Syariah dan Islam Kok Dibawa-bawa ke Bisnis???
Orang non muslim phobia dengan Islam dan simbol-simbol serta label-label berbau Islam mungkin bisa dimaklumi karena ketidaktahuannya dan mengenal Islam hanya dari media dan para pembenci Islam, tapi kalau muslim sendiri yang ikut phobia maka ini sudah tak dapat ditoleransi atau mungkin sudah tak dapat dinalar lagi, musy ma’ul kalau kata orang Mesir. Berdasarkan pengalaman saya, tak sedikit muslim yang phobia dengan agamanya sendiri, agama Islam, dengan apa-apa yang berbau Islam, yang bersimbol Islam dan berlabel syariah serta yang termasuk dalam lingkup pembahasan syariah. Bahkan sangking phobianya mereka sampai mengatakan orang-orang, lembaga atau organisasi-organisasi yang semangat bersyariah dan berislam itu hanya memperjual-belikan agama demi kepentingan atau keuntungan pribadi dan kelompok serta telah mengelabui umat dengan mengatasnamakan agama, walaupun ada oknum-oknum yang melakukan hal tersebut.
Sebagai contoh, ketika ada partai politik yang melabeli partai Islam dan berasaskan Islam atau ada lembaga keuangan dan institusi melabeli dengan syariah dan berasaskan prinsip-prinsip syariah, tak hanya orang non muslim yang merasa gerah dan kepanasan dengan keberadaan lembaga-lembaga yang membawa nama-nama Islam dan syariah tersebut, tapi masyrakat muslim sendiri juga ikut-ikutan gerah dan menganggap keberadaannya sebagai ancaman dan menodai agama Islam yang bersih, suci dan mulia. Mereka menganggap partai politik dan lembaga keuangan tersebut telah mencampuradukkan urusan agama dengan urusan duniawi. Suara sumbing yang sering mereka katakana adalah, “Syariah kok dibawa-bawa ke politik? Syariah kok dibawa-bawa ke bisnis atau ekonomi? Syariah kok dibawa-bawa keperadilan hukum?
Dan berdasarkan pengalaman saya, tak sedikit mereka yang merasa gerah dan tidak respek dengan keberadaan lembaga-lembaga dan organisasi berlabel syariah dan Islam adalah dari kalangan intelektual muslim bahkan orang yang dipanggil kiyai serta seorang yang dianggap sebagai ulama. Dan ekstrimnya bahkan ada kalangan muslim tersebut yang berusaha menghancurkan apa-apa yang berlabel Islam atau syariah tersebut dengan berbagai cara dan upaya, mereka kerap mengkritik yang destruktif (menghancurkan) tanpa member solusi, motif mereka mengkritik bukan lagi atas dasar tawassau bil haqq dan tawassaw bis sabr (saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran) tapi atas dasar tahaqqar bil haqq wa tahaqqar bis sabr (saling menghina/merendahkan dalam kebenaran dan saling menghina dalam kesabaran). Kalau masing-masing muslim sudah saling merendahkan, sudah saling menghina dan mencela, bagaimana kebenaran akan terwujud, bagaimana mungkin kesabaran akan tercipta?.
Dan berdasarkan pengalaman saya, tak sedikit mereka yang merasa gerah dan tidak respek dengan keberadaan lembaga-lembaga dan organisasi berlabel syariah dan Islam adalah dari kalangan intelektual muslim bahkan orang yang dipanggil kiyai serta seorang yang dianggap sebagai ulama. Dan ekstrimnya bahkan ada kalangan muslim tersebut yang berusaha menghancurkan apa-apa yang berlabel Islam atau syariah tersebut dengan berbagai cara dan upaya, mereka kerap mengkritik yang destruktif (menghancurkan) tanpa member solusi, motif mereka mengkritik bukan lagi atas dasar tawassau bil haqq dan tawassaw bis sabr (saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran) tapi atas dasar tahaqqar bil haqq wa tahaqqar bis sabr (saling menghina/merendahkan dalam kebenaran dan saling menghina dalam kesabaran). Kalau masing-masing muslim sudah saling merendahkan, sudah saling menghina dan mencela, bagaimana kebenaran akan terwujud, bagaimana mungkin kesabaran akan tercipta?.
Berdasarkan pengalaman dan interaksi saya juga, rata-rata orang-orang yang phobia dengan nama-nama, label Islam dan syariah itu awalnya disebabkan dan dilatarbelakangi oleh penyimpangan pelaku yang berusaha menjalankan Islam dan syariah tersebut, bukan karena ajaran Islam dan syariahnya. Dalam hal ini, mungkin kritik dan membenci orang-orang dan lembaga yang mengatasnamakan syariah dan Islam tapi perilaku mereka menyimpang dari syariah masih bisa dibenarkan dan diterima, tapi kritik dan opini yang banyak beredar dan menyebar adalah mereka lebih terlihat tidak ingin adanya syariah atau Islam mengatur urusan-urusan politik mereka, mengatur urusan bisnis dan perekonomian mereka, mengatur peradilan hokum mereka, mengatur kegiatan sehari-hari dan muamalah mereka. Syariah dan Islam itu cukup urusan shalat, puasa, zakat dan haji, kalau urusan politik dan ekonomi gak perlu lah dibawa-bawa syariah dan Islam itu.
Sebagai contoh lain, jika ada seorang muslim yang melakukan aksi teror pada suatu tempat, maka kebanyakan yang dilihat dan dicela bukan aksi dan pelaku teror tersebut, tapi agama si pelaku terror itu ikut terbawa, menyalahkan agama si pelaku teror tersebut, berasumsi bahwa agama pelaku itu yang menyuruh aksi terorisme. Akibat dari opini seperti ini adalah, banyak orang yang beragama menjauhi agamanya sendiri, takut mendalami ajaran agamanya sendiri, phobia dengan agamanya sendiri bahkan saling curiga dan berpandangan negative dengan saudara seaqidahnya sendiri, padahal tidak seharusnya sampai seperti itu.
Contoh lain, jika ada sebuah lembaga berlabel Islam atau syariah dan menerapkan prinsip-prinsip syariah, kemudian didapati salah satu pekerja pada lembaga tersebut melakukan perbuatan tak sesuai Islam seperti korupsi dan menipu, maka kebanyakan orang menyalahkan dan mengutuk lembaga yang berlabel syariah tersebut, bukan lagi orang yang korupsi dan menipu yang disalahkan, ada yang lebih ekstrim mereka menginginkan agar lembaga-lembaga berlabel syariah itu dihapuskan, dan lebih gilanya lagi sampai mengira agama Islam itulah yang menyuruh melakukan praktek korupsi?.
Selain itu, ada juga ketika ada sebuah organisasi berlabel Islam, kemudian didapati salah satu pelaku dari seribu pegawai yang dalam organisasi tersebut melakukan perbuatan yang tidak sesuai Islam seperti mesum, kebanyakan yang menjadi fokus adalah dengan menyalahkan dan mencap buruk sebuah organisasi tersebut. Mereka mencap buruk organisasi tersebut karena ulah satu pegawai yang melakukan pelanggaran syariah, tetapi melupakan 990 pegawai lainnya yang telah berusaha menjalankan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam dengan baik dan penuh perjuangan.
Menurut hemat penulis, jika pelaku dalam lembaga, organisasi yang berlabel Islam dan syariah yang melakukan pelanggaran syariah melebihi 50% anggotanya, maka bisa kita mencap buruk dan melabeli lembaga tersebut telah mempermainkan dan menodai agama Islam, mencap orang-orang yang melakukan pelanggaran syariah telah mempolitisi agama Islam demi kepentingannya, karena 50% sudah mencukupi sebagai reprentasi lembaga tersebut secara keseluruhan. Tapi jika pelakunya adalah satu orang atau beberapa orang, lantas kemudian kita menyalahkan lembaga dan organisasi tersebut secara umum serta seluruh anggota dan pekerjanya yang lain yang tidak melakukan pelanggaran syariah, mencap dan menuduh lembaga dan organisasi serta seluruh anggota dan pekerjanya adalah orang-orang buruk, munafik, mempermainkan agama, mempolitisi agama, membisniskan agama, menodai agama, maka orang-orang yang menyalahkan dan mencap buruk ini perlu dites kembali kecerdasannya, apakah isi kepalanya yang kosong atau jangan-jangan yang kosong itu hatinya yang penuh iri, dengki dan kebencian.
Orang-orang tersebut perlu dites dengan pertanyaan sederhana saja, bagaimana pandangannya jika ada orang Indonesia membawa mobil dengan kecepatan penuh dalam keadaan mabuk di negara Mesir dan menabrak seorang ibu tua hingga mati, apakah dan siapakah yang harus disalahkan dan dicap buruk dari kejadian tersebut? Pengemudinya atau asal negara si pengemudi yaitu Indonesia yang buruk? Si pengemudinya saja yang dianggap jahat atau setiap orang Indonesia terkena cap sebagai orang jahat?
Menurut hemat penulis, sepertinya ada sebuah usaha terselubung yang menginginkan muslim agar melupakan ajaran agamanya sendiri, melupakan perintah-perintah agama dan larangan-larangan dalam agamanya. Melakukan sesuatu sekehendaknya tanpa ada batasan-batasan syariah, kalau pemikiran dan usaha-usaha mereka terus dibiarkan dan semakin banyak muslim yang terpengaruh dengan pemikiran seperti ini, maka bisa jadi akan semakin banyak muslim yang celoteh “syariah kok dibawa-bawa ke makanan?” ngapain dikasih-kasih label halal pada makanan, ngapain dibuat undang-undang makanan halal, gua mau makan apaan kek, duit-duit gua, perut-perut gua!, memanfaatkan agama ini namanya. Ngapain zakat diatur dalam undang-undang? Zakat itu urusan agama, undang-undang itu urusan Negara. Ngapain ada aturan lembaga keuangan syariah? Ngapain ada peraturan dan undang-undang bisnis syariah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar