Jumat, 24 Februari 2017

Ibnu Khaldun Berbicara Tentang Tenaga Kerja


Menurut ibnu khaldun (tokoh dunia Islam, pakar berbagai ilmu, hakimul muarrikhin,hakim agung Mesir, sarjana & ulama Azhar, bermazhab maliki), "Tenaga kerja adalah sumber nilai, Setiap yang dibeli dengan uang atau barang yang bagus (pada hakikatnya) adalah dibeli dengan tenaga kerja (usaha), karena sebenarnya uang dan barang yg bagus tersebut diperoleh melalui kerja/usaha dari tubuh manusia. Tanpa tenaga kerja, tak akan diperoleh sesuatu apapun. Bahkan suatu nilai seperti sumber daya alam nilainya dapat berkembang dengan adanya tenaga kerja menusia."
Teori ibnu khaldun tentang nilai tenaga kerja di atas selaras dengan teori fikih muamalah tentang ujrah/fee/upah pada setiap akad mu'awadhah/tijarah. Bahwa tidak ada upah tanpa kerja, kecuali pada akad tabarru'at seperri sedekah, infaq, zakat, hadiah dll.
Untuk mendapatkan suatu nilai, uang, penghasilan atau barang, maka dibutuhkan kerja/usaha. Karena itu setiap penghasilan dan pendapatan tanpa ada kerja/usaha (yang halal) disebut mengambil harta dengan cara yg batil dan dilarang dalam Islam. Begitu juga riba (mendapatkan ribh/keuntungan pasti di awal tanpa ada kerja/usaha) dilarang dalam Islam.

Logika Wahabi yang Menyimpang



==Logika Wahabi==

1. Allah berfirman : {نسوا الله فنسيهم} (Mereka melupakan Allah, kemudian Allah pun melupakan mereka.).

Kata wahabi: Kami mengimani ayat tersebut sebagaimana tertulis, kami tidak akan pernah mentakwil ayat-ayat Allah, kami mengimani Allah punya sifat lupa, cuma makna lupa tersebut hanya Allah yang tahu, bagaimana atau seperti apa lupanya Allah hanya Allah yang tahu. (emoticon senyum)

2. Allah berkata dalam hadits qudsi riwayat Imam Muslim : "Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak menjenguk Ku". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimana saya menjenguk Mu sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam ?". Dia berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwa hambaKu Fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya ?, Tidakkah kamu mengetahui, seandainya kamu menjenguknya niscaya kamu mendapati Aku di sisi nya. Wahai anak Adam Aku minta makan kepadamu namun kamu tidak memberi makan kepadaKu". Ia berkata : "Wahai Tuhan saya, bagaimanakah saya memberi makan kepadaMu, sedangkan Engkau Tuhan semesta alam ?". Allah berfirman : "Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya hambaKu si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidaklah memberi makan kepadanya ? Apakah kamu tidak mengetahui bahwasanya seandainya kamu memberi makan kepadanya, niscaya kamu mendapatkannya di sisi Ku ? Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi minum kepada Ku". Ia berkata : "Bagaimanakah saya memberi minum kepada Mu sedang kamu adalah Tuhan alam semesta ?". Allah berfirman : "Hamba Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum, niscaya kamu mendapatinya di sisi Ku".

Kata Wahabi: Kami mengimani perkataan Allah sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur'an dan hadits qudsi, kami tidak mentakwilnya, kami mengimani sebgaimana zhahirnya. Kami mengimani Allah punya rasa sakit, tapi tidak seperti rasa sakitnya makhluk, bagaimana rasa sakitnya Allah hanya Allah yang tahu. Begitu juga kami mengimani Allah makan dan minum, cuma bagaimana makan dan minumnya Allah hanya Allah yang tahu. Menurut kami, jika kami menjenguk saudara kami yang sakit, kami akan mendapati Allah ada di sisi saudara kami yang sakit, cuma bagaimana datangnya Allah hanya Allah yang Tahu, kami hanya mengimani.

Kolerasi Syariat & Tasawuf (Sebuah Contoh)



Hukum Syariat tanpa tasawuf itu pincang. Syariat harus menyatu dengan tasawuf. Agama tidak hanya sebatas syariat tapi juga mencakup tasawuf (Ihsan/akhlak). 

Karena itu sering sekali ayat-ayat Alqur'an mengenai hukum atas suatu perbuatan & pelanggaran dibarengi dengan kata-kata "akan tetapi jika engkau memaafkan maka itu lebih baik bagi dirimu". 

Begitu juga Rasulullah SAW ketika ada seseorang mengaku dan bersaksi bahwa dirinya telah Berzina, Rasulullah memalingkan wajahnya sampai 4 kali, hingga Rasulullah menjawab apa kamu sudah gila?
Namun akhirnya wanita itu dirajam karena tetap bersikeras mengaku bahwa dirinya telah Berzina.
Selain itu, diriwayatkan bahwa ada wanita hamil mengaku Berzina, namun Rasulullah menyuruh utk pulang sampai ia melahirkan, hingga sampai menyusui 2 tahun lamanya, baru kemudian dirajam.

Jika agama ini hanya berupa syariat, Rasulullah langsung merajam nya tanpa perlu tanya lagi.

Ustadz dan Pedagang Babi



Suatu ketika dalam pengajian, seorang ustadz menyampaikan penjelasan surat al-Maidah ayat 3: 

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)

dari ayat itu secara jelas Al-qur'an / syariat mengharamkan umat muslim untuk "memakan" babi. Para ulama dan umat Islam konsesus atau ijma' bahwa "memakan" babi hukumnya haram.

Di lain tempat, seorang pedagang babi -non muslim lagi- dengan pede dan suara lantang mengatakan, bapak ibu jangan percaya sama orang, boleh jadi bapak ibu gak mau beli daging babi saya, karena dibohongi "pakai" ayat 3 surat al-Maidah, dan seterusnya...

Mendengar itu, umat Islam -yang punya otak dan hati- merasa telah dinistakan atau sekurangnya perasaannya telah disinggung oleh pedagang babi tadi.

Tapi, ada juga sebagian muslim -wallahu a'lam isi otak dan hatinya seperti apa- merasa itu bukan penistaan terhadap ayat suci alqur'an, Islam maupun pada ulama, tidak pula menyinggung perasaannya.

*Cerita di atas Bukan analogi atau qiyas, cuma cerita di warung kopi.