Senin, 22 Juli 2013

Dakwah di dalam Al-Qur'an





Permasalahannya bukan pada niat kita yang tulus, kebaikan yang kita bawa dan ingin kita wujudkan, permasalahan kita adalah tidak bisa dan sabar mengikuti alur permainan, tata cara, UU, posedur atau S.O.P (standar operating procedure) yang telah menjadi sunatullah, ketentuan dan telah ditetapkan pada suatu tempat.

Pahami lagi kenapa Al-Qur'an menggunakan kata da'a-yad'u untuk al-khair, dan menggunakan kata amara-ya'muru untuk al-ma'ruf.

Al-khair sering ditafsirkan ulama sebagai suatu kebaikan secara umum atau agama Islam. Karena itu perintah Allah untuk suatu kebaikan dan Islam adalah da'a yg berarti mengajak/menyeru bukan kata amara yg artinya menyuruh dan memerintah yang bersifat memaksa. Dan ini sejalan dengan ayat lain bahwa kita hanya diperintahkan untuk mengajak orang pada Islam dan kebaikan secara umum, hidayah bukan ada di tangan kita, tidak ada paksaan pada agama, maka tidak pantas kita melakukan pemaksaan dgn kekerasan dengan mengatasnamakan agama.

Sedangkan al-ma'ruf itu adalah suatu yang sudah menjadi 'urf atau kebiasaan atau adat dan diakui oleh setiap orang atau orang banyak, bisa berarti suatu ketentuan atau hukum yg sudah ditetapkan secara bersama, karena itu diperbolehkan memerintah, menyuruh dan memaksa orang lain untuk suatu yg ma'ruf ini, dibolehkan memperkarakan dan mengadili orang lain yg telah melakukan kriminal korupsi ke pengadilan, seorang suami boleh menyuruh istrinya untuk melakukan pekerjaannya, seorang istri juga boleh memaksa suami memberikan nafkah padanya.

Dari sini, kadang suatu yang khair/baik bisa jadi bukanlah suatu yang ma'ruf pada suatu tempat tertentu dan bahkan dianggap suatu yg tidak baik. Di sebgaian besar negara eropa atau amerika poligami dianggap sebuah kriminal, padahal poligami di arab dan dalam Islam dibolehkan dgn beberapa ketentuan dan merupakan suatu yg baik. Dan suatu yang tidak baik pada suatu tempat seperti minum alkohol kadang adalah suatu yang ma'ruf di tempat lain. Di Iran dibolehkan nikah mut'ah yang diharamkan pada negara Arab dan negara lainnya.

Dengan mengamalkan ayat "yad'una ilal khair wa ya'muruna bil ma'ruf", maka jangan coba2 poligami di Eropa dan Amerika, kalau tidak ingin dijebloskan ke penjara. Jangan coba2 untuk menghancurkan toko penjual alkohol/minuman keras di daerah yg membolehkan dan menganggap minuman alkohol suatu hal yg biasa, kecuali anda siap diadili oleh aparatur setempat atau dihakimi warga setempat. Jangan coba-coba menghukumi pelaku nikah mut'ah sebagai pezina di tempat yg membolehkan nikah mut'ah karena justru anda yg akan dituntut karna telah menuduh dan mencemarkan nama baik orang.

Coba kita lihat dan pahami sirah Nabi SAW, sebelum turun perintah halal dan haram, sebelum melarang dan memerintahkan ini dan itu, apa yang dilakukan Nabi besar kita? Mengajak dan menyeru kepada kebaikan, ketika sudah banyak yang melakukan kebaikan itu dan menjadi suatu yg ma'ruf barulah menjadi suatu peraturan hukum, kewajiban dan undang-undang, dan lihatlah apa yang terjadi! tidak ada yang menolak kecuali secuil orang yg tak berarti apalagi yg menentang perintah Rasulullah SAW, hampir semua  umat Islam legowo.

Metode Berdakwah, Hikmah dan Pelajaran di Balik Piagam Madinah




Berdakwah tak akan pernah terlepas dari sebuah realita, agar dakwah dapat diterima dan tepat sasaran, penuh hikmah dan kebijaksanaan maka pendakwah harus memahami realita dgn baik & benar. Memahami realita kuncinya adalah dengan mengetahui situasi kondisi. Pertama, harus sadar diri akan kondisi pribadi, tau kekuatan pribadi, tau waktu yg tepat utk berdakwah. 
Kedua, harus paham dgn kondisi/keadaan orang yg didakwahi, kekuatannya, tabiatnya dan tau waktu yg pas untuk menyampaikan dakwah.

Rasulullah saw ketika masa-masa awal dakwah, pernah mengalami tekanan yg dahsyat dari para kaum kafir n musyrikin hingga malaikat menawarkan untuk mengazab kaum tersebut, tapi apa jawab Rasulullah? Jangan, mereka melakukan itu karena kejahilan mereka. 
Rasulullah sadar n paham akan keadaan n realita pd masa itu, mendakwahi kaum jahiliyah n musyrikin yg sudah puluhan tahun berada dalam kejahiliyahan n kemusyrikan itu tidak bisa sehari-dua hari atau bahkan setahun-dua tahun, tapi bisa memakan waktu 10-20 tahun. 
Kita bisa baca dalam sejarah, pada periode awal dakwah d mekkah, Rasulullah melakukan manuver dakwahnya dgn cara lemah lembut n penuh kesabaran. Bahkan ketika periode madinah tetap dgn cara yg penuh kebijaksanaan n kematangan Rasulullah melakukan manuver dakwahnya dgn cara merangkul berbagai suku n aliran kepercayaan (yahudi, nasrani, majusi, musyrikin), Rasulullah juga membuat sebuah perjanjian piagam madinah. Apa hikmah dibalik piagam madinah ini? Tentu saja, karena Rasulullah menyadari tidak semua orang akan rela, ikhlas, legowo menerima dakwah Islam, lagi pula masalah hidayah n ketaatan itu merupakan urusan Allah n pribadi seseorang. Kalau pun Rasulullah memaksakan, itu hanya akan menjadi peperangan yg tak ada habisnya yg justru akan merugikan kaum muslimin. Maka dibentuklah piagam madinah, untuk merangkul semua golongan yg ada, apa maunya masing2 dari golongan tersebut, bahkan walaupun ada butir perjanjian yg sedikit merugikan pihak kaum muslimin, Rasulullah tetap menerimanya, karena realita yg mengharuskan Rasulullah mengambil kebijakan tsb, karena jika Rasulullah tidak membuat perjanjian piagam madinah, maka kaum muslimin yg kekuatannya masih kecil, akan mendapat tekanan n serangan dahsyat tidak hanya dari dalam madinah, tapi juga dari luar madinah. 
Lihat n saksikanlah, Rasulullah kekasih Allah yang sudah pasti kebenaran risalah dakwahnya, yg sudah dijanjikan akan dijaga oleh Allah saja tetap berdakwah dengan cara realistis, penuh perhitungan yg matang tidak membabi buta, tetap menghormati keyakinan orang lain, tetapnmemberikan apa yg diinginkan kelompok lain.
Maka siapa kita, walaupun yg kita dakwahkan itu benar n baik, tapi berdakwah dgn cara instan, membabi buta, menganggap hanya kelompok kita yg paling benar, Menuduh semua orang selain kelompok kita munafiq, muslim ambigu dan sebagainya? Siapa kita? Apakah kita malaikat dan Nabi?? 
Kenapa baru dikasih kekuasaan, langsung melengserkan, mengusir, memberantas semua orang-orang lama yang menjadi oposisi?? Langsung menganggap orang lama adalah antek mubarak atau antek amerika dan yahudi semua, semua musuh yg harus diberantas n dilengserkan. Langsung memasang orang2 dari kelompok pribadi menjalankan pemerintahan?? Apalagi yg diberantas adalah orang2 militer yg hampir seabad merasakan kekuasaan, yg sejak lama mencengkram negara Mesir. Mereka tentu tidak akan tinggal diam, jika kekuasaan n kekuatannya diganggu, dicopot dalam waktu cepat. Di tambah lagi ada dalang/pihak2 lain yg lebih besar kekuatannya dibalik militer mesir.
Siapa kita baru setahun langsung ingin mengubah peradaban dunia?? Langsung ingin menjadi pemimpin peradaban dunia??
Inilah akibatnya, jika bermain instan n kasar, kita juga akan dikasari. Berani menurunkan orang lain, maka harus siap jika diturunkan orang lain. "Kama tadiin, tudaan"

Yang perlu digaris-bawahi dalam peristiwa kudeta presiden di Mesir adalah, kita hidup tidak seorang diri, di dunia ini tidak hanya terdiri satu golongan, bukan cuma golongan kita yg hidup di dunia ini, banyak berbagai golongan dgn tabiat, sifat, tujuan n keinginan yg berbeda-beda, tidak semua orang bisa diajak pada kebaikan n keimanan, tidak semua orang sefikrah dgn kita, terlebih dalam mengurus negara, banyak kelompok, suku, agama, n pola pikir yg berbeda, maka tugas pemimpin adalah merangkul, apa yg diinginkan masing2 kelompok, kalau perlu buat perjanjian, sekalipun ada butir yg tidak disukai n sedikit merugikan kelompok anda. Karena itulah yang telah dicontohkan oleh Nabi junjungan kita Muhammad saw. Bahwa Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, bahwa Islam bukanlah agama yang suka memaksa, bahwa Islam bukanlah agama yang sangat nafsu kekuasaan, Islam adalah agama yg penuh toleransi. Wallahu a'lam.

Selasa, 09 Juli 2013

Sukses Sejak Dini


Ingin sukses besar maka mulailah sejak kecil, dari hal yang terkecil dan yang paling bawah.

Di Amerika, Eropa dan Asia Timur (mayoritasnya) pendidikan sejak kecil adalah hal yang sangat penting. Mencari, mengetahui, menggali keinginan, cita-cita dan bakat anak kecil sejak masa kanak-kanak sudah sangat membudaya. Tak heran, ketika besar nanti mereka adalah orang-orang yang menjadi ahli dan pakar di bidangnya. Ketika beranjak dewasa mereka tidak linglung dan bingung harus menjadi apa atau menuruti trend di sekitarnya karena mereka sudah memiliki arah dan langkah yang jelas, tidak ada kegalauan besar mengenai masa depan karena mereka sudah mempersiapkan sejak dini dan punya bekal yang matang. Tentu semua itu didukung, dibantu dan dibimbing oleh orang tua atau guru mereka serta sistem pendidikan dalam sebuah negara.

Hal ini sangat bermanfaat ketika mereka besar nanti, mereka bekerja tidak semata-mata karena uang, tapi karena cita-cita dan pilihan sendiri. Mereka tidak akan tergiur dengan uang dan harta, justru uang dan jabatan yang akan mendekatinya. Karena itu, di China, Jepang, Eropa dan Amerika jarang tersiar berita pejabat yang korupsi. Mereka justru malu dan bahkan mengundurkan diri jika sudah tak bisa dan layak lagi memimpin.

Begitu juga di Mesir, ulama-ulama besar Azhar mereka sudah dididik dgn pendidikan agama sejak kecil, mengecap pendidikan agama, menghafal Qur'an sejak umur 6-7 tahun, menguasai berbagai piranti untuk memahami agama Islam dengan baik dan benar. Tak heran mereka menjadi ulama-ulama besar dan karya-karyanya menjadi rujukan umat muslim di seluruh dunia.

Semua itu sebenarnya adalah pendidikan yang telah diajarkan oleh Islam. Rasulullah SAW dibimbing langsung oleh Allah SWT sejak kecil dengan menjadi penggembala, menjadi pebisnis di usia remaja, dan menjadi pemimpin di usia dewasa.
Islam mengajarkan kita umat Islam agar mempersiapkan diri agar menjadi pemimpin dunia di masa datang, orang yang siap menghadapi tantangan di masa depan, agar tidak galau apalagi sampai gila menghadapi tuntutan hidup yang semakin keras. Dan yang paling penting persiapan bekal di akhirat. Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya) dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang ia telah persiapkan (dari amal- amalnya) untuk hari esok (hari akhirat)" {al-hasyr:18}

Pendidikan semacam ini sangat kurang dibudayakan oleh masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Saya atau mungkin anda yang membaca tulisan ini termasuk orang yang tidak mempraktikkan budaya pendidikan tersebut karena disebabkan berbagai hal dan faktor. Cita-cita kita selalu berubah mengikuti trend atau mengikuti arah di mana pekerjaan yang bisa menghasilkan uang besar. Kalaupun sukses nantinya, kita tidak akan sesukses orang yang memang sedari kecil atau lebih dulu sudah memiliki cita-citanya, berusaha dan fokus meraih cita-citanya.

Kalau saya perhatikan, sebagian besar mental dan orientasi pendidikan di negeri ini memang untuk mendapat uang, atau ingin cepat dapat uang, bukan karena keinginan luhur cita-citanya. Tentu itu tak bisa mutlak disalahkan, bisa jadi karena faktor ekonomi, kondisi sistem pendidikan Indonesia, kondisi lapangan kerja yang sulit, sifat malas atau cara pandang masyarakat Indonesia yang masih materialis. Budaya pendidikan seperti inilah yang nantinya melahirkan budaya korupsi para pejabat. Ingin merubah budaya korupsi, maka rubah dulu budaya pendidikan dan cara pandang/hidup masyarakat di Indonesia.

Terakhir, untuk para guru dan orang tua atau calon guru dan orang tua, bimbinglah anak-anak anda, cari tahu bakat dan keinginan atau cita2 anak2 anda. Gali, kembangkan serta motivasi dan bentuk karakter mereka ke arah yang baik. Jangan dijejali dengan orientasi uang, karena uang dan jabatan akan menempel dengan sendirinya jika anak-anak didik itu berhasil mencapai cita-citanya. Semoga kelak anak-anak Indonesia ketika dewasa menjadi orang-orang sukses dan berkarakter baik, dapat memajukan bangsa. Wallahu a'lam.