Rabu, 31 Agustus 2011

Negara NATO Siap Mengeruk Panen di Libya




Sebagaimana pemberontak mengambil alih Tripoli, Negara asing juga mengincar minyak mentah Libya yang berkualitas tinggi.

Presiden Perancis Nicolas Sarkozy, begitu juga rekan-rekannya, Inggris, Italia, Amerika Serikat dan Negara lainnya, sangat bernafsu menggalang kontrak minyak setelah pemerintahan baru muncul di Libya. [Reuters]

Berita mengenai Libya kini terlihat beralih ke bisnis. Berita tentang analisa jatuhnya Gaddafi juga menjadi headline di rubric keuangan dan ekonomi. Di sana terdapat analisa bahwa pasca perang di Libya atau tergulingnya Gaddafi akan banyak Negara NATO khususnya Amerika, Perancis, Inggris dan Italia yang akan mengambil keuntungan di dalamnya.

Begitu juga Reuters dalam headline nya memberitakan pemerintahan baru Negara Libya akan menjadi tambang emas bagi perusahan-perusahaan dan para investor Barat.

Sebelum Tripoli seutuhnya jatuh, sebelum Gaddafi dan pendukungnya turun, sebelum darah mongering di tubuh para pejuang yang gugur, pemerintah Barat sudah mengincar apa yang mereka lihat hanyalah keuntungan dan intervensi.

Tidak ada ilusi lain atas jauhnya serangan pasukan NATO melebihi resolusi keamanan PBB yang dimandatkan pada mereka. Selama berbulan-bulan pejabat NATO mendesak beroperasi dalam waktu singkat, sebuah serangn udara, telah dirancang untuk melindungi rakyat sipil dari ancaman dan serangan Gaddafi. Tapi yang tergambar sekarang justru rahasia terbuka bahwa Negara NATO menyamar dan beroperasi di darat.

Ditambah lagi keengganan mereka melakukan Negoisasi untuk mengakhiri perang sipil, praktek hasut terhadap para pemberontak, mempersenjatai dan melatih pemberontak, dan menambah eskalasi kekerasan. Dari ini semua terlihat jelas bahwa usaha NATO telah berubah dari melindungi sipil menjadi pmenggulingkan rezim.

Ada sebuah alasan untuk ini yang mendadak jujur atas keterlibatannya. Seperti yang disinggung oleh pakar ekonomi, setiap Negara turut berkontribusi dalam operasi dan usaha NATO di Libya adalah karena mengharap mendapatkan keuntungan yang banyak setelah perang usai.

Koran The French Le Figaro membicarakan Libya sebagai perang Sarkozy, sementara The British Telegraph menurunkan referensi akan keterlibatan militer dan para intelijen Inggris, termasuk MI6 dan RAF membantu pemberontak Libya.

Dengan membantu kekuatan pemberontak Libya Dewan Transisi Nasional telah menciptakan hutang budi. Dalam konteks tanggung jawab apa selanjutnya yang akan terjadi di Libya, pejabat Inggris yang tak ingin disebut namanya memberitahukan bahwa keterlibatan NATO dalam pemberontakan Libya bermakna “ Sekarang milik kita”.

Sebagaimana yang diberitakan Reuters, “perusahan-perusahaan Barat melihat dengan baik ada miliyaran dollar dalam eksplorasi minyak di Libya, dan kontrak pembangunan datang memperebutkan bagian masing-masing.

Terlepas dari keuntungan besar dalam rekonstruksi bengunan Libya, ada keuntungan besar dalam pendistribusian minyak. Industri minyak Libya memproduksi 1,6 juta barel per hari sebelum perang. Negara ini diperkirakan memiliki 46 miliar barel cadangan –merupakan yang terbesar di AFrika.

Sebuah informasi menyebutkan, pemberontak yang saat ini telah mengontrol Perusahan Minyak Teluk Arab, produsen minyak terbesar Libya, mengatakan :”Kami tidak punya masalah dengan Negara-negara Barat seperti Italia, Perancis, dan Inggris. Tapi kami mungkin memeliki beberapa masalah politik dengan Rusia, China dan Brasil.” Tiga Negara terkahir tidak terlibat dalam misi NATO di Libya.

Libta harus waspada dengan intervensi Barat setelah revolusi. Meminta bantuan Barat untuk tujuan kemanusiaan mungkin baik, tetapi mengamankan asset dan sumber daya Negara adalah yang terpenting.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar