Subuh yang damai, udara dingin yang menyejukkan, membuat ku terbangun dari tempat pencabutan nyawa sementara ku. Usai melaksana shalat, aku kembali memasuki selimut hangat, menikmati pagi yang cerah dalam alam mimpi. Jam pun berputar hingga ku terbangun kembali jam 8. Ku lihat mentari bersinar cerah, awan putih bergelimang di samudra langit. Membuat ku semakin bersemangat untuk pergi ke kampus tercinta. Usai mandi kemudian aku sarapan pagi dengan menu spesial, rendang asli dari tangan urang awak yang di bawa oleh teman ku, Syahrul. Ia baru balik dari Indonesia setelah 1 setengah bulan lalu di evakuasi karena revolusi di Egypt.
Lama menunggu bus 80 coret, akhirnya sebuah mobil tramco datang, kenek mobil itu mengatakan darasah. Tanpa basa-basi aku langsung menaiki tramco berebutan dengan orang mesir. Setiba di Mahattah (baca: terminal) aku segera berjalan menuju kampus tua Universitas Al-azhar. Banyak mahasiswa mesir berkeliaran di pekarangan. Banyak tulisan-tulisan tertempel di dinding-dinding kampus yang menyuarakan keinginan dan aspirasi mahasiswa. Muhadharah sekarang adalah Nuzum siyasi (baca: tata negara). Dosennya adalah DR. Ahmad Ruslan, penulis bukunya langsung. Muhadharah pun selesai setelah dua jam mendengarkan ceramah dengan mata terkantuk-kantuk.
Setelah kuliah, aku pergi ke mesjid al-azhar. Sholat zhuhur berjama’ah. Ba’da sholat aku segera pulang, kembali ke mahattah darasah. Di jalan aku bersua dengan teman ku, Defri. Kemudian di mahattah aku bertemu dua teman lain, Budi dan Fadhli. Hampir setengah jam kami menunggu. Tak di sangka mahattah dan kairo sekitarnya di guyur hujan lebat. Tak biasanya hujan selebat ini. Tetesan-tetesan hujan pun menyambar mahattah darasah. Semua berdesakkan mencari payung mahattah. Di tambah udara yang begitu dingin, aku serasa berada di negara ku, Indonesia. Aku serasa di kampung ku, padang panjang yang dingin dan sering hujan. Subhanallah alladzi anzala haadza. Thank you Allah, walau aku tak dapat pulang ke Indonesia karena tak dapat jatah evakuasi. Setidaknya dapat merasakan suasana di Indonesia. Hujan lebat ini mengingatkan ku akan kampungku. Jalanan yang di genangi air juga mengingatkan ku dengan suasana di negara ku. Sudah 1 setengah tahun semenjak kedatangan ku di Mesir, baru kali ini melihat hujan sebesar dan selama ini. Di tambah lagi dengan hujan es yang sedikit terasa. Dan hingga malam selepas maghrib, hujan kembali mengguyur cairo. Aku pun tertidur dengan pulas, di temani suara gemercik hujan dan angin kencang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar