Selasa, 27 Maret 2012

Hukum Khitan



Masalah hukum khitan, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan disebabkan perbedaan istidlal dan istibath hukum. Dalam fikih, tidak cukup mengambil satu dalil dan meninggalkan yg lain, tidak cukup melihat zhahir nash, tanpa pemahaman yg dalam terhadap nash (yaitu dengan ilmu bahasa dan ushul fikih). selain itu, butuh pemahaman terhadap zhahiratul waqi' atau fenomena realita yang terjadi, barulah keluar suatu hukum. Berikut beberapa dalil tentang khitan:
1. “Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Beberapa ulama mengatakan fitrah itu la yufiidu illa lil wajib. Seperti fitrah laki-laki menikahi wanita, maka menikah "beda jenis" itu wajib wlau hukum asal menikah itu sendiri adalah sunnah, dan hukum menikah "sesama jenis" itu haram, krn berlawanan dgn fitrah). sebagian ulama mengatakan fitrah itu menunjukkan sunnah dan ada yg mengatakan hanya adat.
2. “Khitanlah (anak-anak perempuan), tetapi jangan dipotong habis! Karena sesungguhnya khitan itu membuat wajah lebih berseri dan membuat suami lebih menyukainya.” (H.R. Abu daud, derajatnya hasan)
3. “Apabila dua khitan (khitan laki-laki dan khitan perempuan) sudah bertemu, maka sudah wajib mandi.” (H.R Tirmidzi, derajatnya shahih). Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menisbatkan khitan juga untuk para wanita.
4. “Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita.“ (HR Ahmad dan Baihaqi, derajatnya dha'if). Sebagian ulama ada yg berhujah dgn hadits dha'if ini berdasarkan keilmuan&pertimbanggannya, dan sebagian ada yg menolak berhujjah dgn hadits dha'if ini berdasarkan keilmuan&pertimbangannya juga.

Dari dalil-dalil diatas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan, baik untuk laki-laki atau perempuan. Sebagaimana disebutkan, perbedaan terjadi karena perbedaan pemahaman dalam istidlal dan istinbath hukum.

1. Untuk laki-laki
-Mazhab (mayoritas) Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat wajib.
-Mazhab (mayoritas) Hanafiyah sunnah, dan Malikiyah berpendapat sunnah muakkadah.

2. Untuk wanita
-Mazhab (mayoritas) Syafi'i dan hanabilah berpendapat wajib.
-Mazhab (mayoritas) Hanafiyah berpendapat sunnah, dan malikiyah berpendapa mustahab.

Adapun Syekh Ali jum'ah, -mufti mesir- berpendapat/berfatwa dengan pendapat/fatwa pribadi, bahwa khitan wanita adalah haram untuk wilayah Mesir. Beliau berpendapat haram khitan bagi wanita di mesir, karena khitan menurut beliau adalah adat (berdasarkan istidlal dan istibath hukum yg dilakukannya). selain itu, sejak 50 tahun terakhir-melaui penelitian para ahli kedokteran dan berdasarkan statistik angka kematian- banyak wanita mesir meninggal akibat khitan tersebut dan justru memudharatkan. Intinya Beliau tidak mengaharamkan ala thul.
Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar