Rabu, 23 Maret 2011

Cahaya itu kini telah padam (true story of my friend)


Selasa pagi, 22 Maret 2011 ketika aku sedang browser membaca sebuah tulisan di situs kompasiana. Aku di kejutkan dengan kata yang mungkin kita semua tak ingin mendengarnya. Abdul Kemal yang baru pulang dari warnet masuk ke kamarku tanpa mengucapkan salam seraya berkata “Kak Aldi meninggal! Kak Aldi meninggal!” Aku tersentak sesaat, kemudian aku kembali menyakan Kemal darimana dapat berita itu. Ia mengatakan dirinya mengetahui dari status KMM Mesir di Fecebook. Aku yang masih belum percaya dengan berita ini membuka situs jejaring sosial tersebut untuk memastikan. Ternyata benar, status itu berbunyi :
   Inna Lillahi Wa Inna Ialhiri Raji`un telah berpulang kerahmatullah salah seorang anggota KMM Mesir yang sedang di evakuasi; Admiraldi Avel, hari ini, Selasa, 22 Maret 2011, pukul 13.00 WIB karena kecelakaan di Pekanbaru. Janazah dibawa ke rumah duka di Batusangkar. Diundang seluruh warga KMM Mesir untuk melaksanakan shalat ghaib di sekretariat FS Al Makki, setelah shalat Magrib “
Aku terdiam, hati ku kosong, pikiran ku melayang terbang mengingat memori indah persahabatan ku dengan sahabat sejati ku. Teman sekamarku Anshary yang baru tidur karena semalaman bergadang terbangun, kepalanya menunduk, matanya berkaca-kaca. Begitu juga Ahmad budiman, mukanya muram, tercenung dengan berita maut ini.  Kami kehilangan sahabat seperjuangan kami, salah seorang pejuang Laskar GM 19 (sebutan generasi kami). Dialah sahabat yang sangat menginspirasi kami, pahlawan tersembunyi kami. Kuingat semua jejak keuletan, ketekunan, dan kesabarannya ketika sama-sama pertama kali memegang dan membaca buku bahasa arab dan kitab gundul 5 tahun lalu. Aku ingat ketika aku bertanya dan belajar padanya kitab Jami’ ad-durus Al-arabiyah. Kalaulah bukan karenanya aku tak mungkin memiliki kemampuan bahasa arab seperti sekarang. Aku ingat semangatnya yang membara dan kejernihan buah pikirannya. Aku ingat dengan aktifitas hari-harinya yang selalu berkutat dengan buku dan ilmu, bahkan tidur dalam keadaan duduk dengan buku tergeletak dihadapannya. Aku ingat ketika berlomba dengannya dalam kerajinan dan banyak membaca buku. Aku teringat ketika sama-sama talaqqi di mesjid Al-azhar bersamanya.  Dialah Yusuf Qardhawi ku, dialah Imam Ibnu hajar ku, dialah Ibnu Taimiyah ku. Dia telah mengajarkan ku, dan kami dari generasi 19 esensi penuntut ilmu.
Admiraldi Avel adalah nama lengkapnya. Ia adalah mercusuar. Ia adalah bintang petunjuk bagi pelaut di samudra. Begitu banyak energi positif dan daya hidup yang terpancar dari dirinya. Darinya aku belajar tentang kerendahan hati, ketabahan, semangat, dan tekad. Ia telah membuat aku berani bermimpi, dan memiliki cita-cita besar. Aku masih ingat ketika satu kamar dengannya ketika aliyah. Ia mencoret dinding kamar dengan tulisan Rektor Azhar dan 30 Juz. Aku tidak tau apa maksudnya, tapi kemudian aku menanyakannya dan goresan di dinding itu ternyata adalah cita-cita besarnya. Proyek yang ia ajukan untuk Tuhannya. Menjadi rektor Universitas Islam terkemuka di dunia, Universitas Al-Azhar Asy-syarif dan hafal Al-Qur’an setamat dari Aliyah. Aku terpekur dengan cita-cita gilanya itu. Bagi ku itu adalah kegilaan yang teramat mustahil. Menjadi rektor di Universitas terkemuka di dunia yang berada di negara orang lain. Cita-cita gilanya ini bagai cita-cita gila Rosulullah SAW ketika perang khandaq. Saat Rosulullah memukul batu besar dan mengeluarkan cahaya api yang terang. Kemudian Salman dan sahabat lainnya bertanya pada Rosulullah apakah gerangan cahaya tersebut? Lalu rosulullah menjelaskan dengan lantang : “ aku telah melakukan pukulan pertama sehingga keluar sinar seperti yang kalian lihat, telah ditampakkan kepadaku istana raja dan benteng kisra, seakan seperti lolongan anjing, dan Jibril mengabarkan kepada saya, bahwa umatku akan menguasai tempat tersebut. Kemudian aku melakukan pukulan kedua sehingga keluar sinar seperti yang kalian lihat, telah ditampakkan kepadaku istana raja dari bumi Romawi, seakan seperti lolongan anjing, dan Jibril mengabarkan kepada saya, bahwa umatku akan menguasai tempat tersebut. Kemudian aku telah melakukan pukulan yang ketiga, sehingga keluar sinar seperti yang kalian lihat, telah ditampakkan kepadaku istana raja dari San’a (Yaman), seakan seperti lolongan anjing, dan Jibril mengabarkan kepada saya, bahwa umatku akan menguasai tempat tersebut ”
Ternyata cita-cita Rosulullah SAW pun menjadi realita, beberapa tahun setelah kepergiannya. Satu per satu imperium besar di dunia takluk di bawah cahaya Islam. Dalam hati kecil ku berkata dan berharap moga ada diantara generasi kami atau ada diantara warga Indonesia yang akan melanjutkan cita-cita gila sahabatku, Aldi.
Aldi seumpama bintang dalam Rasi Cassiopeia yang meledak dini hari ketika menyentuh atmosfer, ketika orang-orang masih terlelap tidur. Cahaya ledakannya menerangi angkasa raya, memberi terang bagi kekuatan jiwa tanpa seorang pun yang tahu, tanpa ada seorang pun yang peduli. Bagai meteor pijar ia berkelana sendiran ke planet-planet pengetahuan. Lalu kelipnya meredup dalam hitungan mundur dan hari ini ia padam. Aku merasa pedih, seekor tikus kecil mati di lumbung padi yang berlimpah ruah. Aldi sang penerang kini tak lagi dapat menerangi aku dan sahabat ku yang masih bermalas-malasan menuntut ilmu. Hari ini aku kehilangan teman terpercaya ku, teman sejati ku. Kehilangan ini sungguh teramat menyakitkan, lebih menyakitkan dari kehilangan seorang kekasih. Karena kehilangan Aldi adalah kesia-siaan yang maha besar. Ini tak adil. Aku benci dengan orang-orang yang sibuk menghabiskan waktunya dengan bermain dan hal-hal yang tak bermanfaat. Aku benci dengan orang-orang pemalas. Aku benci pada diriku sendiri yang tak dapat melakukan seperti yang Aldi lakukan. Ya Rabb, moga kau melahirkan kembali Aldi-Aldi baru di dunia ini sebagai penuntut ilmu sejati yang menjadi mutiara penyinar para pencari ilmu.
 

1 komentar:

  1. amin ya rob!! sedih rasa hati ini mengenang aldi, smoga dikau bahagia di alam sana bersama para sholihin.. alfatihah..

    BalasHapus