Kamis, 10 Februari 2011

Seputar Mesir dan Revolusi


Awal mula demonstrasi
Sejak dimulainya gerakan kebangkitan Rakyat Mesir melawan rezim Mubarok 25 januari lalu yang di kenal "Day of Anger", kemudian diikuti dengan“ Jum’atul Ghadab” 28 Januari dan “jum’atut tarhil” 4 Februari. Banyak pengamat memprediksikan bahwa Mubarok akan meletakkan jabatannya. Ternyata prediksi itu meleset, dan hingga kini Mubarok keras kepala tetap akan bertengger sebagai presiden hingga masa jabatannya habis september mendatang. Ia juga mengatakan kalau dirinya turun, negara Mesir akan semakin lebih kacau. Sampai-sampai ia mengecam presiden amerika Obama yang sok tahu dengan budaya Mesir terkait statemennya agar Mubarok mundur dengan cara damai (lihat Kompas dan Al-jazeera).

Revolusi Mesir di gerakkan mayoritas oleh pemuda-pemuda terpelajar yang menginginkan demokrasi dan kebebasan politik di Mesir. Mereka yang di komandoi oleh Mohammed Elbaradei –peraih Nobel Perdamaian tahun 2005- menuntut adanya perbaikan ekonomi, mengatasi pengangguran, dan yang terpenting adalah turunnya Mubarok dari tampuk pengendali pemerintahan. Gerakan revolusi ini juga melibatkan orang-orang dari partai oposisi pemerintah, salah satunya adalah ikhwanul muslimin, organisasi yang dilarang pemerintah untuk menjadi sebuah partai. Chaos yang sedang melanda Mesir menjadi sorotan dunia, Pemimpin-pemimpin negara Eropa menyatukan suara agar transisi menuju demokrasi di Mesir dilakukan sekarang juga.
Revolusi terus melonjak, eskalasi politik mesir semakin memanas. Gerakan pemuda pendukung demokrasi semakin membludak memenuhi lapangan tahrir. Keadaan ini membuat bank-bank di tutup, internet di putuskan, hingga jaringan telfon di matikan dan transportasi yang mendapat subsidi pemerintah di liburkan. Pasukan bersenjata dikerahkan, tank-tank menjaga demo agar berjalan aman dan jauh dari tindakan anarkis. Ditengah keadaan itu, Presiden Mubarok mengambil langkah ‘lucu’ dengan mengganti wakilnya dan seluruh jajaran kabinetnya sebagaimana tuntutan rakyat guna meredakan gerakan revolusi yang terus meningkat. Akan tetapi sebaliknya, rakyat semakin marah dan puncaknya pada hari jum’at 11 Februari,  jutaan rakyat mesir memadati lapangan tahrir menuntut Mubarok turun secepatnya.
Kepentingan politik
Ada hal yang janggal terkait membludaknya aktor demonstrasi dan mengkerucutnya tuntutan rakyat yang terfokus pada penjatuhan Mubarok. Sebelumnya rakyat Mesir memiliki 4 tuntutan, dan tuntutan keempat adalah turunya Mubarok dan menjatuhkan pemerintahannya. Ini mengisyaratkan adanya indikasi kepentingan politik didalamnya, ada dorongan politik yang bermain dari oposisi pemerintah. Dan pasti, akan terjadi tarik ulur antara pemerintah Mubarok dengan demo rakyat. Karena Mubarok  menganggap demo masyarakat telah di tunggangi kepentingan politik, bukan murni lagi keinginan seluruh rakyat. Hal ini bisa menyebabkan dampak yang luas, Mubarok dan pemerintahannya akan mengerahkan tentara dan polisi untuk membasmi para demonstran. Ini bisa jadi salah satu alasan Mubarok tidak ingin menanggalkan jabatannya. Karena ia tidak ingin pemerintahan jatuh ke partai lawannya apalagi jatuh ke tangan Ikhwanul Muslimin. Dan dari sini juga mengapa ia mengatakan akan terjadi chaos yang lebih dahsyat seandainya IM meminpin pemerintahan di Mesir.
Adapun kekacauan dahsyat yang ditakutkan Mubarok adalah, bahwa Mesir selama ini di bawah pemerintahanya telah banyak berhutang pada Israel dan Amerika. Hubungan Mesir dengan kedua Negara tersebut sangat erat. Jika pemerintah di pegang IM, tentu Israel dan Amerika tidak tinggal diam. Dan tidak dapat dibayangkan seperti apa kekacauan yang akan terjadi. Mengingat Israel dan Amerika tidak ingin Mesir berubah menjadi seperti Negara Republik Islam Iran ketika Negara tersebut berevolusi. Karena jika hal tersebut terjadi, kendali AS dan Israel di timur tengah akan semakin sulit. Dan bukan tak mungkin kebangkitan islam akan meletus.
Krisis multidimensi di mesir
Mengenai situasi yang menimpa Mesir saat ini, memungkinkan akan terjadinya krisis multidimensi di negara 1000 menara ini. Mulai dari krisis ekonomi, keamanan, politik, dan soasial. Hal ini disebabkan berbagai faktor urgen. Di sisi politik sudah pasti kacau, karena revolusi melibatkan sejumlah elit politik dan rakyat ingin menurunkan Mubarok. Akan terjadi kemarahan rakyat yang lebih besar jika Mubarok masih tetap menjabat. Dan ini bisa dimanfaatkan oleh lawan politik Mubarok dan akan terjadi perempuran antara yang pro dan kontra Mubarok yang berdampak ketidakamanan Mesir. Dari sana, kemudian berlanjut dengan menurunya aktivitas ekonomi dan pasar, sehingga keadaan ekonomi memburuk dan harga pangan meningkat. Akan tetapi, semua berada di tangan Tuhan… Kita lihat saja, seperti apa perkembangan revolusi Mesir ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar