::Posisi berdiri ma'mum dan imam jika hanya sholat berdua::
Kemarin, ketika saya selesai sholat ashar maghrib berjama'ah, ada dua orang Mesir (A dan B) berdebat mengenai posisi ma'mum dan imam ketika hanya sholat berdua.
Ceritanya, ketika orang-orang lain belum datang, si B adalah ma'mum pertama si A, dan posisi berdiri si B berada di samping kanan A serta agak mundur sedikit di belakang A (imam).
Seusai sholat, si A (imam) mengatakan bahwa B telah melakukan bid'ah atau praktek ibadah yang tidak pernah dilakukan Nabi, karena menurut A posisi ma'mum (B) harus sama-rata/segaris dengan imam (A) ketika hanya sholat berdua, apabila mundur sedikit dari imam adalah bid'ah yang diada-ada, dan harus mengulang sholatnya. Si A mengatakan hal itu sambil menyebut hadits shahih bukhari tentang “Bab: Makmum berdiri tepat di samping kanan imam jika mereka hanya shalat berdua” dan hadits riwayat lainnya tapi tidak hafal isi hadits tsb.
Ceritanya, ketika orang-orang lain belum datang, si B adalah ma'mum pertama si A, dan posisi berdiri si B berada di samping kanan A serta agak mundur sedikit di belakang A (imam).
Seusai sholat, si A (imam) mengatakan bahwa B telah melakukan bid'ah atau praktek ibadah yang tidak pernah dilakukan Nabi, karena menurut A posisi ma'mum (B) harus sama-rata/segaris dengan imam (A) ketika hanya sholat berdua, apabila mundur sedikit dari imam adalah bid'ah yang diada-ada, dan harus mengulang sholatnya. Si A mengatakan hal itu sambil menyebut hadits shahih bukhari tentang “Bab: Makmum berdiri tepat di samping kanan imam jika mereka hanya shalat berdua” dan hadits riwayat lainnya tapi tidak hafal isi hadits tsb.
Mendengar hal itu, si B (Ma'mum) tidak terima dan merasa sholatnya tetap sah dan sesuai sunnah atau tidak bid'ah, tapi dia tidak punya alasan atau dalil yang kuat, alasan satu-satunya hanya karena kebiasaan orang2 memang seperti itu jika sholat berjama'ah berdua. Dan terjadilah adu mulut antara dua orang mesir ini.
Saya yang berada tak jauh dari mereka merasa terpanggil untuk menjelaskan perihal tersebut, karena kejadian ini berada di tempat sholat pameran produk2 internasional, dimana orang2 di sana kemungkinan besar bukan pelajar ilmu syariah, dan hanya belajar agama hanya dengar ceramah2 ustadz atau baca buku keagamaan di internet.
Saya hampiri dan menyapa mereka berdua, "saya pelajar di Al-Azhar, jurusan syariah dan hukum." Kemudian Saya sampaikan pada A (imam), "apakah jika kamu berwudhu kemudian air wudhu melewati siku-siku menyebabkan wudhu kamu batal?, sedangkan al-Qur'an menyuruh membasuh hanya sampai siku2."
Jawab si A (imam) : "Tidak".
"Kenapa?" tanyaku.
"Untuk kehati-hatian dan memastikan air wudhu sampai siku2, agar wudhunya sah" jawab si A (Imam).
Selanjutnya saya menjelaskan, "Nah, begitu juga dengan perkara posisi ma'mum yang berada sedikit di belakang imam ketika hanya berdua, ma'mum mundur sedikit di belakang imam untuk kehati-hatian agar ma'mum tidak melewati posisi si imam yang menyebabkan sholat ma'mum batal. Selain itu untuk menunjukkan mana yang imam dan mana yang ma'mum, dengan begitu ma'mum selanjutnya tidak bingung ketika datang untuk menentukan siapa yang sedang jadi imam dan siapa yang jadi ma'mum".
Jawab si A (imam) : "Tidak".
"Kenapa?" tanyaku.
"Untuk kehati-hatian dan memastikan air wudhu sampai siku2, agar wudhunya sah" jawab si A (Imam).
Selanjutnya saya menjelaskan, "Nah, begitu juga dengan perkara posisi ma'mum yang berada sedikit di belakang imam ketika hanya berdua, ma'mum mundur sedikit di belakang imam untuk kehati-hatian agar ma'mum tidak melewati posisi si imam yang menyebabkan sholat ma'mum batal. Selain itu untuk menunjukkan mana yang imam dan mana yang ma'mum, dengan begitu ma'mum selanjutnya tidak bingung ketika datang untuk menentukan siapa yang sedang jadi imam dan siapa yang jadi ma'mum".
Sebenarnya saya masih sedikit kurang yakin dengan pendapat saya, dan sesampai di rumah, untuk lebih meyakinkan saya buka kitab "mughni al-muhtaj" karya Syekh Khatib as-Syarbini (penjelasan kitab al-Minhaj karya imam Nawawi) tentang bab sholat jama'ah. Dan alhamdulillah, ternyata dalam mazhab syafi'i dianjurkan posisi ma'mum sedikit berada di belakang imam jika sholat berjamaah berdua (untuk laki-laki), sebagai adab dan untuk memperjelas siapa imam dan siapa ma'mum. (Mughni al-Muhtaj, Volume 1, hal 336, Cetakan Dar al-Fikr).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar