrasi:

a.      Demokrasi adalah sebuah mazhab dan system.
Demokrasi merupakan mazhab politik yang dibuat oleh para pemikir, sarjana dan cendikiawan barat untuk memerangi pemerintahan otoriter atau kerajaan absolut yang terjadi pada abad 18 masehi di Eropa. Para cendikia barat kemudian membentuk demokrasi modern dan menjadikan kedaulatan atau kekuasaan berada ditangan rakyat, bukan di tangan raja yang dipilih atas izin Tuhan menurut aliran teokrasi.
b.      Demokrasi berdiri atas dasar al-Huriyah/liberty/kebebasan , al-‘adalah/equality/keadilan dan al-Musawah/egalite persamaan.
Maksud kebebasan dalam demokrasi hasil bentukkan pemikiran barat ini kebebasan individu dalam melakukan apa saja, inilah yang menjadi cikal bakal munculnya HAM. Adapun maksud keadilan di sini adalah keadilan dalam mendapatkan perlakuan hukum yang tidak ada tebang pilih, sedangkan maksud dari persamaan adalah persamaan kedudukan manusia di hadapan hukum, tidak ada perbedaan atau keistimewaan khusus bagi sebagian orang dalam hak yang telah ditetapkan undang-undang dan hukum Negara, maka presiden atau seorang pemimpin tidak bisa berlaku otoriter dan sewenang-wenang terhadap rakyat.
c.      Demokrasi berdiri atas asas multi partai.
Berdasarkan bentuk demokrasi parlemen, sudah pasti demokrasi memiliki system multi partai. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemusatan satu kekuasaan, selain itu karena masing-masing rakyat memiliki pendapat dan tujuan yang berbeda maka secara pasti dibutuhkan system multi partai. Dari system ini maka akan muncul kelompok mayoritas rakyat yang menjalankan pemerintahan dan kelompok minoritas sebagai oposisi, penyeimbang dan pengawas serta pengkritik kebijakan mayoritas jika terjadi kesalahan.
d.      Demokrasi berdiri atas system pemilihan umum yang bebas dan jujur.
Maksud pemilihan umum bebas dan jujur adalah rakyat bebas memilih calon yang mereka kehendaki, jurjur tanpa ada sogokkan, dan para calon juga tidak melakukan kecurangan dengan politik uang. Akan tetapi, pada realitanya masih banyak praktek politik uang di beberapa Negara, terutama di Negara berkembang seperti Indonesia.

2.      Kekurangan sistem demokrasi:

a.      Kekuasaan dan kedaulatan rakyat yang mutlak.
Inilah kekurangan dari system demokrasi yang akan berakibat dengan banyaknya kekurangan demokrasi yang ditimbulkan dari pemikiran seperti ini. Rakyat adalah manusia, dan manusia merupakan tempatnya salah, maka sudah pasti akan ada kesalahan apakah sedikit atau banyak. Dalam system demokrasi maka rakyatlah yang menentukan atau membuat hukum untuk mereka sendiri, dan dalam realitanya tidak sedikit beberapa hukum yang parlemen (wakil rakyat) buat cacat dan tidak sesuai maslahat rakyat. Ini desebabkan kaidah hukum manusia yang tidak sempurna dalam memandang maslahat dan yang tidak, dalam membuat undang-undang tak jarang hasil dari kepentingan politik atau kelompok tertentu.
b.      Mayoritas yang mengatur pemerintahan.
Suara mayoritas merupakan satu kelemahan juga bagi demokrasi, tidak selamanya mayoritas itu benar. Dalam realita yang terjadi wakil rakyat yang menjadi mayoritas dalam  kekuasaan eksekutif atau legislative terkadang melakukan diskriminasi terhadap yang minoritas, mereka melakukan politik busuk. Dalam masalah pembuatan hukum, mayoritas lagi-lagi selalu yang dimenangkan, padahal, bisa jadi hukum yang mereka buat tidak memiliki maslahat bahkan menyengsarakan rakyat yang telah memilihnya. Dalam pemilihan presiden, yang mendapat suara terbanyak yang menang, dan khusus untuk Negara berkembang yang masih terbelakang dalam pendidikan dan ekonomi, para calon presiden atau wakil rakyat tadi bisa membeli suara rakyat, dan ini sangat berbahaya jika pejabat seperti itu menjalankan pemerintahan.
c.      Kurang jelasnya kebebasan yang diinginkan oleh demokrasi.
Kebebasan dalam system demokrasi memang suatu kelebihan, karena dengan kebebasan ini para ilmuwan bisa mengembangkan atau meneliti dan menemukan ilmu-ilmu baru. Tidak seperti yang terjadi pada masa kerajaan absolute oleh para pendeta Kristen yang dulu terjadi di Eropa. Berbagai penelitian ilmiah dilarang, bahkan tak sedikit para ilmuwan yang dihukum mati karena penemuannya berlawanan dengan kitab suci mereka. Dengan kebebasan, rakyat bisa menyuarakan pendapatnya dengan aman tanpa ada ancaman, dengan kebebasan jalannya pemerintahan dapat terkontrol memalui media pers dan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Akan tetapi, kebebasan mutlak yang tak diatur dalam hukum tentu bisa berakibat fatal, kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat dan kritik yang liar justru akan mengacaukan tatanan sosial dan Negara.
Banyak kasus-kasus yang tidak diinginkan terjadi akibat kebebasan ini, rakyat lebih suka mengkritik dan melakukan demo tanpa memikirkan dengan matang, bahkan tak jarang demo berujung anarkis dan terjadi pertempuran antara aparat dan demonstran hingga menelan korban. Contoh kasus lain adalah pemberitaan media yang tidak sesuai norma dank kode etik jurnalistik yang menyerang beberapa kelompok atau menyudukan orang tertentu. Begitu juga dampak kebebasan ini rasa hormat anak pada orang tua atau orang yang lebih tua mulai berkurang, pergaulan bebas hingga hubungan terlarang banyak terjadi. Ini karena batasan kebebasan dalam demokrasi yang belum jelas, atau hukum yang sudah membatasi tidak sempurna. Dan masih banyak contoh kasus lain yang terjadi akibat kebebasan demokrasi ala barat atau sekuler ini.

   IV.          Demokrasi dalam perspektif Islam.
Perlu diketahui, demokrasi yang penulis parparkan secara singkat diatas merupakan demokrasi dalam perspektif barat atau demokrasi sekuler. Secara umum, terdapat nilai-nilai demokrasi yang sesuai dengan Islam, namun dalam nilai-nilai atau elemen-elemen tersebut ada yang bertolak belakang dengan syariat Islam. Karena itu, para ulama kontemporer berusaha melakukan takyif(penyesuaian) demokrasi  dalam perspektif barat atau demokrasi sekuler dengan syariat Islam. Hal ini melihat sedikit banyaknya demokrasi memiliki kesesuaian dengan prinsip Islam, demokrasi juga sudah menjadi system yang banyak dipakai hampir di seluruh dunia dan terus mengalami perkembangan dan corak yang berbeda di masing-masing Negara. Dalam perspektif Islam elemen-elemen demokrasi meliputi: syura, musawah, ‘adalah, amanah, masuliyyah dan hurriyyah, bagimana makna masing-masing elemen tersebut?
Pertama, Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159 Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah.
Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbanagan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan bersama.
Kedua, al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:90;  QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”.  (lihat Madani, 1999:14).
Ketiga, al-Musawah adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas rakyat.
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah dibuat. Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku yang dapat dipercaya, jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami al-musawah ini sebagai konsekuensi logis dari prinsip al-syura dan al-‘adalah. Diantara dalil al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini adalah surat al-Hujurat:13, sementara dalil sunnah-nya cukup banyak antara lain tercakup dalam khutbah wada’ dan sabda Nabi kepada keluarga Bani Hasyim (Tolchah, 199:26).
Keempat, al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti ditegaskan Allah SWT dalam surat an-Nisa’:58.
Karena jabatan pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan orang yang menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah etika Islam.
Kelima, al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yangh harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus dipenuhi.  Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Ibn Taimiyyah (Madani, 1999:13), bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip pertanggung jawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing orang berusaha untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Dus dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan.
Keenam, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.

  Penutup
  Demokrasi merupakan system pemerintahan dan salah satu mazhab falsafah politik dan sosial yang saat ini dipakai hampir di seluruh dunia. Ada tiga macam bentuk demokrasi, yaitu langsung, secara perwakilan dan semi langsung. Terdapat kesamaan nilai-nilai demokrasi dengan Islam, akan tetapi cara penafsiran dan mafhum dari nilai demokrasi berbeda dengan Islam yang sempurna. Karena nilai-nilai demokrasi banyak terdapat kekurangan dan keganjalan yang tidak ada dalam Islam.
Mungkin ini hanyalah selayang pandang pembahasan mengenai demokrasi, karena pembahasan demokrasi sangat luas dikarenakan istilah demokrasi juga mengalami perluasan makna, dan penulis membahas demokrasi dari sudut tata Negara karena kajian ini adalah sambungan dari tulisan kajian bulletin tahun lalu. Selain itu penulis juga hanya baru bisa mengupas secuil bagaimana demokrasi dalam perspektif Islam. Dan, untuk mengupas tuntas semuanya butuh pengkajian dan pembahasan yang dalam, sedangkan penulis masih dalam tahap pembelajar baru dalam masalah ini. Akhir kalam, semoga tulisan ini bisa menambah wawasan kita bersama. Wallahu a’lam.
Referensi:
Raslan, Ahmad, Dr. Nuzum Siyasi wal Qonun dusturi. Cairo, 2010.
Khalil, Rasyad Hasan, Prof. Dr. Qadhaya Fiqhiyah Mu’ashiroh. Juz 4.