Sepertinya sudah menjadi sunatullah bahwa dimana ada kebenaran di situ ada kejahatan, dimana ada kejujuran di situ ada kebohongan. Miris, mungkin ini kata yang tepat untuk mengomentari apa yang sedang terjadi di negeri ku. Walau aku jauh di sini, tapi hati dan pikiran ku selalu memikirkan mu wahai negeri ku. Bulan lalu, sempat terjadi kasus menghebohkan, Siami, seorang Ibu siswa SD di Surabaya mengadu ke Dinas Pendidikan Surabaya bahwa anaknya disuruh oleh salah seorang guru bahkan dari kepala sekolah untuk memberikan contekkan kepada siswa lain ketika Ujian Nasional.
Beruntung dan Alhamdulillah, pemerintah kota Surabaya segera membentuk tim independen untuk mengusut kecurangan dalam UN tersebut. Dari temuan tim, terbukti salah satu SD di kota besar itu (moga tidak di seluruh Indonesia) telah terjadi praktek contek masal. Alhasil, kepala sekolah dan beberapa guru tersebut didepak dari sekolah tanpa hormat. Hmm,,, moga pemerintah Surabaya melakukan ini dengan niat ikhlas bukan cuma sekedar memperbaiki citra pendidikan di kota nya, mengingat berita skandal contek massal di SD tersebut sudah terlanjur tersebar media karena kejujuran Siami di tengah kebohongan jama’ah yang menyelimuti institusi pendidikan di sana (moga tidak di seluruh Indonesia).
Kemudian dimana letak mirisnya? Letak yang sangat membuat saya miris mungkin juga anda adalah masyarakat atau warga sekitar SD tersebut melakukan aksi tidak bertanggung jawab kepada Siami. Siami yang seharusnya mendapat dukungan atas keberaniannya mengatakan yang haq/benar justru menjadi bulan-bulanan warga sekitar, Siami yang jujur justru dipersalahkan karena telah menyebabkan guru dan kepala sekolah SD tersebut dipecat serta telah mencoreng nama baik daerah tersebut. Bahkan dalam berita Siami yang meminta maaf atas perbuatannya. Yang jujur malah menjadi korban, sungguh ironis. Sudah separah inikah potret pendidikan negeri ku?
Sungguh berbeda 180 % dengan ujian di tempat ku menimba ilmu sekarang, Al-Azhar, Mesir. Jangankan mencontek, ketahuan sedikit melirik kertas ujian bisa langsung dirobek di tempat tanpa ada kata ampun. Tapi di negara ku tercinta, si guru yang sudah berpuluh-puluh tahun mendapat pendidikan, dengan tanpa bersalah dan berdosa membolehkan praktek haram dan kecurangan bahkan sampai menyuruh siswanya yang masih lugu dan bersih untuk melakukan hal-hal kotor yang dilarang baik secara norma sosial atau agama. Guru macam apa itu, begitu juga warga yang tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dibela dan mana yang harus dilawan. Mau dikemanakan bangsa Indonesia jika guru-guru seperti masih berkeliaran di daerah-daerah kita? Mau dikemanakan Indonesia jika warga nya masih berpikiran dan berperilaku seperti ini? Apakah pendidikan negara ini ingin terus mencetak Gayus-gayus baru? Melinda-melinda baru? Nazaruddin-nazaruddin baru? Mafia-mafia pemerintahan baru? Ya Rabb, moga itu semua hanya mimpi.
Salam rindu dari Cairo as always.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar