Kamis, 24 November 2011

Jadi Penonton pun Ada Etikanya


Suatu ketika, Udin sedang asyik nonton bola bersama adiknya.

Ayo Messi… tendang bolanya ke gawang! Teriak Udin.
Yah, goblok! Masa gitu aja gak gool, kebanyakan gocek. Hufft… Ucap udin kecewa melihat idolanya gagal membobol gawang Cassilas. Karena bosan Udin beralih ke channel TV lain. Ia menonton siaran drama korea yang sangat ia tidak suka.

Ah, lebay banget si Shin min ah (yang berperan jadi Go mi ho dalam serial film musalsal My Girlfriend Is a Nine-Tailed Fox). Aktingnya biasa aja, cantik juga enggak. Bosan dengan drama korea, ia beralih ke channel lain. Ia mendengar berita bahwa presidennya membiarkan militer Negara asing mangkal di negaranya karena alasan keamanan.

Bah, presiden penjilat, penakut, gara-gara dikasih pesawat Fokker 16 bekas mau aja Negaranya dimasuki campur tangan asing, kemana militer Indonesia?! Dasar gak becus! Bosan dengan berita, ia beralih ke channel lain. Didapatinya acara keagamaan, seorang ustadz sedang berbicara tentang sedekah dan zakat.

Alah, sok bicara sedekah, bilang aja elu minta sedekah dari para jemaah pengajian. Bisanya ngomong doang, lu sendiri males sedekah. Zakat penghasilan? Udah bayar pajak tambah lagi zakat? Capek deh… dan bla…bla…bla… Bosan dengan ceramah ganti lagi ke channel lain. Udin mendapati berita bahwa seorang ulama menfatwakan haram orang kaya beli bensin subsidi.

Hah, ulama apaan tu? Seenaknya haram-haramin sesuatu. Pernah belajar ilmu agama gak sih? Komen Udin balagak seperti ulama. Adalagi berita seorang ulama mengunjungi pendeta Kristen, bersalaman dan duduk bersama. Udin langsung berkomentar: Wah, gak ada kerjaan aja ngunjungi pendeta, urusin umat dulu.

Kata-kata seperti di atas mungkin sangat familiar di telinga kita, bahkan mungkin juga familiar di mulut kita. Ketika jadi penonton, kita sering sesumbar mengucapkan kata-kata yang merendahkan orang yang kita tonton, menjelekkan, menertawakan bahkan sampai menghina dan mengolok-oloknya. Ketika menonton, kita sering bahkan bisa jadi selalu merasa lebih tau dan lebih hebat dari orang yang sedang kita tonton. Padahal, belum tentu kita bisa melakukan dengan baik ketika menjadi pemain.
Seperti itulah tabiat penonton, cerdas mengkritisi dan menyalahkan serta melihat kekurangan. Mungkin mengkritisi, menyalahkan atau menghina dan mengolok-olokkan pemain dalam sebuah siaran sepak bola, atau sinetron tidak terlalu memiliki pengaruh bahaya yang besar, karena sepak bola hanyalah permainan dan sinetron hanyalah rekaan. Tapi bagaimana jika yang kita kritisi, salahkan, jelekkan, olok-olokkan serta hina adalah seorang presiden atau pejabat dan seorang ustadz atau ulama? Bagaimana hukum dan dampaknya jika hal tersebut tersebar luas dan ternyata kita telah memfitnah mereka sekalipun kita hanya bergurau dan bercanda?
Mengkritik dan komentar boleh-boleh saja, begitu juga menyalahkan suatu yang memang salah juga sah-sah saja. Tapi bagaimana jika apa yang kita lihat di televise, kita baca di media, kita dengar dari mulut ke mulut itu suatu kebohongan, atau terlalu dilebih-lebihkan dan didramatisir serta jauh dari fakta yang ada? Kita sudah terlanjur menjelakkan presiden ini dan pejabat itu, ustadz ini dan ulama itu tanpa mengetahui realita dan fakta yang ada. Kita sudah terbawa kebohongan media, terprovokasi untuk menyudutkan, menyalahkan dan menjelekkan presiden atau ulama kita seolah-olah kita bisa memimpin Negara dengan baik tanpa salah dan masalah, seolah kita bisa menjadi ulama, paham agama dan bisa mengeluarkan fatwa atau berijtihad layaknya mujtahid dan mufti padahal bahasa arab tidak mengerti, sholat masih bolong-bolong, rukun sholat atau haji saja tidak tahu.
Dalam al-Quran Allah menegaskan: “Wahai orang-orang yang telah beriman, jika datang orang fasiq dengan membawa suatu berita kepada kalian, maka hendaklah kalian menelitinya” (al Hujurat : 6). “Jangan ada suatu kaum memperolokkan kaum lain, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada mereka yang memperolokkan…”(Alhujurat:11).
Ketika kita menjadi penonton, kita tidak tahu apa sebenarnya yang sedang dialami oleh seorang pemain khususnya presiden atau pejabat dan ulama. Bisa jadi si presiden dalam tekanan oleh Negara asing yang super power sehingga memilih kebijakan yang menurut kita salah. Boleh jadi seorang ulama memberikan fatwa melihat kondisi yang ada, mereka punya dalil tersendiri tidak melulu karena tekanan pemerintah. Jika muncul sebuah berita, alangkah baiknya kita cari atau tunggu kebenaran dan kepastiannya, baru kita bisa komentar dengan keyakinan bukan prasangka buruk atau fitnah yang justru akan berdampak buruk. Jangan sampai kita berkomentar yang berujung pada fitnah, karena baya fitnah lebih besar dari pembunuhan.
 Contohnya: Media atau apa saja membuat pemberitaan yang bersifat menfitnah pemerintah, kemudian tersebar luas di masyarakat tanpa diketahui kebenaranya. Masyarakat ingin menjatuhkan pemerintahan, akan tetapi pemerintah menyanggah tuduhan tersebut dan tidak akan turun. Sehingga terjadi pertempuran antara rakyat dengan aparat kepolisian atas suruhan pemerintah, dan ratusan bahkan ribuan orang tewas. Contoh lain: Sebuah media tau apa saja mengeluarkan statemen atau pemberitaan bahwa sebuah kelompok agama membakar rumah peribadatan agama lain, tidak diketahui secara pasti atau belum ada pengakuan dari kelompok agama tersebut, lantas kelompok agama yang rumah peribadatannya dibakar langsung ikut terprovokasi media, terjadilah perang antar kelompok agama, hingga memakan korban yang cukup banyak. Dan, akan banyak sekali contoh-contoh lain akibat dari salah menerima berita, salah memahami berita, salah dalam menyerap berita tanpa ada kepastian dan kejelasan.
Semoga kita terhindar dari sifat dan sikap seperti itu. Sebagai penonton, sebaiknya kita tahan emosi dulu, pahami berita yang kita tonton di layar televise, jangan langsung mudah terprovokasi atau terhasut. Setiap berita ada kemungkinan salah dan benar, kita harus sabar menunggu kepastian berita. Dalam berkomentar pun juga seharusnya menjaga adab dan beretika, jangan sampai kita kelihatan seperti orang yang tak pernah sekolah mengeluarkan kata-kata binatang dan menyulut perpecahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar