Senin, 28 Oktober 2013

Untung Dunia dan Akhirat dengan Ekonomi Syariah





Untung Dunia dan Akhirat dengan Ekonomi Syariah
Oleh: Muhammad Rakhmat Alam[1]

Pendahuluan
Ekonomi Islam atau ekonomi syariah telah menjadi terma yang popular di dunia dewasa ini, baik di kalangan ekonom, akedemisi, industri keuangan dan perbankan dunia hingga masyarakat umum. Kepopuleran ekonomi syariah di dunia tidaklah muncul tanpa sebab begitu saja, ada latar belakang yang mendasarinya. Faktor utama kemunculan ekonomi syariah dipicu oleh kegagalan sistem ekonomi dunia saat ini (kapitalis dan sosialis) yang tak mampu menangkal dan menyelesaikan krisis ekonomi global, bahkan tak sedikit para ekonom berpendapat sistem ekonomi kapitalis dan sosialis inilah yang menjadi sumber krisis. Guncangan krisis ekonomi global tak hanya menimpa negara-negara dengan perekonomian lemah -seperti Indonesia ketika krisis tahun 1998- tapi juga mendera negara-negara dengan tingkat perekonomian yang kuat semisal Amerika Serikat. Krisis global telah memukul negara super power itu sejak 2008 silam hingga puncaknya adalah ketika Lehman Brother’s Group -salah satu korporat terbesar di Amerika dan dunia- dinyatakan bankrupt [2],dan beberapa waktu lalu (pertengahan oktober 2013) dengan adanya kebijakan shutdownpemerintahan Amerika guna mencari solusi dari default atas utang negara yang telah mencapai stadium empat.



Ekonomi Syariah sebagai Solusi
Krisis ekonomi global tersebut telah membuka mata ekonom muslim untuk mencari sistem ekonomi yang mampu membawa kesejahteraan dan keadilan, para ekonom muslim dan ulama mulai mengkaji kitab-kitab fikih klasik terkait muamalah Islam. Tidak hanya para ekonom muslim, para ekonom non muslim pun menyadari bahwa riwayat sistem ekonomi kapitalis dan sosialis saat ini sedikit demi sedkikit akan segara game over. Sistem ekonomi tersebut telah membawa manusia pada sifat konsumtif, sifat rakus dan penuh ketamakan tanpa mempedulikan orang lain. Sistem ekonomi tersebut jauh dari transaksi riil dan penuh spekulasi yang jauh dari nilai-nilai etika dan keadilan, terlebih pada transaksi derivatif yang mayoritas hanyalah transaksi semu atau non riil tanpa adanya underlying asset. Sistem ekonomi saat ini juga telah menciptakan kesenjangan sosial antara kaum pemodal dengan pekerja, orang atau pun lembaga dengan modal besar akan semakin kaya dan modalnya bertambah berkali lipat tanpa perlu melakukan usaha, sedangkan pekerja harus bekerja keras memenuhi target pemodal dimana praktek seperti ini mirip dengan riba yang dilarang oleh seluruh agama.

Dari sini para ekonom muslim dan ulama mengkaji, menganalisa dan meneliti secara intensif literatur kitab fikih muamalah dan buku ulama terdahulu yang menjelaskan bagaimana Islam mengatur ekonomi umat dan negara. Sampai sekarang tak terhitung jumlah riset, karya ilmiah, jurnal dan buku yang membahas ekonomi Islam yang diterbitkan, begitu juga konferensi internasional ekonomi syariah yang telah diselenggarakan.  Dan seakan tak mau kalah, para ekonom non muslim pun ikut mencari sistem ekonomi yang beretika dan berkeadilan sebagai solusi dari krisis ekonomi global, hingga salah satu ekonom terkenal asal Prancis, Jack Ostri mengatakan dan mengakui bahwa sistem ekonomi yang memiliki nilai etika dan keadilan ada pada sistem ekonomi Islam/syariah, Ia pun meramalkan bahwa ekonomi syariah akan memimpin dan mendominasi system perekonomian dunia[3]. Dan ramalannya perlahan telah terbukti dengan menjamurnya institusi perbankan dan keuangan diberbagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim dan Negara dengan mayoritas penduduknya non muslim[4]. Standard & Poor’s (S&P) dan Kuwait Finance House Research (KFHR) mencatat bahwa pertumbuhan assets industri keuangan dan perbankan syariah di dunia mencapai 14,1% persen pertahun, dari 150 milyar dollar Amerika pada tahun 1990 hingga 1 triliun dollar Amerika pada tahun 2009[5].
Gambar no.2

Gambar no. 1


Mengapa Harus Memilih Ekonomi Syariah?
Banyak yang bertanya mengapa harus memilih ekonomi syariah? Apa keuntungannya? Jawabannya tentu akan berbeda-beda bagi setiap individu, namun secara garis besar –menurut penulis- ada dua hal fundamental yang menjadi alasan utama seseorang memilih ekonomi syariah dalam transaksi ekonominya. Pertama, dari segi akidah atau ketaatan agama, menjalani perintah agama untuk menjauhi transaksi ekonomi berbasis dan mengandung unsur maysir (perjudian), gharar (penipuan), riba, qimar(spekulasi)[6] ihtikar (monopoli) dan iktinaz (penimbunan) yang dilarang oleh agama Islam maupun agama lainnya. Alasan pertama ini bisa menjadi keuntungan atau sarana investasi seseorang di akhirat kelak. Kedua, dari segi profitatau keuntungan immaterial dan material. Tak dapat dipungkiri, ekonomi syariah banyak memiliki keuntungan bagi setiap orang, di antaranya adalah keuntungan immaterial yaitu rasa aman dan nyaman karena muamalah ekonomi syariah menggunakan konsep trust atau amanah dan kerja sama dengan saling menanggung untung dan rugi (keadilan) serta konsep ta’awun (tolong menolong yang semua ini selaras dengan konsep ekonomi yang tercantum pada Undang-Undang Dasar negara Indonesia. Kemudian dari sisi keuntungan material, bermuamalah dengan ekonomi syariah dapat dipastikan akan menambahkan keuntungan materi. Dalam sejarah tercatat Rasulullah SAW mampu menjadi business man besar tanpa harus melakukan praktik penipuan, monopoli, perjudian, penipuan dan praktik riba. Dengan modal kejujuran, amanah dan sikap adil Nabi SAW berhasil menjadi pengusaha muda yang kaya raya. Di samping itu, tak sedikit para sahabat Rasulullah SAW menjadi saudagar-saudagar kaya yang ekspansi usahanya mencapai ekspor dan impor antar negara bahkan benua (antara Arab dan China).

Ekonomi Syariah Menguntungkan Berbagai Aspek Kehidupan
Keuntungan yang didapat jika kita memilih ekonomi syariah sebagai landasan muamalah dan transaksi ekonomi kita bukanlah hal yang tak memiliki landasan ilmiah dan fakta. Ekonomi syariah merupakan aktifitas perekonomian pada tataran makro dan mikro yang berlandaskan nilai-nilai universal syariah Islam. Komponen ekonomi syariah tidaklah terbatas pada perbankan syariah. Ada lima (5) komponen pembentuk ekonomi syariah[7]:
1.      Perbankan Syariah
2.      Asuransi Syariah
3.      Sistem Zakat
4.      Sistem Wakaf
5.      Pasar Modal dan Uang Syariah
Dari kelima komponen inilah terbentuk yang namanya ekonomi syariah. Mencermati kelima komponen di atas, berbagai permasalahan ekonomi dan sosial dunia dapat teratasi jika kelima komponen ini dioptimalkan dan dikelola dengan baik dan benar. Permasalahan kemiskinan dan pengangguran serta permasalahan krisis ekonomi global dapat teratasi. Dengan menggunakan komponen pertama yaitu perbankan syariah, angka pengangguran dapat diminimalisir. Mengapa? Karena transaksi perbankan syariah adalah transaksi riil yang menyentuh kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Pembiayaan produktif yang diberikan bank kepada nasabah-nasabahnya dapat membuka lapangan pekerjaan baru atau memperluas suatu lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran dapat berkurang. Selanjutnya dengan menggunakan dan mengoptimalkan komponen kedua yaitu asuransi/takaful syariah, problematika sosial dapat teratasi. Peristiwa-peristiwa yang menimpa individu dapat ditalangi dengan dana asuransi yang berasaskan tabarru’ (tolong menolong). Dengan asuransi kesehatan syariah, masyarakat tidak harus mengutang dan kesulitan ketika tertimpa sakit, begitu juga dengan jenis asuransi syariah lainnya.

Selanjutnya dengan mengoptimalkan komponen ketiga yaitu system zakat, permasalahan kemiskinan yang menjadi momok setiap negara dapat diminimalisir. Dana zakat yang dikelola dan disalurkan dengan baik, benar dan tepat mampu mensejahterakan masyarakat kurang mampu. Untuk Negara Indonesia saja, potensi dana zakat per tahunnya mencapai Rp. 200 triliun[8]. Jika terkumpul dana sebesar Rp.200 triliun ini, maka tidak hanya rakyat Indonesia yang merasakan keuntungannya, Negara sebagai pemegang kebijakan moneter juga diuntungkan. Karena adanya perputaran dana dari orang-orang kaya kepada orang miskin, Negara tidak perlu repot-repot atau sering melakukan kebijakkan moneter dengan menaikkan suku bunga atau mengeluarkan sukuk atau obligasi Negara. Dengan berkurangnya jumlah rakyat miskin, maka secara tidak langsung turut membantu menaikkan angka pertumbuhan ekonomi Negara.

Kemudian untuk komponen keempat yaitu system wakaf, dengan mengoptimalkan harta wakaf, maka permasalahan sosio-ekonomi masyarakat dapat teratasi. Wakaf di negara-negara timur tengah dan Turki sangat produktif, manfaat wakaf Al-Azhar yang ada di Mesir dapat dirasakan tidak hanya rakyat Mesir, warga asing termasuk penulis yang sedang studi di Al-Azhar juga merasakan keuntungannya. Puluhan ribu warga asing yang studi di Azhar tidak perlu mengeluarkan biaya kuliah, bahkan mendapat bea siswa dari pihak Azhar. Selain itu, harta wakaf di Turki senilai dengan USD300 juta[9]. Indonesia sudah seharusnya meniru system dan tata kelola harta wakaf seperti di timur tengah dan di Turki. Selanjutnya komponen kelima yaitu pasar modal dan uang syariah, dengan komponen ini dapat membantu negara dan lembaga keuangan syariah yang memiliki likuiditas serta mampu menangkal atau meminimalisir dampak krisis ekonomi global. Karena transaksi pada pasar modal dan uang syariah harus memiliki underlying assets yang jelas dan riil, jauh dari unsur gambling (perjuadian/taruhan) dan riba dimana unsur inilah penyebab krisis ekonomi suatu Negara.

Penutup dan Kesimpulan
Ekonomi syariah mampu menjadi primadona system ekonomi dunia, karena selain diterima oleh kalangan muslim, kalangan non muslim pun cukup antusias dalam mengkaji dan mengimplementasikan ekonomi syariah. Ekonomi syariah merupakan pilihan menguntungkan dunia dan akhirat, karena mampu mengatasi permasalahan krisis dan sosio-ekonomi global serta menjadi ladang investasi pahala di akhirat. Meskipun begitu, tetap dibutuhkan sosialisasi massif mengenai keuntungan ekonomi syariah ke berbagai lapisan masyarakat dan kerja keras oleh para praktisi dan akademisi dalam mengembangkan ekonomi syariah. Wallahu a’lam.


[1]  Penulis adalah mahasiswa tingkat 3 jurusan Syariah dan Hukum, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Penulis merupakan pegiat kajian ekonomi Islam di Pusat Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS) ICMI Mesir.
[2]  Dalam beberapa media disebutkan bahwa kebangkrutan korporat tersebut mencapai 600 miliar dollar, angka yang fantastis dan dapat menutup seluruh hutang Negara Republik Indonesia sebesar 260 miliar dollar (data bulan juni 2013).
[3]  Mahmud al-Khalidi, Mafhum Iqtishad fil Islam, 1988, hal 28-29.
[4]  Lihat gambar data no.1
[5]  Lihat gambar data no.2
[6]  Penulis sering melihat adanya kekeliruan penerjemahan gharar  dengan arti spekulasi, padahal dalam bahasa arab gharar memiliki arti penipuan, sedangkan spekulasi dalam bahasa arabnya adalah qimar atau muqamarah. Keduanya memiliki sedikit perbedaan.
[7]  Catatan penulis pada seminar dengan tema “pasar modal dan uang syariah” di Shaleh Kamel Center for Islamic Economics, Universitas Azhar, Kairo, Mesir.
[9]Murat Çizakça,  Awqaf And Its Implications For Modern Islamic Economies”, dalam jurnal Islamic Economic Studies, (Vol. 6, No. 1, November 1998), hal. 68.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar