Kamis, 09 Februari 2012

Sistem Ekonomi Islam dan Kapitalis

Sistem Ekonomi Islam dan Kapitalis

Oleh : Muhammad Rakhmat Alam[1]

Pendahuluan

Keruntuhan dan lumpuhnya system ekonomi modern –kapitalis dan sosialis- disertai guncangan krisis berkala yang menimpa system ekonomi tersebut, secara jelas dan pasti perlunya memikirkan dan menemukan sistem ekonomi lain yang lebih mapan, tahan dan mampu membawa kesejahteraan serta keadilan. Dan sistem yang sedang mencuat saat ini adalah sistem ekonomi Islam.

Jack Ostri –ilmuwan ekonomi berkebangsaan Perancis- mengatakan: “jalan perkembangan ekonomi tidak terbatas pada dua sistem ekonomi yang sudah ma’ruf yaitu kapitalis (ra’sumali) atau sosialis (isytiraki), akan tetapi terdapat mazhab ekonomi ketiga, –ia merajihkan- mazhab ekonomi ketiga tersebut adalah ekonomi Islam. Ekonomi Islam akan memimpin dunia di masa mendatang, karena sistemnya yang sempurna dan integral serta sesuai untuk setiap masa dan zaman”.[2]

Pengakuan ini untuk membongkar sisi-sisi kekurangan yang terdapat pada mazhab ekonomi kapitalis dan sosialis. Karena pemikiran kedua ekonomi tersebut berasal dari kecondongan manusia, dimana kapitalis condong pada kepemilikan individu sedangkan sosialis condong kepada kepemilikan bersama. Selain itu, kedua mazhab ekonomi ini tidak menaruh perhatian terhadap nilai-nilai akhlak dan agama, tidak memperhatikan yang halal dan haram, adil dan zalim, akan tetapi hanya mementingkan bagaimana tercapainya manfaat dan keuntungan[3]. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang komprehensif (kamil) dan universal (syamil) serta mejadi rahmat bagi semesta alam yang insya Allah akan dijelaskan pada pembahasan berikut .

Adapun pembahasan dalam makalah ini mencakup tiga sub pembahasan:

1.     Ta’rif atau definisi ekonomi Islam serta karakteristiknya.
2.     Prinsip atau unsur pokok ekonomi Islam.
3.     Sistem Kapitalis

I.      Definisi ekonomi Islam dan karakteristiknya

Pada sepertiga akhir abad 20, muncul ilmu baru yang menggabungkan studi fikih dan ekonomi dimana para peneliti menggunakan istilah “ilmu ekonomi Islam”. Hal itu ditetapkan pada konferensi internasional pertama ekonomi Islam di Makkah tahun 1976 M. Selepas konferensi tersebut perbankan Islam mulai tersebar ke seluruh dunia. Berbagai penilitian, pembahasan, buku-buku tentang ekonomi Islam pun banyak diperbincangkan.

1.     Definisi Ekonomi Islam.

Ekonomi Islam tersusun dari dua kata “Ekonomi” dan “Islam”. Ekonomi terambil dari lafadz Yunani yaitu “pengaturan urusan rumah tangga”[4], sedangkan dalam kamus arab ekonomi memiliki makna keseimbangan, pertengahan, moderat dan lurus. Dalam mafhum fuqaha, ekonomi merupakan suatu yang terkait dengan muamalah yang berhubungan dengan harta serta perilaku hidup yang bersumber dari dasar agama Islam.  Adapun kata Islam yaitu agama yang bersumberkan dari al-Qur’an dan Sunah.

Dari sini para ahli ekonomi Islam mendefinisikan ekonomi Islam sebagai “ilmu yang membahas metode pengaturan dan pemanfaatan sumber-sumber ekonomi yang terbatas yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa, untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan beraneka macam, dalam naungan nilai-nilai Islam, tradisi, dan kebudayaan suatu masyarakat”[5]. Ia juga merupakan ilmu yang membahas metode pendistribusian produk ekonomi yang kegiatan produksinya berdasarkan nilai dan prinsip Islam.


2.     Karakteristik Ekonomi Islam

Ekonomi Islam memiliki keistimewaan dengan ciri dan karaketristik khusus yang tidak didapati pada ekonomi kapitalis atau sosialis. Karena referensi ekonomi Islam adalah syariat Islam yang dilahirkan dari Sang Pencipta Allah SWT bukan dari pemikiran manusia. Syariat Islam dipenuhi dengan nilai-nilai universal, keutamaan dan adab seperti keadilan, kebebasan, musyawarah, kesabaran, tanggung jawab, dan independensi.

Di antara sifat dan karakteristik ekonomi Islam sebagai berikut:

a.      Ekonomi Islam adalah ekonomi ilahi/rabbani. Maksudnya adalah Allah SWT sebagai pembuatnya, sehingga dasar-dasar dan tasyri’ nya bersifat tetap dan tidak dapat dirubah atau ditukar seiring dengan peribahan zaman dan umat. Akan tetapi, pada bagian furu’ atau cabangnya tidak dilarang adanya interfensi manusia melalui ijtihad demi kemaslahatan umum. Karena ekonomi Islam bertumpu pada kaedah fiqih "أن الشريعة مبنية على التيسير ورفع الحرج" (syariat Islam dibina atas kemudahan dan mengangkat kesukaran)[6], dan berdasarkan firman Allah SWT “وما جعل عليكم في الدين من حرج  (Allah tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama) {al-Hajj:78}.

b.     Ekonomi Islam adalah ekonomi ‘aqidi. Ini merupakan ciri terpenting, dimana dalam al-Qur’an dan Sunah lafadz akidah datang dengan lafadz al-Iman yang memiliki tujuan al-amn atau keamanan, Allah SWT menjelaskan, (orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk) {al-An’am:82}. Dan yang menunjukkan hubungan dan kaitan antara ekonomi dengan iman adalah firman Allah SWT, (dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan) {al-A’raf:96}. Dari ayat ini jelaslah bahwa iman dan takwa merupakan sebab utama majunya dan terwujudnya kesejahteraaan dalam ekonomi Islam.

c.      Ekonomi Islam adalah ekonomi akhlaqi. Maksudnya adalah seorang muslim harus menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji yang diajarkan dalam al-Qur’an dan Sunah dalam setiap muamalahnya, diantaranya:
v Sifat amanah dan jujur dalam setiap muamalah dan interaksi. Allah SWT menerangkan, (wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui) {al-Anfal:27}. Kemudian dari Sa’id al-Khudri, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “pedagang yang amanah dan jujur bersama para Nabi, orang-orang jujur dan para syuhada”.
v Memperhatikan yang halal dan yang haram dalam melaksanakan aktifitas ekonomi, dengan melakukan apa yang dihalalkan dan menjauhi apa  yang diharamkan. Allah SWT berfirman, (dan Allah telaah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba) {al-Baqarah:275}.

d.     Ekonomi Islam adalah ekonomi waqi’i. Ekonomi Islam bersifat riil bukan khayalan, ekonomi Islam memiliki tujuan dan arah yang jelas karena prinsipnya selaras dengan realita manusia. Dalam pandangan Islam, manusia harus bersandar pada kemungkinan dan zuruf lingkungannya, dan manusia tidak dibebani dengan apa yang tidak dapat mereka sanggupi[7]. Dalam al-Qur’an dijelaskan, (Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya) {al-Baqarah:286}.

e.      Ekonomi Islam adalah ekonomi syamil (universal). Ekonomi Islam tidak hanya mementingkan aspek materi, tetapi menjangkau aspek ma’nawi, spiritual dan akhlak serta mencakup seluruh kebutuhan manusia. Ekonomi Islam berusaha mengadakan kebutuhan pokok manusia seperti makanan, minuman, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, kebebasan dan kebutuhan lainnya dengan tetap menjaga hak-hak individu dan umum.

II.    Prinsip atau Unsur Pokok Ekonomi Islam

Ekonomi Islam berdiri atas tiga pondasi, yaitu:

1.     Milkiyah Muzdawijah (kepemilikan ganda).

Kepemilikan dalam Islam memiliki perbedaan esensi jika dibandingkan dengan sistem ekonomi lainnya. Dalam sistem ekonomi kapitalis kepemilikan terpusat pada pribadi atau individu. Seseorang memiliki hak milik dan penguasaan penuh dan mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi dan kekayaan tanpa ada batas dan syarat, hatta jika itu bertentangan dengan maslahat umum. Kemudian kepemilikan dalam sistem ekonomi sosialis terpusat pada pemilikan bersama, yaitu pemilikan untuk seluruh masyarakat[8].

Adapun kepemilikan dalam Islam pada asalnya adalah milik Allah SWT. Dalam al-Quran dikatakan (dan milik Allah kerajaan langit dan bumi, dan Allah berkuasa atas segala sesuatu) {al-Imran:189}. Manusia hanya menjadi pengganti dalam kerajaan Allah di langit dan bumi dan mengelola serta memanfaatkannya demi keberlangsungan hidup. Karena itu, walaupun seorang muslim memiliki hak pemilikan, tapi ia harus tunduk dengan ketentuan syariat Islam. Manusia disyaratkan harus menjaga bumi dan langit Allah, mengelolanya dengan cara yang adil, tidak menyiakan dan merusaknya. Selain itu Islam juga memberikan wali amri atau pemerintah untuk melindungi, mengawasi dan menjaga sumber-sumber kekayaan alam untuk kepentingan umat.

Di samping itu,  Islam juga membolehkan kepemilikan bersama atau umum, dimana seseorang dilarang memilikinya karena terikat dengan kepemilikan bersama, dan harus memanfaatkannya secara bersama. Seperti jembatan, lalu lintas, dan taman-taman umum.

2.     Al-Hurriyah al-Muqayyadah (kebebasan yang dibatasi).

Asal muamalah dalam ekonomi Islam adalah mubah dan bebas kecuali jika ada nash atau dalil yang mengharamkannya. Maka, seorang muslim bebas melakukan muamalah yang ia sukai dan tidak ada yang melarangnya kecuali jika didapati hal tersebut bertentangan dengan syariat Islam[9].

Kebebasan dalam Islam tidak mutlak atau absolute, tapi terkait dan dibatasi oleh nilai-nilai akhlak dan syariat. Jika terjadi pertentangan antara maslahat individu dengan maslahat umum maka didahulukan maslahat umum. Dalam ekonomi Islam dilarang menyia-nyiakan tanah, menimbun harta, memonopoli barang, riba, penipuan dan berbuat keburukan pada orang lain.  

3.     Al-‘adalah Ijtima’iyah (keadilan sosial).

Keadilan sosial merupakan salah satu asas ekonomi Islam, karena masyarakat sosial adalah makhluk terhormat dan mulia. Keluarga diikat dengan kasih sayang dan hubungan erat, masyarakat saling tolong menolong dalam kebaikan dan manfaat, yang kuat menolong yang lemah, yang berilmu mengajarkan yang bodoh.

Di antara contoh keadilan dalam Islam adalah adil dalam pendistribusian pendapatan. Islam mengharamkan penimbunan karena tindakan tersebut menjadikan harta berputar pada satu kelompok tertentu. Islam telah memberikan cara pendistribusian pendapatan atau kekayaan dengan cara mewajibkan zakat. Zakat diambil dari harta orang kaya kemudian dibagikan kepada para fakir miskin. Selain itu Islam juga menganjurkan sedekah, sehingga harta dapat dirasakan seluruh umat dan tidak ada kesenjangan sosial.

III.   Sistem Kapitalis

Kapitalisme merupakan sebuah ideologi terbesar dan terkuat saat ini, paham kapitalisme telah tersebar ke seluruh dunia. Ideologi ini telah masuk ke berbagai aspek kehidupan, seperti politik dan ekonomi yang kemudian menjadi sebuah teori dan sistem bagi dua aspek tersebut. Kekuatan dan kebesaran sistem kapitalis tak lepas dari kemenangan Amerika sebagai pemenang perang dunia II, kekuatan politik Amerika yang bercorak kapitalis telah mempengaruhi corak sistem politik dan ekonomi dunia. Untuk lebih jelasnya penulis akan mengupas secara ringkas sistem kapitalis seputar definisi, karakteristik dan kelemahannya.

a.      Definisi Sistem Kapitalis

Sistem Kapitalis adalah sistem yang dibangun atas kepemilikan individu sebagai unsur produksi, kebebasan pengaturan bagi individu dalam menjalankan kegiatan ekonominya dan kebebasan persaingan setiap usaha antara masing-masing individu dengan tujuan mendapatkan materi dan keuntungan sebesar-besarnya.[10]

b.     Karakteristik Sistem Kapitalis

1.     Kepemilikan pribadi sebagai unsur produksi[11].

Sebagaimana definisi di atas, kapitalisme dibangun atas kepemilikan individu, kepemilikan individu ini diakui dan dijaga oleh undang-undang. Setiap individu memiliki kebebasan mutlak mentasharufkan apa yang dimilikinya dan bebas mengeksploitasinya selama tidak bertentangan dengan undang-undang.

2.     Orientasi atau motif keuntungan[12].

Keuntungan adalah factor utama dalam menambah produksi, dan penggerak utama dalam setiap keputusan yang diambil oleh para pengusaha. Setiap pengusaha dalam sistem kapitalis bebas melakukan kegiatan ekonominya sesuai yang ia inginkan dan sesuai dengan maslahatnya tanpa melihat maslahat umum.

3.     Siyadatul mustahlik (kekuasan konsumen)

Maksudnya adalah jumlah produksi barang ditentukan dengan tingkat konsumsi dari konsumen atau selera pasar.

4.     Munafasah (persaingan)

Dalam sistem kapitalis para pedagang saling berlomba dan bersaing untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan barang dan jasanya, persaingan antara pedagang ini menyebabkan persaingan antara para konsumen, dan dampak dari persaingan ini adalah naiknya harga barang atau tidak ada keseimbangan harga.

c.      Kelemahan Sistem Kapitalis

1.     Adanya monopoli (ihtikar) dan persaingan ekonomi yang tidak sehat.

2.     Buruknya pendistribusian pendapatan dan kekayaan.

3.     Menambah pengangguran dan adanya krisis berkala.

4.     Kebebasan yang tak terkendali.

Penutup

Alhamdulillah makalah ini dapat penulis rampungkan sebagai syarat untuk mendaftar keanggotaan PAKEIS. Makalah yang sangat ringkas ini sedikit menjelaskan bagaimana karakteristik dan prinsip ekonomi Islam serta karakteristik sistem kapitalis. Dari pembahasan yang telah dipaparkan, kita dapat mengetahui bahwa Islam adalah agama yang sempurna, Islam telah memberikan dasar-dasar dan prinsip ekonomi yang mampu membawa kesejahteraan manusia karena ia datang dari Sang Pencipta. Dan itu sudah terbukti sejak 14 abad lalu, dan kini ekonomi Islam juga mampu melawan badai krisis yang terus menimpa sisem kapitalis. Moga pembahasan sederhana sebagai langkah awal untuk mengkaji dan menelusuri lautan ekonomi Islam yang terbentang luas, walau kebanyakan para cendikiawan lebih focus pada sector perbankan dan keuangan. Wallahu a’lam.


[1]  Penulis adalah mahasiswa fakultas syari’ah wal qonun, tingkat 2. Makalah ini ditujukan sebagai persyaratan penerimaan anggota PAKEIS 2012.
[2]  Mahmud al-Khalidi, Mafhum Iqtishad fil Islam, 1988, hal 28-29.
[3]  Ahmad Najjar, Madkhal ila nazariyatil iqtishadiyah fil manhajil Islami, cetakan II, Darul Fikr,  1974, hal 14-15.
[5]  Ibrahim fadhil, al-Iqtishadul Islami Dirasah wa tatbiq, cetakan I, Darul manahij, Yordan, 2008, hal. 16.
[6]  Hamid bin Abdullah al-Ali, Taysir ba’dil ahkam al-buyu’ wal muamalat, 1423 H.
[7]  Hamdi bin Abdurrahman Janidal, Minhajul bahitsin fil Iqtishad Islami, Jilid 1, Riyadh, 1406 H, hal. 13
[8]  Falaq Ali, Tamwil al-istimarat fil iqtishad Islami, 2002, hal. 13
[9]  Ridha Shahib Abu Hamid, al-Khutut al-Kubra fil Iqtishad Islami, Dar majdalawi, Yordan, 2006, hal. 29
[10]  Ali faisal ali anshari, al-furuq aljauhariyah bainal iqtishadil islami wa ar-ra’sumali, 2009, hal. 17
[11]  Yusuf Kamal, al-Islam wal mazahib al-Iqtishadiyah al-mu’ashirah, darul wafa’, hal. 30
[12]  Ibid, hal 32

1 komentar:

  1. sama-sama brother,,
    terimakasih atas kunjungannya..
    saya mahasiswa al-azhar, cairo, fakultas syariah. :)

    BalasHapus